Ruang Untukmu Bab 282
Leave a Comment / In Love With My Evil Stepbrother By sparklytwinkle / By Admin 01
Ruang Untukmu @ 7, 10%* 5 mutiara Bab 282 Sambil duduk di kursinya, Tasya melihat sekelilingnya dan menyadari
ada sekelompok tamu, yang saling berbisik dengan laki-laki di depan mereka.
Sudah jelas kalau laki-laki itu adalah Elan.
Dia terlihat elegan dan mempesona dalam setelan berwarna hitam dan sosoknya itu terlihat sopan.
Malam itu, dia tampil lebih sederhana tapi tetap menawan.
Tidak peduli sisi mana dari diri Elan yang ditampilkan, Elan tetap terlihat menawan.
Tatapan mata Tasya terpaku pada Elan saat dia sedang memikirkannya, dan seolah Elan merasakan tatapan Tasya, mata
Elan pun menatap Tasya dari kejauhan.
Dia tampak kecewa karena Tasya mengganti tempat duduknya.
Saat mereka saling bertatapan, jantung Tasya berdegup kencang.
Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan, jadi dia meraih cangkir tehnya dan berpura-pura sedang minum teh.
Sedangkan Helen, melihat semuanya dari kejauhan.
Sejak Elan masuk ke aula pesta, tatapannya terpaku pada Elan.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtDia memperhatikan bagaimana Elan menyapa para tamu, termasuk saat dia sedang menggoda Tasya.
Di saat yang bersamaan, sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti di samping air mancur yang ada di luar
gedung.
Saat pintu mobil dibuka, sepasang kaki yang jenjang terlihat melangkah keluar dari dalam mobil, diikuti dengan
seorang perempuan yang mengenakan gaun berwarna silver.
Cahaya lampu menyinari perempuan berusia dua puluh lima tahun itu, memperlihatkan riasannya yang menawan
dan sepasang mata indahnya.
Dia melangkah dan mendekati seorang laki-laki tua yang keluar dari pintu mobil di sisi lainnya, lalu menggandeng
lengannya.
"Mari masuk." Laki-laki tua itu menatapnya dan mereka berjalan beriringan menaiki tangga.
Elan, yang melihat kedatangan mereka, sedang menunggu di pintu masuk.
"Halo, Lukas.
Saya senang Anda bisa datang.
Mari masuk!" Sapa Elan pada laki-laki tua itu dengan sopan.
Lukas adalah salah satu teman dekat Ayahnya ketika beliau masih hidup.
“Halo, Elan! Sudah lama kita tidak bertemu!" Lukas menepuk pundak Elan.
Saat itu, suara perempuan muda terdengar.
"Ayah, kenalkan aku juga." Senyum Lukas seketika menegang saat mendengarnya, tapi dia segera berkata, "Elan,
ini anak perempuanku, Alanna." Itu membuat Elan terkejut.
Meskipun dia tahu kalau Lukas memiliki anak laki-laki, ini pertama kalinya dia tahu kalau Lukas ternyata juga punya
anak perempuan.
"Halo, Nona Alanna."
"Hai, Pak Elan.
Saya Alanna," ujar Alanna sambil tersenyum.
"Alanna, kamu masuk dulu saja.
Ayah mau berbicara sebentar dengan Elan," ujar Lukas pada Alanna.
"Baiklah, A ab Alanna sambil tersenyum, Lukas meraih tangan Elan dan menatapnya dengan penuh arti.
"Elan, Alanna adalah anakku di luar pernikahan.
Aku sendiri juga baru tahu.
Tolong, jaga dia nanti." Elan mengerti maksud perkataan Lukas dan menganggukkan kepalanya.
"Tentu saja." Setelah semua tamu sudah datang, makan malam pun disiapkan.
Tasya melihat Elan sudah kembali di tempat duduknya, dan Nando juga ada disana.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmBahkan Nando tadi sempat menemuinya dan menyapanya.
Malam itu, semua menu makan malam disajikan di meja.
Masing-masing menu memiliki makna mendalam.
Bahan-bahan yang digunakan juga bahan-bahan yang masih segar, menggugah selera, dan disukai semua orang.
Tasya menyuapi Jodi dan Frans juga membantunya, sedangkan Elsa terus menatap Elan, berharap ada sesuatu yang
terjadi.
Helen juga melihatnya dan dia diam-diam mencemooh Elsa dalam hatinya.
Apa dia juga suka pada Elan? Saat Tasya sedang sibuk makan malam, sebuah suara laki-laki terdengar di belakangnya.
"Pak Fran, mari kita bersulang." Tasya tidak menoleh ke arah suara itu, tapi dia sudah tahu siapa yang sedang berbicara.
Apalagi, tangan besar laki-laki itu memegang pundaknya, perlahan mengusap pundaknya, dan itu membuat jantungnya
berdegup.
Tapi semua orang yang ada di meja tidak melihatnya, karena mereka sibuk bersulang dengan Elan.
Tasya pun ikut berdiri untuk bersulang, tapi tangan Elan tidak pernah lepas dari punggungnya.
Tasya bahkan terlalu malu hanya untuk menatapnya.
"Halo Tuan dan Nyonya, maaf saya tidak begitu pandai dalam menyapa tamu," ujarnya dengan sopan dalam suaranya
yang berat dan serak.
“Tidak masalah." Semua orang di meja itu adalah teman dari anggota tertua dari keluarga Prapanca.
Melihat anggota keluarga muda ini, mereka menyapanya dengan sopan dan penuh hormat.