Bab 919
Mata Anita membelalak. “Apa? Apa kalian akan dihajar?”
“Tidak, tidak juga. Namun, kami belum pernah menang melawan Pak Raditya dalam pertarungan, jadi kami selalu
dihajar,” kata Jodi sambil tertawa getir.
Saat mendengar perkataan Jodi, Anita mendengkus. Setelah makan siang, banyak yang pergi tidur siang. Akan
tetapi, Anita ingin berada di kamar Raditya. Dia membuatkan dua cangkir kopi, lalu pergi ke kamar Raditya. Ketika
Raditya melihat Anita masuk, Raditya baru saja menelepon. Dia berbisik ke telepon, “Saya akan meneleponmu
nanti.”
Anita terdiam di depan pintu sambil membawa kopi kareña dia merasa mengganggu jarak personal Raditya.
“Saya membuatkanmu kopi,” kata Anita yang masuk sambil meletakkan cangkir itu.
Lalu, Anita mengambil cangkir kopi itu seraya berkata, “Saya akan kembali ke kamar saya agar tidak
mengganggumu. Silakan lanjutkan teleponmu.”
Anita ingin pergi begitu dia menyelesaikan perkataannya.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Jangan marah. Pekerjaan saya mengharuskan saya merahasiakan informasi,” kata Raditya menjelaskan.
Setelah merenungkan perkataan Raditya sebentar, Anita mengangguk. “Baiklah, saya mengerti. Saya tidak marah
lagi.”
Anita tahu maksud Raditya, tetapi Anita masih merasa sedikit kesal. Dia ingin mengenal Raditya dengan lebih baik
dan memasuki dunianya, tetapi pintu hati pria itu tertutup rapat tanpa ada cara untuk membukanya.
Sepertinya Anita hanya tahu apa yang ada di permukaan saja. Meskipun dia bisa melihat penampilan dan
kepribadian Raditya, Anita tak tahu apa yang ada di pikiran kekasihnya. Hal ini membuat Anita cemas. Dia merasa
kalau sebaiknya dia pergi.
Pada pukul 15.00, Anita tiba di sasana tinju. Dia melihat Raditya dan para bawahannya sudah memakai pakaian
tinju.
“Duduklah di sini, Nona Anita. Saya menyiapkan makanan ringan untuk Anda makan sambil menonton
pertandingan,” kata Teddy yang menunjukkan kepeduliannya sembari mengantar Anita ke tempat duduk.
Anita merasa tidak berdaya. Aneh rasanya mengemil sambil melihat para pria itu dihajar.
“Bertahanlah, Wilmar! Bantu kami agar terus menguras tenaga Pak Raditya supaya kami tidak terlalu sering
ditinju!” seru Sandro dari samping.
Wilmar seringkali memakai pakaian lengkap, jadi Anita baru menyadari kalau sekujur tubuh pria itu berotot yang
membuatnya terlihat seperti petarung ahli.
Di saat yang sama, Anita mengkhawatirkan Raditya. Meskipun Raditya berbadan agak lebih tinggi dari Wilmar
dengan tubuh yang proporsional, Raditya tidak berotot. Namun, pria itu punya kekuatan yang tersembunyi di dalam
dirinya.
“Apa kamu yakin Raditya bisa menang melawan Wilmar?” tanya Anita tiba–tiba.
1/2
Suara Anita bergema di sasana, keras dan jelas. Wajah ketiga bawahan lain pun memucat. Apa yang dikatakan
Anita mendorong Raditya untuk berjuang lebih keras lagi. Ketiga bawahan itu menyesal meminta Anita untuk
menonton karena ketiga orang itu telah membuat jebakan untuk diri mereka sendiri yang membangkitkan potensi
Raditya.
Wajah Wilmar yang sudah acuh malah kian menegang. Dengan keberadaan Anita di sana, Raditya akan berjuang
lebih keras dari biasanya. Wilmar tak bisa diganggu. Namun, Anita duduk di sana dengan wajah polos. Anita merasa
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmtegang demi Raditya karena dia berharap Raditya tak akan terluka melawan keempat orang itu.
“Nona Anita, apa Anda sudah selesai menonton film yang saya unduh untuk Anda sebelumnya? Jika belum, Anda
bisa kembali dan menonton film,” kata Teddy yang mencoba membuat Anita pergi.
Akan tetapi, Anita malah menggeleng sambil tersenyum. “Saya tidak mau menonton film. Saya ingin melihat kalian
berlatih tinju.”
Wajah Teddy, Jodi, dan Sandro terlihat campur aduk. Raditya melihat ke arah ketiga orang itu sambil
memperhatikan Anita yang menatapnya balik dengan penuh senyuman. Raditya menenangkan diri dan bersiap
untuk bertarung.
“Pak Raditya, terima serangan saya!” seru Wilmar sambil mengayunkan tangan besi ke arah Raditya.
Anita yang ketakutan hampir menjatuhkan makanan ringan di tangan sambil merinding. Teddy segera menghibur
Anita dengan berkata, “Tidak apa–apa. Jangan khawatir, Pak Raditya tidak akan terluka.”
Saat Raditya menghindari pukulan Wilmar, Raditya melihat wajah gugup Anita dan menyeringai. Saat Anita merasa
khawatir akan dirinya, Raditya menyukainya. Sementara itu, Wilmar terus menyerang tanpa henti. Jika Raditya
orang biasa, satu pukulan saja akan menghabisinya. Namun, Raditya segera menghindari serangan Wilmar setiap
saat dan membalas dengan pukulan yang kuat. Sorot mata Raditya setajam pisau dan dia tidak menahan diri
selama pertarungan.