Bab 666
Linda berdiri. mundur perlahan–lahan, wajahnya menunjukkan senyum mcncibir: “Dia adalah milik
kalian, nikmatilah baik–baiki”
“Terima kasih, Bos!”
Beberapa orang hitam itu melepaskan ikat pinggangnya, sambil mendekati Tracy dengan cabul.
“Jangan...” Tracy menggelengkan kepalanya karena panik. Ingin kabur, tapi baru saja bangun, gaun
pegantinnya sudah diinjak orang, ia dickan ke lantai.
“Lepaskan aku, lepaskan aku!!!” Tracy berusaha sekuat tenaga.
Kedua orang hitam itu dengan kasar menyolck gaun pengantinnya, berlian yang berharga jatuh ke
tanah. Sehelai demi schelai, kerah gaun putih itu dicabik–cabik, terbang bersama angin...
“Jangan sentuh nonaku
Bibi Juni ingin datang menyelamatkan Tracy, tetapi malah diinjak.
Ada sambaran petir, kilat dan guntur, ditambah angin dan hujan.
Beberapa orang hitam itu menghentikan aksinya, seperti ada sebuah perasaan tidak enak.
“Kenapa bengong? Lanjutkan.” Linda memerintah dengan marah.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtBeberapa orang hitam itu mendengarnya, terpaksa melanjutkan kekerasannya pada Tracy...
“Jangan, jangan..
Tracy berjuang sekeras mungkin, Ictapi tetap tidak mampu melepaskan diri dari bajingan bajingan ini.
Salah scorang pria merobek gaunnya, dan hendak menyerangnya. Di saat ini, dari jarak yang tidak
jauh, terdengar bunyi sirene, Henky dengan panik berteriak dari kejauhan: “Polisi datang, polisi
datang!”
Beberapa orang hitam itu buru–buru pergi,
“Anggap saja kamu sudah pergi jauh..” Linda menginjak kepala Tracy, tersenyum mencibir, “Namun,
saat ini apa bedanya kamu dengan orang mati? Daniel mengkhianatimu, anak–anak memanggil wanita
lain dengan sebutan Maini. Meskipun tidak mati, kamu sudah tidak berguna, lebih baik aku bantu
saja!!”
Setelah bicara, Linda memberikan isyarat.
Seorang pengawal berkulit hitam membawa pergi kotak perak di pelukan Bibi Juni dan menyerahkan
pada Linda.
“Kalian mau apa? Kembalikan kotak itu padaku.”
Bibi Juni ingin mengambil kembali kotak itu, malah ditendang sekali lagi.
Terdengar suara yang keras, “Dor“, kepala Bibi Juni jatuh begitu saja ke tanah, darahnya terus
mengalir...
“Bibi Juni, Bibi Juni...” Tracy menangis dengan cemas, dia mengulurkan tangannya kepada Bibi Juni.
“Apa ini obat penawar yang terakhir?”
Linda membuka kotak peraknya, mengeluarkan satu–satunya botol obat penawar itu, memainkannya
di telapak tangannya, tertawa terbahak–bahak...
“Kabarnya ini adalah ‘Air mata merah‘ beracun yang ditcliti di malam hari. Jika ada satu botol yang
tidak diminum, maka obat–obat yang sebelumnya akan sia–sia.”
“Jangan...” Bibi Juni ke arahnya memeluk kaki Linda, mcriangis dan memohon, “Aku mohon
kembalikan obat penawar itu padaku. Aku mohon...”
“Hahaha..” Linda tertawa menghadap ke langit. ‘Tiba–tiba, dia melepas genggamannya.
Terdengar sebuah suara pecahan, botol obat penawarnya jatuh ke tanah dan pecah. Cairan transparan
di botol itu mengalir di tanah dan akan segera menyatu dengan air hujan...
“Jangan, jangan..
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmBibi Juni ingin mengambil obat penawarnya, tetapi usahanya sia–sia.
Tracy menundukkan kepalanya, putus asa.
“Kamu sungguh lulus, ya!” Linda mengambil pistol di tangannya, mengarahkan ke Bibi Juni, “Kalau
begitu, aku penuhi keinginanmu!”
“Jangan...” Tracy menggeleng panik, “Linda, jika mau bunuh, bunuh saja aku. Jangan sentuh dia...”
“Dor!” Terdengar sebuah bunyi pistol, memotong ucapan Tracy. Tracy terkejut, dia terpaku dan
terbengong di sana.. Di wajahnya, di matanya, semuanya darah Bibi Juni.
“Tracy, aku memberimu kesempatan hidup, ingat untuk berterima kasih padaku! Hahaha...”
Linda tertawa gembira, berbalik dan pergi...
“Bibi Juni...” Tracy bangkit dari tanah, memeluk Bibi Juni dengan genctar, menangis dan berkata, “Bibi
Juni, bangun. Jangan menakutiku...
“Astaga.” Di saat ini, Henky datang, melihat keadaan di depan matanya, dia kaget, “Kenapa bisa
begini?”
“Panggil ambulans, panggil ambulans
Tracy menangis dengan amat sangat memilukan.
Henky buru–buru mengambil ponselnya dan inenclcpon, bicara beberapa kalimat, lalu berkata pada
Tracy, “Ambulans akan segera datang. Jangan takut, polisi sedang mengejar orang–orang jabat itu.
Aku pergi panggilkan dokter...”