Menantu Dewa Obat
Bab 986
Nara tampak kesal sekali. Yang paling dia benci adalah pria urakan yang mengucapkan kata kata urakan seperti itu.
“Tolong minggir!”
Nara berkata dengan dingin.
Ekspresi pria itu agak berubah sedikit kemudian dia langsung tersenyum, “Cantik, kau mau aku minggir kemana?”
“Kau tahu tidak? Aku tidak punya rumah!”
“Karena tempat yang tiada dirimu tidak bisa disebut dengan rumah!”
Beberapa pemuda itu langsung bersiul lagi dan para gadis-gadis makin menjerit dengan rusuh.
Nara mundur selangkah lalu berteriak dengan lantang, “Pak satpam, pak satpam…”
Ekspresi pria itu langsung berubah, “Wehh, apa yang kau lakukan?”
“Aku hanya bercanda saja denganmu, apa perlu sampai seperti itu?”
“Cantik, aku rasa kita sangat berjodoh jadi aku hanya ingin menambahkan WeChatmu…”
Nara langsung berkata, “Enyahlah!”
Ekspresi pria itu langsung tampak dingin, dan tidak berpura- pula lagi. Wajahnya langsung berubah menjadi
beringas, “Dasar jalang, kau benar benar belagu, yah!”
“Aku mau meminta WeChatmu, itu karena aku menghargaimu. Belagu apa kau?”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Masih berani manggil pak satpam pula? Percaya tidak kalau aku bisa memanggil ratusan orang untuk menyapu
bersih rumah sakit ini?!”
Dan bersamaan dengan ini, seorang satpam datang. “Hei, apa yang sedang kalian lakukan?”
“Disini rumah sakit…”
Pemuda itu langsung menendang dadanya, “Persetan, memangnya kau punya hak untuk berbicara disini? Enyah
kau dari sini!”
Setelah itu dia mengarahkan telunjuknya ke Nara, “Heh jalang, kau mau bersikap belagu, kan?”
“Oke, hari ini aku akan membuatmu menyesalinya!”
“Ayo, seret dia ke dalam mobil!”
Setelah mengatakan itu lalu si pemuda mengulurkan tangannya dan mengambil kunci mobil itu dari tangan Nara.
Beberapa pemuda lainnya juga ikut mengepungnya, sepertinya mereka juga hendak mendorong Nara masuk ke
dalam mobil.
Pada saat ini beberapa satpam itu langsung berlari menghampiri, “Kalian mau apa?”
“Di sini rumah sakit. Siapa yang menyuruh kalian membuat masalah disini?”
Pada saat itu barulah para pemuda agak menahan diri kemudian pemuda yang tadi berbicara itu memelototi si
ketua satpamnya, “Brengsek, ini bukan urusan kalian, enyahlah!”
Salah seorang pemuda yang ada di sebelahnya juga berkata dengan dingin, “Ini adalah kak Agus kita. Apa kau tahu
siapa kak Agus?”
“Beraninya ikut campur urusan kak Agus kami, apa kalian sudah bosan hidup?”
“Kalian hanya bekerja dengan orang, untuk apa bekerja dengan begitu giat?”
Ucapan beberapa pemuda itu penuh dengan penghinaan seolah-olah mereka benar – benar menyepelekan
pekerjaan sebagai satpam ini.
Sang ketua satpam mengerutkan keningnya dan berkata dengan dingin, “Jangan banyak bacot!”
“Disini rumah sakit. Tidak ada yang boleh membuat masalah disini!”
“Apa kalian ingin aku memanggil polisi?”
Kak Agus, sang pemimpin kelompok itu langsung memelototi ketua satpamnya dan berkata dengan dingin,
“Brengsek, kau cukup hebat! Aku akan ingat dirimu!”
“Sial, awas saja kau!”
Setelah mengatakan itu lalu dia melemparkan kunci mobil Nara ke tempat sampah yang ada di sampingnya dan
pergi dengan beberapa orang itu.
Wajah Nara memerah karena marah. Dia sama sekali belum pernah melihat bajingan seperti itu.
Beberapa petugas satpam itu juga merasa kesal tetapi pada akhirnya mereka juga tidak berani mengatakan apa-
apa karena bagaimanapun juga mereka hanya bekerja dengan orang lain
saja.
—
Namun, para pemuda yang belum berjalan terlalu jauh itu tiba tiba bertemu dengan seorang pria yang berjalan
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmenghampiri mereka.
Pria ini adalah Reva. Barusan dia telah memperhatikan semua yang terjadi di tempat tadi dari lantai atas jadi dia
segera berlari turun.
Selanjutnya dia langsung mengulurkan tangannya dan menjambak rambut Agus, si pemimpin kelompok itu
kemudian langsung menampar wajahnya.
Agus yang merasa sakit kemudian mengulurkan tangannya untuk melawan namun Reva sudah langsung meninju
dadanya lagi dan tubuhnya langsung meringkuk seperti udang.
“Jahanam, beraninya kau menghajar kak Agus!”
Salah seorang pemuda memaki dengan marah lalu hendak menendang Reva.
Reva langsung menendang dadanya hingga dia mental ke belakang.
Pemuda itu mental jauh seperti terbang kemudian terjatuh di lantai. Untuk sementara dia tidak bisa bangun lagi
karena beberapa tulang rusuknya patah.
Pemuda lain yang melihatnya menjadi agak terkejut.
Agus menggertakkan giginya dan meraung, “Habisi dia!”
Beberapa pemuda itu saling menatap lalu salah satu dari mereka tiba lipat dari sakunya dan menerjang ke arah
Reva dengan sambil meraung.
–
tiba mengeluarkan pisau
Ekspresi Reva menjadi dingin. Dia langsung meninju wajah pemuda itu dengan punggung tangannya.