.
Bab 62 Dia Tersenyum
Meskipun di restoran biasa, sebuah makanan hanya akan berharga beberapa ratus. Vivin sangat yakin kalau dia perlu membuat
setidaknya seratus makanan untuk melunasi hutangnya.
“Sekitar seratus?” Balas Vivin dengan berani.
Finno terpesona oleh keseriusan di wajah Vivin saat dia berpikir. Tanpa disadari, dia tersenyum kecil. “Baik, mungkin sekitar
seratus makanan.”
“Lalu kau lebih suka apa?”
“Aku tidak tahu.” Sahut Finno santai. “Masak saja apapun yang kau bisa.”
Tidak, itu tidak adil untukmu.” Vivin pikir dia harus memenuhi kebutuhan pelanggan-nya itu jika setiap makanan dihargai enam
ratus seperti perhitungannya. “Jumlah hidangan yang bisa kumasak sangatlah terbatas. Bagaimana kalau aku tunjukkan resep
apa yang aku punya besok? Aku juga akan membiarkanmu mencicipi resep-resep itu.”
“Baiklah kalau begitu.” Bibir Finno tersenyum semakin lebar.
Hari berikutnya, Finno memiliki rapat di pagi hari meskipun itu adalah akhir pekan. Saat dia. berangkat, matahari masih belum
terlalu kelihatan di langit.
Setelah bangun, Vivin mendapatkan beberapa resep dari internet dan mulai mencobanya.
Dari pengamatannya selama beberapa hari, dia sadar bahwa Finno menyukai makanan pedas. Jadi, dia memutuskan untuk
mencoba resep cabai sapi, sayap ayam, dan tahu panggang sriracha.
Setelah berjuang sepanjang sore, Vivin akhirnya menyelesaikan masakan cabai sapinya. Dia mengambil gambarnya dan
mengirimkannya kepada Finno via Whatsapp untuk mengetahui apakah dia menyukainya.
Di dalam ruang rapat Grup Finnor
Tiap manajer dari masing-masing departemen secara bergiliran menyampaikan hasil kerja
“Itulah kesimpulan hasil pengeluaran kita pada kuartal ini.” Pria paruh baya itu mengusap keringat di dahinya setelah dia
berbicara dengan semangat sampai suaranya serak, “Apa Anda puas, Pak Normando?”
Jemari panjang Normando sibuk membolak-balikkan dokumen ditangannya. Ada raut kesal di wajahnya. “Apa Anda pikir saya
akan puas dengan hasil seperti ini?”
Semua orang disana mulai berkeringat dingin.
“Bo-bolch saya tahu dimana masalahnya?”
1/3
“Semuanya.” Ucap Finno blak-blakan sebelum melemparkan dokumen itu kembali ke karyawannya. Dia lantas berkata dengan
raut tanpa ekspresi di wajahnya, “Ulangi.”
Ruangan itu hening.
Dia adalah Finno Normando. Cacat yang dialaminya tidak menghalangi ambisi karirnya. Kemampuannya dalam membuat
keputusan yang tajam dan akurat itulah yang ia ubah menjadi
kekuasaan.
“Baik. Pak Normando!” Pria setengah baya itu gemetaran saat ia kembali duduk ke kursi sambil membawa berkas itu. Saat
manajer berikutnya hendak menyampaikan laporannya, suara ponsel seseorang berdenting.
Beep!
Notifikasi singkat itu merusak keheningan yang ada didalam ruangan tersebut.
Wajah semua orang menjadi seputih kertas. Mereka saling melempar pandangan kearah satu sama lain dengan gelisah.
Siapa yang berani sekali tidak memasang mode sunyi di ponselnya selama rapat?
Saat semua orang masih saja sibuk mencoba membaca raut wajah satu sama lain, Finno dengan. acuh tak acuh melihat kearah
layar ponselnya yang menyala.
Pesan Whatsapp yang datang beberapa detik yang lalu itu dari Vivin. Dia mengirim beberapa
foto.
Finno mengusap layar ponselnya untuk membuka kuncinya. Dia melihat beberapa hidangan. yang dibuat oleh Vivin dan juga
pesan darinya.
Mana yang kau sukai?
Di akhir kalimat itu ada emoji unik.
Di dalam ruang rapat, semuanya menyadari bahwa ponsel yang berbunyi tadi adalah milik Finno dan buka oranglain.
Mereka saling menatap satu sama lain dengan raut tak percaya.
Finno itu pekerja keras. Dia hanya akan menggunakan ponselnya untuk tujuan kerja. Semua orang merasa tidak percaya bahwa
pria seperti dia justru akan mengecek Whatsapp-nya saat sedang rapat.
Sebelum semua orang bisa pulih dari keterkejutannya, sesuatu yang bahkan tidak bisa dipercaya. terjadi.
Bibir tipis Finno tersenyum.
Semua orang melihat senyum kecil Finno dan merasa mereka seolah tersambar petir. Mata
2/3
semuanya terbelalak keheranan.
Bos harimau kami tersenyum?
Banyak dari orang-orang di ruangan itu sudah bekerja sama dengan Finno sejak Grup Finnor baru dibangun namun mereka
tidak pernah melihat bos mereka itu tersenyum.
Sementara itu, Vivin masih sibuk dengan masakannya di dapur. Dia sama sekali tidak tahu efek dahsyat dari foto-foto yang ia
kirim di Grup Finnor. Setelah membolak-balikkan beberapa buku resep, ponselnya berbunyi.
Dia segera mengecek ponselnya dan melihat pesan dari Finno: Semuanya.
Dia berpikir sendiri, Tsk, rakus sekali! Vivin menggerakkan mulutnya untuk mengunyah. potongan terakhir sayap ayam yang tadi
dia buat. Dia akan membuatkan Finno yang nantinya.
baru
Malam harinya, Finno pulang kerumah. Dia disambut oleh satu meja penuh makanan lezat. Dia mengintip kedalam dapur dan
melihat seorang wanita cantik yang tengah menyibukkan diri.
Itu adalah pemadangan yang biasa di rumah manapun, tapi bagi Finno, itu anehnya membuatnya
nyaman.