Bab 1198 Apakah Kamu Punya Makanan?
Setelah itu, perut Qiara terasa kerontang. Dia menyadari dirinya begitu lapar karena tidak cukup makan sejak
sarapan pagi tadi. Tuan Muda Nando tampaknya seorang yang cukup baik, maka saya yakin dia akan menawarkan
makanan untuk saya, bukan? Dia kembali ke kamar mandi untuk memeriksa diri di cermin. Dia puas dengan apa
yang dilihatnya–walaupun tidak mengenakan riasan, dia sadar dirinya masih terlihat cantik.
Qiara tahu bagaimana memanfaatkan kekuatannya, dan tahu bahwa akan sulit bagi laki–laki untuk menolak
perempuan cantik. Dia berjalan ke luar kamar sambil mengamati sekeliling. Vila yang besar dari privat ini tidak
terlihat sebagai sesuatu yang bisa dimiliki oleh setiap orang kaya, tetapi yang kaya, makmur dan berkuasa. Jelas
keluarga Sofyan ada di antara keluarga terkaya di
Andara.
Dia berjalan–jalan di rumah besar itu sambil mengagumi furnitur dan pemandangan di luar jendela. Seluruh tempat
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtterlihat sangat modern, dan ada nada kelaki–lakian pada seluruh dekorasinya. Tuan Muda Nando memiliki citarasa
yang sangat baik, Qiara berkata pada dirinya sendiri. Ketika sampai di ruang besar, dia memandangi sekeliling
dengan tatapan penuh harap di matanya. Dia berharap makanan lengkap dan lezat sudah tersaji untuknya saat ini.
“Apa yang kamu cari?” Suara dingin laki–laki datang dari belakang. Qiara begitu terkejut oleh kedatangannya yang
tiba–tiba, dan segera berbalik dan mendapatkan seorang laki–laki dalam setelan piyama abu–abu. Laki–laki itu
terlihat segar setelah mandi, dan tubuh ramping yang dibalut piyama abu–abu telah membuatnya seperti serigala
muda yang liar dan energik. Qiara menatapnya sesaat lamanya sebelum berkata dengan jujur, “Saya mencari
makanan. Saya tidak bisa makan malam lebih awal,” katanya. “Jangan salah duga! Saya bukan pencuri. Nama saya
Qiara Shailendra, dan ayah saya adalah Biantara Shailendra. Dia cukup terkenal di dunia bisnis. Kamu bisa
mendapatkan informasi tentangnya secara daring bila mencarinya,” tambahnya setelah beberapa saat.
“Saya tidak punya makanan di rumah,” Nando menjawab dengan salah satu alisnya menaik.
“Tidak ada biscuit? Saya tidak akan menolak bila ada camilan.” Qiara terlihat memohon pada titik ini–dia tahu dia
tak akan bisa tidur bila terlalu lapar.
“Tidak ada.” Nando agak geli melihat wajah Qiara. “Bisakah kamu membawa saya keluar untuk mencari makanan,
kalau begitu? Saya memohon sekali…” Qiara memperlihatkan raut wajah memelas sambil menyatukan kedua
telapak tangannya. Nando seakan tengah menatap anjing kecil yang merana saat itu, dan juga merasa dirinya
berubah lembut saat memandanginya. Jauh di dalam hati, dia berusaha mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak
terlalu bersikap manis terhadap perempuan ini. Setelah apa yang dilakukannya, dia pantas merasa lapar, katanya
pada diri sendiri. Dia menggetok keningnya, dia melihat bagian privat tubuhnya, dan dia bahkan menjadi alasan
mengapa hotel saya menerima keluhan untuk pertama kalinya dalam enam bulan terakhir. Mengapa saya harus
menaruh belas kasihan pada seseorang seperti dia?
Saat itu, perut perempuan ini mengeluarkan suara lapar yang terdengar di ruang besar yang hening. Darah
mengalir cepat ke wajahnya saat perutnya protes atas kata–kata laki–laki itu. Dia benar–benar lapar. “Kamu bisa
memeriksa lemari di samping lemari pendingin itu,” akhirnya Nando berkata. Qiara langsung bergegas ke lemari
pendingin, dan mendesah begitu. membukanya. Apakah ini koleksi lengkap camilannya? Seluruh lemari diisi penuh
oleh makanan! Ini semua adalah camilan yang mahal–mereka bukan merek murahan yang bisa kamu dapatkan di
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
sejumlah toko kebutuhan sehari–hari. Apakah Tuan Muda Nando diam–diam adalah penggemar sejati camilan?
Lucu
sekali. Dia bertingkah begitu anggun dan berkuasa sebelum ini, tetapi ternyata dia seorang kolektor camilan. Hah!
Qiara merasa seakan dia telah menyandung salah satu rahasia laki–laki ini. Sudut bibirnya menaik sedikit sambil
dengan senang hati mengambil beberapa camilan untuknya. Kemudian, sambil memeluk beberapa bungkus di
dadanya dia berjalan ke sofa di ruang besar itu. “Ini. Yang ini untukmu.” Dia berbaik hati menawari laki–laki itu.
Nando menatapnya tajam, dan menyipitkan matanya ketika dilihatnya beberapa bungkus camilan dalam
pelukannya. “Kamu yakin akan bisa menghabiskan semuanya?”
“Ya, nafsu makan saya besar,” jawab Qiara. Saya tidak pernah bisa begini di rumah sendiri! Ibu selalu melarang
dan keras terhadap berbagai camilan. Kini, saya akan menikmati hidup saya sendiri, pikirnya. Sampai pada titik ini,
Nando hanya pernah berbagi koleksi camilannya dengan satu orang- keponakannya, Jodi. Dia terkejut melihat
dirinya bisa berbagi koleksinya dengan perempuan yang dikenalnya secara acak ini.