Bab 989
Wajah Anita tiba–tiba menegang, dan teringat bahwa Raditya pernah mengatakan kalau dia memiliki urusan
penting yang harus segera dia tangani. Mungkinkah urusan itu ada kaitannya dengan kematian ayahnya?
Dia tidak langsung menanyakan hal itu pada Starla, tetapi terus mendengarkan penuturannya dengan perasaan
tegang.
“Sekarang, orang yang secara sadis membunuh ayahnya telah menculik seorang anggota penting dari tim
penelitian kami. Saya dan pamannya sudah berusaha sekuat tenaga untuk menghentikannya bergabung dalam
misi ini tetapi dia tetap bersikeras untuk pergi. Kami semua tahu dia akan mengejar laki–laki itu dengan niat
membalas dendam. Ini membuat misi kali ini menjadi sangat berbeda dari misi yang dijalankan sebelumnya.
Sangat mungkin dia akan bertindak tanpa terkendali dan membunuh laki–laki itu.”
Pikiran Anita mendadak kosong mendengarnya. Dia tidak bisa menahan rasa khawatir dan takut di dalam
benaknya. Tidak! Saya tidak ingin kehilangan dirinya! Saya tidak ingin kehilangan dirinya sama sekali sepanjang
hidup saya.
“Saya tidak ingin kehilangan dia.” Dia hanya bisa mengatakan hal itu dengan suara terisak sambil menatap Starla
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtdalam–dalam. “Saya mencintainya dan ingin bersamanya selama–lamanya.”
Sementara itu, Starla menatap Anita dengan raut wajah yang menyentuh dan meraih tangan Anita. Lalu, Starla
melepas gelang giok putih dari pergelangan tangannya dan meletakkannya di tangan Anita. “Saya sudah
menganggapmu sebagai menantu, Anita. Kita harus mencari cara untuk meyakinkannya bahwa dia harus pulang
dengan selamat. Kita bisa mengizinkan dia bergabung dalam misi itu karena kalau tidak dia akan menyesal
sepanjang hidupnya jika kehilangan kesempatan ini. Hanya saja kita harus memastikan bahwa dia masih
berkeinginan untuk tetap hidup dan kembali dengan selamat, tak kurang apapun. Kita harus memastikan dia tetap
berkepala dingin saat mengejar laki–laki itu.”
Anita langsung mengerti maksud Starla dan segera menganggukkan kepala sambil mengerucutkan bibirnya.
“Nyonya Hernadar, saya mengerti apa maksudmu. Saya pasti akan memastikan Raditya kembali dengan selamat.
Jangan khawatir.”
Saat itu, Starla menghela napas dan mengangguk dengan mata merah. “Tentu. Anita, tolong jangan biarkan
Raditya tahu kalau saya menyampaikan semua ini padamu karena dia pasti tidak ingin kamu khawatir.”
“Baiklah. Saya akan berpura–pura tidak tahu.” Anita mengerti maksud Starla.
“Sekarang kembalilah ke bawah dan silakan menikmati makan malam dengannya.” Starla juga masih harus
mengurus hal lain.
“Nyonya Hernadar, ini… Saya tidak bisa menerima ini.” Anita memegang gelang giok putih lalu berdiri hendak
mengembalikannya pada Starla.
“Gelang itu diwariskan dari generasi nenek saya dan terus diturunkan ke setiap menantu perempuan. Kamu masili
muda untuk memakai gelang itu, tetapi kamu bisa menyimpannya dengan aman dan memberikannya ke generasi
berikutnya.”
Anita menunduk dan menatap gelang giok putih itu. Jelas gelang ini tidak ternilai harganya dan dia merasa itu
adalah hadiah yang terlalu berharga.
Dengan begitu, dia pun senang menerima gelang itu agar dapat menyampaikan harapan baik dan mewariskannya
ke putri atau menantu perempuannya di kemudian hari.
“Tentu, Nyonya Hernadar. Saya pasti akan menjaga gelang ini.”
Starla sangat menyukai Anita karena kepribadian dan penampilan Anita telah memenuhi ekspektasinya terhadap
menantunya. Sepertinya ada kekuatan yang kuat di dalam diri Anita.
Saat turun dari lantai dua, suasana hati Anita sedang muram. Dia berdiri di balkon lantai dua dan melihat Raditya
sedang duduk sendiri di bawah. Punggungnya yang tegap cukup mengesankan, terasa ada aura dingin yang
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmengelilinginya yang membuat orang lain takut untuk mendekatinya. Saat itu, pemandangan itu membuat Anita
sedih dan dengan cepat mengangkat bagian bawah gaunnya dan berjalan ke arahnya. Begitu sampai di dekatnya,
dia melingkarkan lengannya pada leher Raditya.
Anita tidak peduli dengan sekitar saat mengecup pipinya.
Raditya tertegun sejenak sebelum meraih dan menggenggam tangan Anita. Kemudian, dia menariknya untuk
duduk di sampingnya. “Kamu habis bertemu dengan ibu saya?”
“Iya.”
“Apa yang dia katakan padamu?”
“Hanya mengobrol. Lihat, dia memberi gelang ini.” Anita menunjukkan gelang giok di pergelangan tangannya. “Dia
sangat menyukai saya dan sudah menganggap saya sebagai menantunya.”
Raditya memusatkan tatapannya pada mata Anita, dan Anita bisa merasakan dengan jelas dia semakin menekan
karena memegang tangannya dengan begitu kuat.
Anita mengerti perasaan Raditya. Bagaimanapun juga, pasti ada satu atau dua hal yang ingin digapai seseorang
sepanjang hidupnya. Cintanya pada ayahnya menjadi alasan kenapa dia menolak untuk membiarkan pembunuh itu
lepas. Sedangkan untuk Anita, dia ditakdirkan untuk jatuh cinta padanya selamanya.
“Apakah ibu mengatakan sesuatu yang lain?” Raditya terus menunduk dan sepertinya dia tidak berani menatap
mata Anita.
“Tidak, tidak ada. Memangnya ada apa?” Anita sengaja balik bertanya padanya sambil menatapnya dengan
matanya yang jernih dan indah.