Bab 961
*Kamu.” Anita, yang masih sedikit pening, menatap Raditya dengan sorot mata bingung. Dia tahu apa yang akan
dilakukan laki–laki itu harus saat menyadari napasnya yang relatif berat. Dulu, Anita beranggapan bahwa laki–laki
ini dingin dan berlaku seenaknya. Namun setelah mengenalnya lebih jauh, dia tidak menyangka di balik sosok
luarnya yang dingin ada hati yang membara sangat menggebu–gebu sampai membuatnya luluh.
Saat dia bersiap untuk menciumnya, Anita secara instink bereaksi dengan menahan bibirnya. Namun, laki- laki ini
dengan segera mengunci kedua lengan Anita di atas kepalanya. Anita geram sampai hampir pingsan karena
terdesak untuk berlaku dengan cara memalukan seperti ini. Dengan posisinya yang sulit itu, dia menjadi tidak
berdaya untuk menghentikan laki–laki itu untuk melakukan apapun yang dia inginkan atasnya. “Lepaskan saya.
Raditya Laksmana, cepat lepaskan saya sebelum saya –”
Anita ingin melampiaskan kekesalannya ketika laki–laki itu justru menghambat gerakannya. Pikirannya kosong
seperti pertunjukan kembang api yang sirna dalam kesadarannya. Tubuhnya agak gemetar di bawah tindihan laki–
laki itu karena ciumannya yang selalu agresif. Tidak ada jalan keluar baginya dari cengkramannya sehingga tidak
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtberdaya melawannya.
Anita merasa kewalahan oleh perasaan ini. Tidak hanya ciuman panasnya yang meninggalkan kesan terkuasai oleh
laki–laki itu; tetapi juga bobot rasa bersalah yang terus mengusiknya. Perasaan bersalahnya terasa semakin
mengental saat menyadari dirinya begitu terbuai dalam ciuman lembut laki–laki itu. Pada titik ini, bisa jadi dirinya
adalah seorang penjahat karena telah merampas kebahagiaan Ani. Akhirnya dia menyerah dan melepaskan
gejolak emosinya, dan air mata mengalir di pipinya. Hanya ketika Anita mulai menangis di antara ciuman yang
dilancarkannya, Raditya segera menyadari apa yang sedang terjadi, akhirnya
berhenti dan melepaskannya.
“Mengapa kamu menangis?” Raditya menatapnya, merasa bingung karena tahu pasti Anita tidak berkeberatan
dengan ciumannya, bahkan membalasnya.
Anita mengalihkan pandangannya, menghindar dari tatapannya. Tepat ketika itu, terdengar suara ketukan di pintu.
Dia sangat terkejut sampai langsung mendorong rubuh laki–laki itu. Raditya pun bersikap koperatif dengan segera
duduk dan membiarkan Anita berlalu. Setelah itu, Anita berkata, “Saya sedang tidur.”
“Anita, Ibu tahu kamu masih terjaga. Ibu ingin bicara denganmu,” ucap Darwanti.
Wajah Anita berubah pucat seperti kertas saat mendengar suara pintu didorong. Dia kemudian meraih lengan
Raditya dan menariknya ke dalam kamar ganti sebelum membuka pintu lemarinya yang besar. “Sembunyi di sini
dan jangan keluar,” ucapnya tegas.
Walaupun setengah hati, dengan patuh Raditya bersembunyi di dalam lemari yang sumpek, tubuhnya yang tinggi
harus sedikit meringkuk.
Tepat seusal menutup pintu lemari, Anita mendengar ibunya memanggilnya, “Mengapa kamu tidak menjawab
1
“Tidakkah kamu sedang memakainya sekarang?”
Wajahnya langsung memerah saat menunduk mengamati dirinya. Dia tidak berpiyama, juga tidak mengenakan
pakaian dalam. Seketika itulah, sebagai hasil dari berbagai kejadian tadi, dia baru menyadari kalau telah lupa
memakainya. Apakah artinya laki–laki itu bisa merasakan segalanya saat menindihi tubuh saya? Ya Tuhan!
“Kenapa lama sekali? Cepat keluar dan bicara dengan Ibul” suruh Darwanti.
Darwanti menghela napas setelah akhirnya Anita duduk di sofa. “Ibu merasa sangat gembira sampai tidak. bisa
tidur, sehingga ibu ingin bicara denganmu. Ibu sudah memutuskan bahwa kini saatnya kamu mengambil alih
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmperusahaan. Kamu harus mengambil–alih seluruh tanggung–jawab Ibu sekarang karena Ibu sudah tua dan juga
menderita sakit kepala akibat kecelakaan mobil itu.”
Dengan tenang Anita mengangguk sambil mendengarkan ibunya. “Baik, Bu. Saya akan mencoba menjalankan
perusahaan Ibu.”
“Yah, Ibu yakin kamu pasti bisa. Besok kamu ke kantor dengan Ibu. Sudah waktunya Ibu mengenalkanmu ke semua
orang.”
“Ya,” jawab Anita. Memang begitulah, sudah waktunya saya mendapatkan sesuatu untuk dikerjakan.
Darwanti merasa senang menyaksikan betapa matang cara berpikir putrinya setelah kecelakaan mobil itu. Setelah
itu, dia menyisir rambut putrinya dan berkata, “Oke, tidur cepat yaa. Kamu terlihat sangat lelah.”
“Iya. Ibu juga harus segera tidur.” Anita berdiri dan mengantar ibunya ke arah pintu. Dia kemudian langsung
melangkah ke kamar ganti setelah menutup pintu kamar.
Raditya rupanya sudah keluar dari dalam lemari dan sedang berdiri di dalam kamar saat menyadari bahwa pintu
kamar sudah ditutup. Berdiri tinggi dan tegak di dalam kamar ganti, diliputi dengan gejolak emosi dia berkata pada
Anita, yang baru saja masuk ke kamar ganti, “Saya akan menelepon Ani besok dan mengatakan bahwa saya
membatalkan pertunangan kami.”