We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Tidak Ada yang Tidak Mungkin, Jangan Pergi Full Episode

Bab 20
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 20 Pelecehan yang Keterlaluan

Saat Finno baru saja berangkat ke Kota Langsa, Vivin dan Fabian sudah dalam perjalanan.

Di kabin kelas bisnis, Vivin terlihat gelisah duduk di samping Fabian. Awak kabin baru saja

mengantarkan hidangan, menu kali ini adalah paella. Vivin sangat benci seafood, dia

bahkan tidak ingin menyentuhnya sama sekali.

“Masih benci seafood?” Fabian bertanya sembari menyeringai.

“Kuakui, ingatan Pak Pemimpin Redaksi masih berfungsi dengan baik,” jawab Vivin dengan

kejam. Dia sudah muak dengan Fabian hari ini.

“Tentu. Aku ingat apapun tentang cinta pertamaku,” kata Fabian perlahan setelah

menyesap kopi.

Vivin memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Dia tidak ingin bertengkar

dengannya di pesawat.

Tapi Fabian tidak menyadari

ksinya. “Lagi pula, bagaimana aku bisa lupa dengan cinta pertama yang mempermainkan

perasaanku?” dia menambahkan.

Ingatan itu kembali membanjiri pikirannya dan membuat wajahnya memucat. “Pak

Normando, aku tidak tahu siapa yang dipermainkan dengan bodoh di sini, tapi yang jelas

bukan aku yang menyembunyikan identitas

Secara sengaja.”

Ekspresi wajah Fabian sedikit berubah sebelum dia akhirnya terkekeh. Dia tidak sangka

Vivin akan membalas cibirannya. “Tentu saja. Harusnya kuberitahu kau lebih awal, bukan?

Supaya kau tidak mengkhianatiku dan melemparkan dirimu sendiri ke pria tua usia lanjut.

Fabian dengan sengaja meninggikan suaranya. Sehingga penumpang dan pramugari yang

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

mendengarnya terbelalak heran.

“Fabian, apa maksudmu?” Bentak Vivin.

Fabian mencondongkan tubuhnya lebih dekat dan menatap mata Vivin. Sementara wajah

Vivin memucat karena malu sekaligus marah. Seketika, Fabian merasa menyesal

melakukan itu padanya.

Namun, tidak memungkiri, dia memang tidak lupa tentang apa yang dilihatnya semalam.

“Vivin, apa kau takut orang-orang mengecapmu buruk setelah melakukan hal tidak

senonoh itu?”

Vivin menatap tajamn padanya. Fabian telah melontarkan hinaan kurang ajar sejak

mereka naik pesawat. “Apa yang kulakukan bukan urusanmu!” dia berteriak.

Kali ini Fabian tidak meninggikan suaranya. Dia menatap dingin dan berkata, “Percuma

kau bicara seperti itu. Aku tidak akan pernah memaafkanmu atas semua yang pernah kau

lakukan.”

Mata Vivin membelalak tajam padanya dan jantungnya berdebar kencang.

1/3

Dia akhirnya tahu kenapa Fabian bersikeras ingin melakukan perjalanan bisnis

bersamanya.

Dia hanya ingin mempermalukannya dan menyiksanya atas rasa sakit yang Vivin berikan

padanya. Dia hanya ingin balas dendam.

Dan benar, setelah mereka tiba di kota Langsa, Fabian mengajak Vivin menghadiri jamuan

bisnis. Karena dia tahu Vivin membenci pertemuan formal seperti itu

Karena hanya Vivin wanita yang berada di sana, dia langsung menjadi pusat perhatian.

Mitra bisnis bergiliran bersulang dengannya, Sedangkan Fabian hanya diam. Bahkan

sudah tak terhitung berapa gelas yang dia tenggak untuk bersulang.

“Pak. Normando, saya baru tahu Anda punya sekretaris yang cantik! Seru Pak Hendra

sembari menatap Vivin dari atas sampai ujung kaki. Dia pemimpin redaksi perusahaan lain

yang berusia empat puluhan. Vivin menundukkan dengan canggung karena tidak tahu

harus berbuat apa. Dia selalu merasa tidak nyaman berda di pertemuan seperti itu.

