Menantu Dewa Obat
Bab 638
Tidak lama kemudian, dua porsi kwetiaw dihidangkan.
Devi melihat semangkuk besar kwetiaw goreng itu dan tampak sedikit bingung.
Sejak kecil dia selalu makan makanan yang mewah dan sangat baik. Dia tidak pernah makan makanan kasar
seperti ini.
Reva memakannya dengan hati senang.
Devi sangat marah tetapi dia juga tidak bisa mengatakan apa – apa. Barusan dia sudah membual bahwa dia bisa
makan apa saja.
Dia mengambil garpunya dan memaksa untuk memakan dua suap. Devi tidak mampu memakannya lagi. Dia
melihat ke sekitarnya dengan bosan.
Tiba – tiba dia melihat seorang lelaki kurus yang berkulit gelap seolah – olah sudah lama tidak mandi dan diam –
diam berdiri di depan pintu toko.
Pria itu melihat ke sekeliling toko itu. Tampak seorang tamu di sampingnya bangkit kemudian pergi, lalu dia segera
menghampiri meja itu dan duduk dikursinya.
Mangkuk tamu itu diambil kemudian dia mengambil garpunya dan berpura – pura untuk makan. Sebenarnya sudah
tidak ada apa – apa lagi yang tersisa di mangkuk itu.
Devi merasa jijik. Bagaimana bisa ada orang yang mau memakan sisa makanan orang lain?
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtSaat itu, tampak ada beberapa orang lagi yang berada di depan pintu.
Melihat ini, pria itu langsung mengambil mangkuknya dan berjalan keluar.
Saat melewati orang – orang ini lalu dengan sengaja dia menabrak salah satu dari mereka.
Dengan keras, mangkuk di tangannya terjatuh ke lantai dan sup dari kwetiaw itu jadi tumpah dan membuat
lantainya berantakan.
Pria itu langsung marah. “Bagaimana cara kau berjalan?”
“Apa kau udak memperhatikan jalannya?””Kau sudah menabrak kwetiawku!”
“Kau harus mengganunya!”
Para tamu yang datang itu tampak bingung dan mengira bahwa mereka sudah salah sehingga dengan cepat dia
berkata, “Jangan marah dulu, bro.”
“Berapa harga semangkuk kwetiaw ini? aku akan membayanya.”
Dengan kencang pria itu berkata, “Punyaku ini ada tambah daging, harganya dua puluh dolar!”
Tamu itu tidak peduli. Dia mengeluarkan dua puluh dolar dan menyerahkannya kepada pria itu.
Via dטוויט
Pria itu mengambil uangnya dan pergi dengan hati gembira.
Devi tampak marah lalu dengan suara rendah berkata, “Reva, apa kau lihat?”
“Orang yang barusan itu sangat jalat sekali, menipu orang dengan mangkuk kosong!”
Reva meliriknya, “Kau makan saja kwetiawmu.”
“Jangan ikut campur masalah orang lain, oke?”
Devi merasa enggan, “Mengapa aku tidak boleh ikut campur?”
“Bia raku beritahu yah, kalau aku melihat ada yang tidak adil, aku pasti akan membela korbannya!”
“Orang ini terlalu jahat. Kalau aku melihatnya lagi nanti, aku pasti akan membongkar kejahatannya!”
“Aku tidak bisa seperti kalian, yang tidak mempedulikan masalah seperti itu. Aku tidak bisa melihat ada yang
berbuat tidak adil di depan mataku!”
Reva tersenyum dengan tak berdaya. Devi ini kadang – kadang memang terlalu antusias
a terseny
lema
an
Sebelum keduanya selesai makan, mereka melihat pria itu masuk lagi dengan seorang pria tua dipunggungnya.
“Bos, dua mangkuk kwetiaw.” Teriak pria itu.
Tidak lama kemudian, dua mangkuk kwetiaw dihidangkan dan pria itu menyerahkan dua puluh dolar tadi kemudian
makan bersama lelaki tua tersebut.
Devi bisa melihat dengan jelas bahwa dua puluh dolar tadi adalah uang yang dia dapatkan dari hasil nipunya
kepada seseorang tadi.
Devi sudah tidak tahan lagi. “Tidak bisa, aku harus membongkar kejahatannya.”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
Dengan suara rendah Reva berkata, “Sudahlah, kau jangan mengurusi hal – hal yang bukan urusanmu.”
Devi memelotounya, “Bagaimana bisa disebut bukan urusanku?”
“Ini namanya mencegah orang lain berbuat jahat!”
Setelah berbicara lalu Devi bangkit berdiri dan menghampir meja pria itu, “Hei, apa kau tidak merasa malu untuk
makan di sini?”
“Apa kau merasa nyaman untuk membelanjakan uang yang kau tipu dari orang lain?”
“Kau ini adalah seorang pria jantan yang tidak cacat tetapi mengapa kau harus menipu orang?”
“Apa kau tidak merasa malu!”
üsa
Pria itu tampak malu dan menjadi marah, “Siapa… siapa yang kau sebut dengan penipu?”
Pria tua di seberangnya juga tampak tercengang, “Ada… ada apa?”
“Nona, apa yang telah dilakukan oleh anakku?”
Devi melirik si lelaki tua itu dan berkata, “Kau tidak tahu, kan?”
“Putramu ini tadi menggunakan sisa mangkuk kosong orang lain untuk menipu uang orang dengan
menabrakkannya kepada orang lain.”
“Yah, uang dua puluh dolar yang kalian gunakan untuk makan tadi itu hasil dari tipuannya.”
“Pak tua, apa kau merasa nyaman dengan makan makanan seperti ini?”
Wajah lelaki tua itu langsung berubah. Dia menggebrak meja dan tampak gemetar karena marah, “Bagaimana bisa
kau melakukan hal seperti itu?”
“Sejak kecil aku selalu mengajarimu untuk tidak mencuri, tidak merampok dan juga tidak menipu. Bagai…
bagaimana kau bisa melakukan hal ini?”
“Nona, maaf, uang… uang ini akan aku kembalikan kepadamu. Aku akan membayarmu…”