Bab 1093 Hadiah Terpenting
Raisa menatap hadiah di meja, tak tahu harus mulai dari mana. Saat dia mendengar langkah kaki dari arah tangga,
dia mengangkat kepalanya dan melihat Rendra memakai pakaian kasual- sebuah sweter berwarna gelap dan
celana berwarna krem. Pakaian itu membuatnya tampak lembut, tapi tetap terlihat sosoknya yang tegas.
Raisa menunggu Rendra untuk duduk di sampingnya. Lalu Raisa menghela napas. “Kapan kamu menyiapkan
hadiah sebanyak ini? Saya hanya butuh satu hadiah darimu!”
1
Rendra meraih satu hadiah dan memberikannya pada Raisa. “Buka dan lihat isinya.”
Raisa tertarik dengan kemasan kado berwarna biru pastel itu. Itu adalah warna kesukaannya. Rendra pasti hafal
kesukaan Raisa di luar kepala. Lalu, saat Raisa membuka hadiah itu, dia melihat sebuah tas dengan manik–manik
biru pastel. Meskipun tidak ada logo merek di tas itu, jelas itu adalah tas khusus buatan tangan.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Indahnya. Saya suka.” Raisa memegangnya dan mengamatinya di bawah cahaya lampu.
Rendra mengeluarkan sebuah kotak cincin dari sakunya dan memberikannya pada Raisa. “Buka yang ini.”
Napas Raisa tercekat. Apa dia memberi saya sebuah cincin?
Rendra meletakkannya di telapak tangan Raisa, dan Raisa menggigit bibirnya saat membukanya. Sebuah cincin
berlian dengan desain sederhana nan elegan ada di kotak itu. Cincinnya terlihat unik tapi juga bergaya. Belum
sempat Raisa bereaksi, Rendra mengambil cincin itu dan memasangkannya ke jari tengah di tangan kanan Raisa.
Ukurannya pas, membuat Raisa terhenyak. Bagaimana bisa Rendra tahu ukuran jarinya?
Saat itu, Rendra mengeluarkan cincin lain dari sakunya dan memakainya di jari tengah di tangan kirinya. Meskipun
ukuran cincin itu berbeda, dari kemiripannya saja sudah jelas kalau itu adalah cincin pasangan.
Itu memang cincin untuk pasangan. Saat menyadari hal itu, wajah Raisa makin merona. Dia tidak menyangka kalau
hubungan mereka sudah ada di tahap ini.
“Apa kamu sendiri yang memilih cincinnya?” tanya Raisa malu–malu.
“Iya.” ujar Rendra sambil menganggukkan kepalanya. Itu adalah hadiah terpenting baginya, sebuah janji untuk
mengikat hubungan mereka bersama agar tidak ada yang memisahkan mereka lagi.
“Jangan lepas cincinnya tanpa seizin saya,” ujar Rendra lirih.
Raisa mengangguk. “Baiklah.”
Hadiah yang lain adalah beberapa kebutuhan yang mungkin Raisa butuhkan, tapi dia sudah menerima hadiah
terpenting di antara semua, yaitu hati Rendra.
Saat itu sudah pukul 11.30 malam, dan Raisa tak bisa menahan kantuknya. Dia mengalami banyak kejutan hari ini
dan itu membuatnya kelelahan.
“Ayo tidur!” Rendra pasti melihat betapa lelahnya Raisa dan mengajaknya naik ke lantai atas. Lagi- lagi Raisa
menggigit bibirnya, bertanya–tanya dengan jantung yang berdegup kencang apakah Rendra akan membiarkannya
tidur di kamar Rendra atau di kamarnya sendiri.
Saat mereka tiba di kamar Raisa, Raisa berhenti dan melepaskan genggaman tangan Rendra. “Selamat malam.”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmRendra terdiam dan menatapnya. Tatapannya tampak muram saat dia menghela napas dengan lirih. “Selamat
malam.”
Saat Raisa berbalik dan membuka pintu, Rendra bertanya, “Apa kamu akan kedinginan kalau tidur sendirian?”
Seketika Raisa langsung mengerti. Dia menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Tidak. Saya punya pendingin
udara.”
Rendra tertawa terbahak–bahak. “Apakah itu sehangat saya?”
Raisa membatin dalam hatinya. Itu jelas lebih aman dari Rendra, pasti.
“Om, kalau kamu begitu hangat, sepertinya kamu sedang demam. Untuk berjaga–jaga, saya rasa lebih baik kalau
kita tidak tidur bersama.” Raisa tidak bodoh. Apa lagi, dia baru saja berumur 24 tahun, dan bukan berarti dia tidak
mengerti seperti apa hubungan romantis itu.
Wajah Rendra tampak sedikit merona dan dia terbatuk lirih. “Kamu sangat pengertian. Bagaimana kalau kamu cari
cara untuk membantu?”
Raisa tidak tahu bagaimana harus menjawabnya, jadi dia langsung membuka pintu dan menyelinap masuk dari
celah pintu sebelum mengintip keluar. “Yah, saya tidak membantumu. Selamat malam!”
Rendra menatapnya dengan raut wajah sedih tapi dia tidak mempermasalahkan hal ini. “Selamat
malam.”