We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bab 674
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 674

Tasya sedang memegang secangkir kopi. Dia baru saja selesai mempelajari jadwal terbarunya dan hendak pergi

untuk beristirahat.

Saat itu, telepon kantornya berdering, dan dia mengangkatnya. “Halo? Dengan siapa ini?”

“Halo, apakah ini Bu Tasya? Nama saya Gina Ranendra. Saya manajer Katara Winata. Saya minta maaf karena

sudah mengganggu Anda, Bu Tasya, tapi ada yang ingin saya klarifikasi. Popularitas dan reputasi artis kami bagus,

jadi saya ingin tahu alasan sebenarnya dari sisi mana artis kami tidak memenuhi standar perusahaan Anda. Kami

akan mencarikan jalan keluar untuk masalah ini secepatnya.”

Tasya memicingkan mata indahnya saat dia mendengar kalimat itu. “Anda mungkin harus mencari tahu apa yang

dilakukan artis Anda di lorong di hari konferensi pers. Beritahu dia, kalau dia melakukan hal seperti itu lagi, dia tidak

akan lagi ada di dunia industri hiburan.”

Setelah berkata seperti itu, dia langsung membanting telepon.

“Apa kamu membuat Bu Tasya marah saat konferensi pers?” tanya Gina setelah menutup telepon pada Katara,

yang sedang duduk di sofa yang ada di hadapannya.

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

“M–memangnya apa yang saya lakukan?”

“Lebih baik kamu beritahu saya yang sebenarnya,” ujar Gina geram.

Katara perlahan menggerakkan bibirnya saat menyadari betapa seriusnya masalah ini dan segera

menjelaskan, “Saya melihat Elan sedang menjawab telepon di lorong waktu itu. Saya hanya ingin membuatnya

terkesan agar dia bisa mengingat saya…“.

“Apa?! Beraninya kamu menggoda Elan! Istrinya ada di konferensi pers itu! Apa kamu punya otak?!” bentak Gina

marah.

“S–sekarang saya sadar kalau saya salah.”

“Apa kamu tahu yang Tasya katakan pada saya? Dia mengancam akan membuangmu dari industri hiburan kalau

hal ini terulang lagi!” bentak Gina, “Dari semua orang yang ada, kamu membuat istri Elan Prapanca marah? Bisa–

bisa kamu jadi debu kalau dia sampai mengatakan ini!”

“A–apakah dia benar–benar sangat berkuasa?” tanya Katara ingin tahu. Dia tampak sedikit tidak yakin.

“Dengan statusnya sebagai Bu Elan, dia bisa saja membuatmu musnah dalam sekejap. Lupakan tentang

kompensasinya. Apa kamu mengerti? Lain kali kalau kamu bertemu dengannya, menyingkirlah,” bentak Gina.

Meskipun Tasya sudah bekerja cukup lama di Jewelia, dirinya masih penuh dengan rasa antusias. Setelah

beristirahat sejenak, dia kembali menyusun jadwal lainnya. Dia adalah anggota tim desain perusahaan untuk desain

perhiasan. Itu berarti dia juga bisa membuat keputusan akhir dengan pertimbangan yang matang, pengetahuan,

dan penuh keyakinan.

Saat itu, terdengar sebuah ketukan di pintu dan Mason masuk setelah membuka pintu. “Bu Tasya, apakah saat ini

Anda ada waktu?”

“Panggil saya Tasya!” ujarnya sambi! tersenyum, karena dia memperlakukan Mason dengan berbeda di sini.

“Tidak, saya akan memanggil Anda dengan Bu Tasya ketika kita ada di kantor! Kita bisa lupakan formalitas ini kalau

tidak sedang bekerja,” tegas Mason. Lalu, dia duduk di kursi yang ada di seberang Tasya dan bertanya, “Saya ingin

tahu apakah perwakilan perusahaan sudah ditentukan. Kalau belum, saya ingin merekomendasikan adik

perempuan saya, Kirana.”

Tasya juga sudah menebak kalau Mason datang untuk Kirana. Setelah memikirkannya sejenak, dia berkata,

“Mason, kamu selalu baik pada saya. Kalau kamu benar–benar ingin merekomendasikan adik perempuanmų saya

bisa memberinya kesempatan.”

Mason hampir tidak pernah meminta bantuannya, dan Tasya tahu itu. Makanya, saat ini dia tidak berencana untuk

menolak Mason.

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

“Karirnya sebagai model belum pernah benar–benar berhasil, jadi saya harap dia bisa membangun reputasinya

dalam hal lain.” Ujar Mason yang mengkhawatirkan masa depan adiknya.

“Baiklah. Saya akan beritahu penanggung jawab acara untuk mengizinkan Kirana mempromosikan merek kita.”

Jawab Tasya tegas.

“Terima kasih, Bu Tasya.” setelah mendengar perkataan Tasya, Mason menghela napas lega. Memang, Kirana

selalu membuatnya sangat tertekan.

“Sama–sama. Kamu jarang meminta bantuan saya. Tentu saja saya harus mengabulkannya.” ujar Tasya sambil

tersenyum.

Setelah Mason pergi, Tasya menghubungi departemen yang bersangkutan dan meminta mereka

mempersiapkannya. Selama Mason yang memintanya, Tasya mau membantu Kirana.

Pukul 15:00, ada ketukan di pintu ruangan Tasya lagi dan dia berkata, “Masuk.”

Awalnya, dia mengira itu adalah asistennya, Maya, yang datang membawa dokumen. Tapi ternyata seorang laki–

laki bertubuh tinggi nan menawan yang masuk dengan santainya.

Laki–laki itu melangkah perlahan sambil tersenyum dengan salah satu tangannya ada di dalam saku celananya.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” Tasya berdiri dan menyapanya.

Laki–laki itu melingkarkan lengannya dan memeluk Tasya lalu menundukkan kepala dan mengecup bibir merah

Tasya. “Saya di sini untuk bertemu istri saya.”

Saat Tasya sadar kalau jendela kantornya masih terbuka, seketika wajahnya memerah. “Tirainya masih terbuka!“