Bab 959
“Baiklah. Saya akan mengontak Panji dan mengatur pertemuan dengannya segera.” Wisnu berkata pada
Henida.
Anita memerhatikan mata Ani yang melebar, dan pipinya yang bersemu merah saat dia memandangi dirinya. Anita
melenguh berat dan merasa kasihan padanya. Layaknya seorang penonton, dia menyaksikan perasaan Ani pada
Raditya tumbuh walaupun sikap laki–laki itu dingin saja terhadapnya. Dia semakin merasa tak nyaman karena
dirinya tak bisa melakukan apa–apa untuk membantunya.
Anita sungguh berniat untuk menyampaikan pada kakek, bibi, paman dan Ani bahwa Raditya telah memutuskan
untuk membatalkan pertunangan itu. Namun, dia tidak memiliki keberanian untuk melakukannya dan hanya dapat
mengamati antusiasme mereka mendiskusikan persiapan pernikahan Ani. Dia sadar bahwa mereka akan sangat
kecewa bila waktunya tiba nanti.
Anita meninggalkan ruang itu dengan berat hati, takut kalau Raditya akan tiba–tiba muncul dan mengumumkan
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtniatnya untuk membatalkan pertunangan di depan keluarganya. Untungnya, dia tidak perlu khawatir lagi karena
laki–laki itu tidak tampak lagi, dan semua sudah masuk ke dalam mobil masing–masing. Dia pun duduk dengan
kedua orang tuanya di dalam mobil, dipenuhi segala macam pikiran.
“Ada apa, Anita? Kamu jarang bicara, tidak seperti biasanya.” Begitu masuk ke dalam mobilnya, Darwanti bertanya
padanya. Dia menangkap tanda bahwa putrinya sudah berubah, dan tiba–tiba dia tampak bersikap begitu matang
dan stabil.
“Tak apa–apa. Saya baik–baik saja,” Anita menjawab dengan senyum masam.
“Mungkin dia masih takut. Dia pasti akan tenang kembali setelah beristirahat beberapa waktu di rumah nanti,”
Guntur menambahkan.
“Ya, saya masih menyimpan ketakutan, maka perlu segera beristirahat.” Anita setuju dengan pendapat ayahnya
bahwa dia tidak ingin ibunya gelisah.
“Kita bersyukur, semua sudah berlalu. Setelah mengalami hal seperti ini, Ayah dan Ibu sudah memutuskan bahwa
tidak ada lagi yang kami inginkan. Kami hanya mendoakan agar kamu bahagia dan aman.” Darwanti menatap
Anita dengan lembut. Ibu yang pernah begitu dominan menjadi begitu sabar dan penuh pengertian terhadap anak
gadisnya.
“Ya, dan hal yang paling penting adalah keluarga kita aman dan tenang.” Anita akhirnya memahami apa yang
dimaksud Darwanti. Sebagian dari dirinya pernah ingin pergi dari rumah itu, Tetapi kini dia menyadari bahwa tidak
ada tempat yang seaman dan senyaman rumah.
Setibanya di rumah, Anita ambruk di kasur empuknya yang seharga delapan puluh juta, dan memandangi langit–
langit. Dia menyalakan lampu kamar yang temaram, yang serta–merta membuat lingkungan yang hangat dan
mutakhir. Yang mengejutkan, tiba–tiba saja dia mulai merindukan tempat tidur kecil di markas Raditya. Meskipun
tempat tidurnya keras, kaku dan tak nyaman, tapi telah memberinya kehangatan khusus.
sesuatu yang sederhana seperti mengambil secangkir kopi atau pergi berbelanja dapat dengan cepat mengangkat
semangatnya. Di sisi lain, tampak bahwa sumber kebahagiaannya kini adalah memikirkan Raditya. Sesederhana
itu. Dia kemudian menghela napas berat dan memutuskan untuk mandi, lalu mengenakan piyama yang nyaman,
dan minum segelas susu di lantai bawah untuk membawanya segera tidur.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmSudah pukul 10 malam ketika Anita melirik jam dinding. Orang tuanya telah kembali ke kamar tidurnya dan tengah
beristirahat. Dia kemudian mandi dan mengeringkan rambutnya yang sepinggang dengan pengering rambut.
Walaupun tidak melakukan perawatan khusus yang memadai, rambutnya tetap berkilau dan halus.
Dia berbaring di sofa kulit yang besar dengan dua masker wajah dan memulai rutinitas perawatan kulit malam
harinya sambil mendengarkan musik kesukaannya. Dia segera mengantuk saat mendengarkan alunan itu. Tiba–
tiba saja, dia terjaga oleh apa yang dia anggap suara yang datang dari pintu kamarnya. Dia mengernyitkan alis dan
berpikir, Apakah saya membiarkan jendela terbuka? Apakah karena angin yang menerpa? Karena dia baru saja
mengenakan masker wajahnya sepuluh menit, dia akhirnya memutuskan untuk mengabaikan suara itu. Diperlukan
waktu paling sedikit dua puluh menit untuk mengangkat masker dari wajahnya.
Namun, Anita tidak menyadari bahwa seseorang sudah ada di dalam kamarnya. Laki–laki itu sedang berdiri dengan
lengan menyilang di sisi sofa itu, menatapnya dengan raut wajah penuh kepuasan. Karpet berkualitas tinggi di
kamar itu telah meredam suara langkah kakinya, membuat Anita tidak menyadari seseorang telah masuk ke dalam
kamarnya. Meskipun begitu, dia berkesan bahwa ada seseorang yang tengah mengamatinya saat itu, dan dia tidak
bisa lain kecuali segera melepas maskernya. Begitu selesai melepas, ketakutan menyergap dirinya, tetapi, tepat
ketika dia hendak menjerit ..