Bab 777
Sekujur tubuhnya memancarkan aura yang hanya dimiliki seseorang dari latar belakang militer. Pada fitur
wajahnya yang tampan dan halus ada sepasang mata yang tampak seperti bintang. Sorot matanya tajam dan
menyimpan kekuatan yang bisa menerobos segalanya.
“Silakan ke arah sini, Tuan Laksamana. Kamar tamu ada di sebelah sini.” Pelayan menghampiri dan menyapanya
dengan sopan.
“Di mana tuan muda? Saya ingin bertemu dengannya.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Belakangan ini tuan muda sedang sibuk mempersiapkan pernikahan, dan juga sibuk malam ini. Saya akan
memberitahu untuk menemui tuan besok pagi.” jawab pelayan.
Raditya mengernyit. “Baiklah.”
Dia lalu menuju kamar tamu yang telah disiapkan, dan seorang pelayan langsung menyajikan makan malam. Dia
diminta untuk beristirahat malam ini, yang berarti tidak boleh berkeliaran keluar di malam hari.
Akan tetapi, Raditya bukanlah orang yang penurut sejak muda. Di tengah malam, sosoknya menghilang di balik
jendela seperti bayangan sekilas meskipun sebenarnya dia berada di lantai empat.
Raditya langsung menuju kamar utama di mana Arya berada. Dia pernah ke sini, dan cukup ingat dan mengenal
tempat ini. Dia melewati taman yang gelap dan akhirnya sampai di jendela yang masih diterangi lampu. Dia
menempelkan tubuhnya ke dinding dekat jendela dan dengan cepat memanjatnya.
Di kamar utama, sosok yang dimanjakan ini masih terjaga. Arya mengenakan gaun malam berwarna hitam sedang
memutar–mutar gelas anggur di tangan untuk membantunya tidur. Rambut hitamnya tenurai menutupi keningnya,
sementara wajahnya tampak tampan dan memikat, memancarkan aura kemudliaan yang dimilikinya sejak lahir.
Tak lama, dia merasa ada seseorang di luar jendela. Matanya menggelap. “Siapa di sana?”
Orang di luar itu pun tidak berniat bersembunyi maka dia melompat masuk lewat jendela. Siapa lagi kalau bukan
Raditya?
Saat melihatnya, Arya sedikit lengah, tetapi juga tidak terkejut. Dia hanya berkata dengan tenang. “Rupanya
kamu.”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmHarapan terendah Raditya adalah disambut hangat oleh sahabatnya, sementara harapan tertingginya adalah
mendapatkan pelukan darinya. Namun, dia tidak pernah mengharapkan Arya akan menyapanya sedingin itu.
Kekecewaan ini tidak lebih baik daripada diterlantarkan oleh orang yang dicintainya.
“Begini cáramu menyambut saya? Arya, ada apa denganmu?” tanya Raditya tanpa basa–basi. Dia ingin tahu apa
penyebab persahabatan mereka terasa renggang.
“Ada apa dengan saya?” Arya mengangkat alisnya sambil mengembalikan pertanyaan itu.
“Tidakkalı kamu merasa ada sesuatu yang berubah di antara kita? Kamu akan menikah merupakan peristiwa
besar, tetapi kamu menyuruh pelayan untuk memberitahu saya tentang hal itu. Apakah kamu begitu sibuk sampai
tidak sempat menelepon saya dan Elan?” Raditya bersikap seperti istri yang ditelantarkan saat