“Ambil saja, jika Anda suka,” jawab Fabian dengan tawa ringan, bahkan tanpa menjelaskan

bahwa Vivin sebenarnya bukan sekretarisnya.

Mendengar itu, seketika Vivin mendongak kaget dan menatap Fabian. Dia tidak percaya

dia akan menghinanya terang-terangan di depan sekumpulan orang asing itu.

“Anda pasti bercanda, Pak Normando!” Pak Hendra tertawa terbahak-bahak.

“Saya serius. Anda bisa membawanya jika Anda mau. Anggap saja ini sebagai tanda

penghargaan dari perusahaan kami!” ulang Fabian.

Wajah Vivin memanas dan merah karena alkohol yang bercampur dengan rasa malu. Dia

tidak percaya Fabian yang sekarang adalah pemuda yang dulu dia cintai.

Fabian dulunya pemalu yang akan menghindar dari orang asing. Tapi dia banyak berubah

setelah dua tahun.

Vivin bahkan bertanya-tanya apakah Fabian yang dulu dia kenal itu asli atau tidak.

Fabian menatapnya dari sudut matanya dan memiringkan kepalanya. “Apa yang kau

tunggu? Tuangkan Pak Hendra minum!”

Tangannya gemetar saat melihat Pak Hendra tersenyum menyeramkan padanya. Dia

benar- benar jijik tapi dia tetap menuruti kata Fabian.

“Pak. Hendra, untuk kesuksesan kerjasama kita,” kata Vivin dingin. Dengan senyuman

terpaksa, dia mencuri pandang padanya saat menyerahkan segelas anggur.

Namun alih-alih mengambil gelas darinya, Pak Hendra meraih dan mengusapkan jari

kasarnya. ke tangan Vivin. “Ayolah, nona muda, kau tidak harus sesopan ini. Kita pasti bisa

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

bekerja sama lagi nantinya!” Pak Hendra menyeringai cabul saat dia menekankan kata-

katanya, memastikan dia pahan apa yang sebenarnya dia maksud.

2/3

Vivin berusaha untuk menarik tangannya tetapi Pak Hendra menolak untuk

melepaskannya.

Di sampingnya Fabian terlihat mencengkeram erat gelasnya melihat Pak Hendra

melecehkan Vivin. Kemarahan mencekik dadanya, seketika membuatnya berdiri.

“Pak Hendra! Untuk kerjasama kita!” Fabian angkat bicara.

Pak Hendra akhirnya terpaksa melepaskan Vivin dan bersulang dengan Fabian. Menyadari

kesempatannya meloloskan diri, Vivin bergegas pergi ke kamar mandi.

Namun dia merasa mual saat berpegangan pada dinding dan berjalan perlahan menuju

kamar mandi. Aku pasti mabuk.

Sesampainya di kamar mandi, dia bergegas menyalakan keran di wastafel dan mencuci

wajahnya. Perutnya melilit dan kepalanya sakit berdenyut-denyut.

Sialan!

Vivin benar-benar tidak tahu maksud perilaku Fabian. Dia tahu Fabian membencinya

selama ini. Tapi kenapa dia tiba-tiba meluapkan semua amarah padanya.

Vivin memijat pelipisnya, berharap itu akan membuatnya merasa lebih baik.

Dia sangat membenci pertemuan hari ini. Semua benar-benar diluar dugaannya, Fabian

jauh lebih menjengkelkan, sedangkan Pak Hendra memandanginya seperti pria cabul.

Vivin punya firasat buruk begitu dia keluar dari kamar mandi, jadi dia mengirim pesan ke

Fabian, yang isinya dia akan kembali ke hotel lebih dulu.

Namun ketika hendak berbelok, terdengar suara tidak asing dari belakangnya. Itu Pak

Hendra.

“Nona, kenapa lama sekali? Aku menunggumu!”

Dia berbalik dengan gugup dan melihat Pak Hendra bersandar di dinding. Dia pasti

menunggunya selama ini.