We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Tidak Ada yang Tidak Mungkin, Jangan Pergi Full Episode

Bab 36
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 36 Panggilan dari Alin

Vivin berbalik dan melihat Finno telah kembali.

Finno sudah berdiri di sana. Sosoknya yang ramping dengan kakinya yang ramping dan

panjang. Kemeja biru muda yang dia kenakan memperjelas bentuk tubuhnya yang

sempurna.

Tatapan serius terlintas di mata Vivin.

Finno adalah pria yang luar biasa, tapi dia terpaksa harus duduk di kursi roda. Bagaimana

rasanya itu?

“Aku baru saja memberitahu Vivin bahwa aku telah jatuh cinta padanya pada pandangan

pertama dan berencana untuk mencurinya darimu.” Saat Hanung melihat Finno, senyum

nakalnya muncul kembali di bibirnya. “Finno, kau tahu kan kalau aku sangat menawan.

Aku punya begitu banyak wanita yang memuja-mujaku. Kamu harus berhati-hati!”

“Jangan pernah berpikir kalau Vivin sama dengan wanita-wanita yang kamu kencani, tegur

Finno dengan tenang. Dia berjalan ke arah meja makan dan membuka sebotol anggur

merah. “Dia tidak akan pernah menyukaimu.”

“Hmph! Terlalu percaya diri!” Hanung mendengus geli.

Dengan kehadiran Hanung, tidak ada satu momen pun yang membuat bosan selama

makan. Vivin bahkan terus tertawa dari awal sampai akhir karena Hanung. setelah mereka

selesai memakan makanan penutup, Hanung menyeka mulutnya dan berdiri dengan

enggan.

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

“Baiklah, Vivin. Aku ada kencan hari ini, jadi aku tidak akan mengganggu kalian lagi. Aku

akan berkunjung lagi nanti.”

Vivin dan Finno berdiru secara bersamaan untuk mengantar Hanung pergi. Mereka baru

kembali lagi ke ruang makan setelah yakin mobil sport berwarna merah milik Hanung

melaju pergi meninggalkan Villa

Finno membawa piring-piring di meja makan kembali ke dapur.

“Biarkan aku saja yang melakukannya,” Vivin menawarkan, lalu mengambil piring dari

tangan Finno. Namun, Finno mengangkat tangannya dan menghentikannya.

“Aku bisa melakukan hal-hal sederhana seperti ini,” jawab Finno dengan suara beratnya.

Tidak punya pilihan, Vivin hanya bisa membereskan meja makan bersama dengannya.

Saat Finno meletakkan piring kotor di mesin pencuci piring, dia tiba-tiba saja bertanya,

“Apa yang baru saja dikatakan Hanung padamu?”

Vivin tercengang. Namun, dia masih menjawab dengan jujur, “Dia memberitahuku

mengapa kamu berpura-pura lumpuh.”

1/3

adi begitu ya.” Finno mengangguk, sama sekali tidak terkejut.

Vivin sudah menduganya. Sejak Finno dan Hanung menjalin persahabatan selama

bertahun- tahun, Finno pasti bisa menebak apa yang dikatakan Hanung padanya.

“Apakah kamu menyalahkanku?” Finno tiba-tiba bertanya lagi sambil menatap tajam ke

arah

Vivin.

Terkejut, Vivin tidak mengerti apa yang dimaksudnya. “Menyalahkanmu untuk apa?”

“Seharusnya aku yang menceritakan semuanya padamu,” gumam Finno sambil

meletakkan. piring kotor terakhir ke dalam mesin pencuci piring.

Vivin tertawa terbahak-bahak. “Tidak ada perbedaannya. Tanpa izinmu pun, Hanung tidak

akan pernah berani menceritakannya padaku, kan?”

Finno mau tidak mau mencuri pandang lagi kearah Vivin.

Meskipun dia tidak pernah usil, justru dia sangatlah jeli.Inilah wanita pilihanku!

“Ya.” Vivin dan Finno berjalan bersama keluar dari dapur, sambil bergandengan tangan.

“Hanung lebih pandai bicara daripada aku.”

Dengan kata lain, Finno memcoba mengatakan bahwa Hanung bisa lebih jelas dalam

menjelaskan maksudnya.

“Untuk beberapa alasan…” Finno ragu-ragu sesaat sebelum menambahkan. “Aku masih

tidak bisa memberitahumu semuanya. Semakin banyak yang kamu tahu, maka akan

semakin banyak bahaya yang akan kamu hadapi. Aku harap kamu akan bisa mengerti.”

Vivin mengangguk. “Aku tahu. Kamu hanya mencoba melindungiku.”

Vivin mengucapkan kata-kata itu dengan sangat lembut dan ringan. Akan tetapi, ketika

Finno mendengarnya, hatinya langsung berdebar. Tanpa Finno sadari dia mengeratkan

genggamannya pada tangan lembut Vivin.

Merasakan cengkeraman Finno di tangannya, Vivin mulai merona. Dia akan mengatakan

sesuatu ketika telepon di ruang tamu berdering.

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

“Um… aku angkat teleponnya dulu.” Dengan kepala tertunduk, Vivin bergumam, menarik

tangannya dan berjalan ke ruang tamu.

Ketika dia meraih telepon di atas meja dan melihat panggilan masuk, alisnya berkerut.

Dia menerima panggilan itu dan bertanya tanpa ekspresi, “Alin, kenapa kamu

menelponku?”

Alin dan Vivin memiliki ayah yang sama, tetapi ibu mereka berbeda. Meskipun mereka

memiliki hubungan darah, mereka tumbuh di lingkungan yang sama sekali berbeda dan

jarang bertemu. satu sama lain. Oleh karena itu, tidak ada ikatan persaudaraan di antara

mereka.

2/3

Apalagi setelah apa yang terjadi dengan Fabian, Vivin merasa tidak perlu lagi untuk

berpura-pura terlihat bersahabat satu sama lain. Karenanya, dia tidak tahu kenapa tiba-

tiba saja Alin

menelponnya.

“Vivin.” Suara sok manis Alin terdengar sangat menjengkelkan ditelpon. “Kamu sepertinya

tidak senang menerima teleponku.”

“Tidak ada yang bisa dibanggakan dari hal ini.” Vivin merasa terganggu dengan tindakan

Alin. Dengan nada tidak sabar, dia membentak, “Hentikan semua omong kosong ini. Apa

yang kamu inginkan?”

“Tentu saja aku meneleponmu untuk memberikan kabar baik,” kata Alin dengan suara

yang diimut-imutkan. “Aku dengar-dengar kalau kondisi Ibu Willardi membaik, kan?”