Bab 64
Saat jam menunjukkan pukul 4.30 sore, Tasya meraih (asnya dan meninggalkan kantor 10 menit lebih awal dari
biasanya, hendak menghentikan taksi di bawah nanti. Tapi, entah kenapa, tidak ada taksi yang melewati area itu.
Dia baru saja hendak pergi ke stasiun bis terdekat saat sebuah mobil Roll-Royce yang hitam cemerlang berjalan di
sampingnya dengan perlahan. Jendela kursi kemudinya terbuka untuk menampilkan si pengemudi mobil, dan dia
memperhatikan wanita itu dengan tatapan tajamnya seraya berkata, “Masuklah.”
Tasya melambaikan tangannya menolak tawaran itu. “Tidak, terima kasih.” Dia lebih memilih naik bis.
Tepat setelah itu, pria itu menghentikan mobilnya dan membuka pintu mobil. Dia keluar dari kendaraan itu dan
berjalan ke arahnya, dan Tasya tidak tahu apa yang akan dia lakukan.
IU
Sebelum dia bisa memberikan tanggapan apa-apa, pria itu sudah membuka pintu di kursi penumpang lalu meraih
pergelangan tangannya. Lalu, tanpa berkata-kata, dia mendorongnya masuk ke dalam mobil.
“Hei! Aku tidak mau naik mobilmu, Elan!” Bentaknya pada pria itu, dia tidak pernah pria sekasar dirinya.
Elan mengabaikannya, dan setelah melihat Tasya duduk di kursinya, dia menutup pintu mobil dan mengunci
mobilnya. Dia suda mengunci pintu mobil, dan karena Tasya tidak bisa kemana-mana sekarang, matanya terbelalak
putus asa saat pria itu mengelilingi mobil sebelum masuk ke dalam kursi kemudi. Lalu, dengan masih mengabaikan
tatapan tajamnya, dia dengan elegan mulai menjalankan mobil itu dan turun keluar
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtpinggir jalan.
Tahu kalau dia tidak boleh menyia-nyiakan waktu sekarang dan dirinya juga sudah agak telat menjemput Jodi di
sekolah, Tasya memutuskan untuk membiarkan hal ini. Dia mengencangkan sabuk pengamannya dan berkata
dengan gusar, “Hanya karena kamu adalah bos-ku dan kamu sudah membantuku, bukan berarti kamu bisa
bersikap tidak sopan begitu padaku.”
“Aku tidak akan melakukannya jika kamu lebih patuh, sahut Elan dingin sambil terus menatap jalanan di depannya.
“Dan kenapa aku harus mematuhimu?” Balasnya menyangkal.
“Aku tidak menerima penolakan,” terang Elan seraya menoleh sekilas ke arahnya.
Dia hendak mengejek. Karena terbukti, pria itu tidak punya alasan sama sekali. Saat dia memutuskan mencari
topik lain, dia bertanya dengan nada mengejek. “Jadi, bagaimana hasil pemeriksaan dari kekasihmu itu? Apa dia
sekarang berubah menjadi orang bodoh?”
“Helen bukan kekasihku; dia hanya seseorang yang perlu kuperhatikan,” ucap Elan tak terpengaruh.
Tasya mencibir, “Teruslah begitu, kamu bisa akui kalau punya perasaan padanya. Aku melihat bagaimana kalian
berpelukan dan semua hal lainnya.”
“Itu antara aku dan Helen,” ucapnya sambil mengernyit. Endah kenapa, dia sedang tidak ingin menjelaskan
hubungan antara dirinya dan Helen.
“Baik, kalau begitul Kamu pernah tidur dengannya, kan?” Tasya tidak mau membuang-buang waktu dan langsung
ke intinya.
Wajah Elan langsung mengeras mendengar itu, dan dia agak membuang muka dari wanita itu untuk menghindari
pertanyaan itu.
“Apa kamu tidak tahu kalau kamu pernah tidur dengannya?” Tekan Tasya, tidak mau melepaskan pertanyaan itu.
Apa dia sebenarnya sedang mencoba menunjukkan betapa baik dan polosnya dia di depanku? Kenapa dia tidak
mengaku saja kalau mereka pernah bersetubuh?
“Aku tidak ingin membicarakannya,” balasnya tegas.
“Ayolah, pikirkan dosa kotormu itu,” ejek Tasya sambil mendengus. “Kalian para pria memang sampah.”
Namun, Elan tidak tersinggung dengan itu, karena alasan wanita itu membenci pria sudah jelas. “Hei, jangan
menyamaratakan kami seperti itu,” dia memutuskan untuk tidak berargumen.
Tasya menggigit bibirnya dan memutuskan untuk diam. Dia sudah berkata seenaknya. Setidaknya, Elan bersedia
mengurus Helen setelah menidurinya, yang mana berarti dia adalah pria yang bertanggungjawab. Sedangkan
untuk pria bajingan yang menghancurkanku lima tahun lalu, aku harap dia membusuk di neraka!
Mereka segera tiba di depan gerbang TK. Tasya turun dari mobil dan masuk ke dalam untuk menjemput Jodi
sementara Clan menunggu di luar. Tidak butuh waktu lama sebelum Tasya kembali dengan membawa anaknya,
dan setelah dia membuka pintu mobil untuk anak itu, dia menyapanya dengan sopan, “Halo, Pak Elan.”
Elan menatap bocah kecil itu yang terlihat menawan dan sopan dalam balutan seragam sekolahnya. Dia tidak
sanggup membayangkan bagaimana hidupnya pasti akan lebih sempurna jika dia memiliki putra seusia Jodi, dan
dia tiba-tiba merasa iri pada Tasya.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmSetelah memesan tempat di restoran, Elan melajukan mobilnya menuju tempat itu.
Di kursi penumpang, Jodi terigah memberitahu ibunya mengenai semua yang terjadi hari ini, dan hal yang paling
menyenangkan adalah ditinya menjadi yang pertama selesai menghabiskan makanannya. Tasya merasa senang
mendengar hal itu dan mencium keningnya lembut. “Kerja bagus, sayang! Pertahankan itu.”
“Okel” Jodi mengangguk dengan sungguh-sungguh.
Setelah mereka diarahkan ke meja mereka, Elan segera memesan makanan. Selama makan malam, Tasya terus
mengawasi Jodi sepanjang waktu, memastikan kalau dia makan tanpa berantakan. Bagaimanapun, dia adalah
seorang ibu, dan itu adalah bagian dari insting keibuannya ketika dia mengabaikan makanannya saat dia
memastikan anakaya makan dengan baik, atau sebaliknya, dia akan merasa sangat khawatir.
Di sebuah meja yang tidak jauh dari mereka, seorang wanita bangsawan yang terus berkedip sambil menatap
mereka dalam waktu yang lama, dan dia bahkan mengeluarkan ponselnya untuk memotret Elan dan pasangannya.
Ternyata, wanita muda itu adalah orang yang sudah mempermalukan Tasya di pameran perhiasan kemarin. Wanita
itu dengan cepat berteman dengan Helen, yang menjadi populer di antara para wanita muda kalangan atas setelah
dia menyebut dirinya sebagai kekasih Elan dan menjadi media bagi mereka yang ingin panjat sosial.
Wanita itu segera mengenal Tasya dari awal, karena dia iri dengan Tasya sejak kejadian di pameran perhiasan. Dia
memberinya perhatian selama pameran itu, dan sekarang mereka makan malam bersama secara pribadi. Dan,
siapa anak itu? Apa dia keponakan Elan? Melihat wajah mereka, sepertinya mereka