Ruang Untukmu
Bab 1186 Pasangan Baru
Ranti menangkapnya dengan mudah. Raisa tersenyum. “Saya mendoakan kamu bahagia, Ranti.”
Ranti mencuri pandang pada Emir. Dan mungkin, memang sudah ada di sana.
Tiba saatnya untuk bersulang. Starla dan Wahyudi mewakili orang tua mereka dan menemani tamu. Rendra dan
Emir bergabung dengan mereka. Raisa yang tengah hamil tidak bisa minum dan berjalan kian kemari, maka dia
dan Ranti menunggu di ruang lain.
“Raisa, apakah Emir sudah ada yang punya?” tanya Ranti malu–malu.
“Dia masih bujangan. Rendra mengatakan bahwa dia terlalu sibuk, bahkan tak sempat punya kekasih.” Raisa
tersenyum. Dia tahu Ranti menaruh hati pada Emir, dan dengan senang hati mencoba menjodohkan mereka.
“Begitu?” Mata Ranti berbinar.
“Ranti, Emir adalah lelaki yang baik. Kamu bisa mempertimbangkan dia untuk menjadi lelaki pilihanmu.”
“
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtTapi, maukah dia mengencani saya?” Ranti tidak berani menaruh harapan tinggi. Dia belum mengenalnya jauh, jadi
dia merasa bahwa pesona dirinya tidak cukup untuk menarik perhatian laki–laki itu.
“Ranti, kamu itu cantik. Percayalah. Dia pasti akan menyukaimu,” Raisa mendukungnya.
Saat itu, Emir dan Rendra kembali setelah minum bersama. Wajah Emir agak merah. Karena Rendra tidak minum,
maka dia melakukannya sendiri.
Hari yang benar–benar membahagiakan, dan dia melakukannya dengan gembira.
Ketiga pasangan itu menempati satu meja. Semua terlihat mempesona, dan setiap tamu tertarik pada mereka.
Tidak setiap hari tiga pasangan berkelas itu tampil bersama di tempat yang sama.
Perjamuan itu selesai pada pukul delapan. Tidak ada acara hiburan, karena memang tidak ada yang memerlukan.
Rendra seorang sudah merupakan sosok penting tanpa ada hal lain yang perlu untuk mendukungnya. Tamu yang
memiliki anak sudah pulang terlebih dahulu untuk segera menemui mereka.
Ranti baru saja hendak pergi ketika seseorang berkata, “Nona Samuel, saya terlalu banyak minum. Bisakah saya
menumpang dalam kendaraanmu?”
Ternyata Emir yang berkata. Dia telah mengikuti Ranti. Cairan keberanian yang dikandung alkohol sudah memberi
dorongan yang dia perlukan untuk berani berkata pada Ranti apa yang ada dalam pikirannya.
“Tentu, tak masalah.” Ranti begitu bersemangat dapat menolongnya.
Dia menjalankan mobilnya ke rumah Emir. Cara mengemudi Ranti agak liar karena dia begitu bersemangat. Saat
tiba di tempat tujuan, Emir buru–buru keluar dari mobil dan muntah di
rerumputan.
Ranti menyalahkan dirinya sendiri, dan dia juga bersimpatik dengan keadaan Emir. Ketika dalam perjalanan, Emir
bercerita bahwa dia tinggal seorang diri. Orang tuanya tidak ada. “Bagaimana bila saya tinggal untuk malam ini,
Pak Jatnika? Saya bisa merawatmu,” pinta Ranti.
“Kamu bersedia membantu saya?” Emir merasa perutnya bergejolak karena muntah terlalu banyak. Dia
memerlukan seseorang untuk membantunya.
“Tentu saja. Asalkan kamu memang menginginkan saya-”
“Tentu saja saya menginginkanmu! Saya senang sekali kamu mau tinggal bersama saya,” dia langsung menjawab.
Ranti tersenyum. “Oke. Saya akan merawatmu kalau begitu.”
Ranti mengontak Raisa seminggu kemudian. Raisa baru saja bangun dari tidur siangnya. Dengan malu–malu Ranti
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmbercerita tentang kabar terakhirnya.
Dia sudah berkencan dengan Emir. Raisa senang sekali mendengarnya. “Emir benar–benar lelaki yang
bertanggung–jawab dan bisa diandalkan. Saya ikut bahagia, Ranti,” dia mengucapkan selamat.
Anita melahirkan bayi perempuan sekitar sebulan kemudian, dan akhirnya Raditya menjadi ayah. Keluarga Maldino
dan keluarga Laksmana begitu berbahagia menyambut kedatangan cucu pertama mereka.
Raditya biasanya selalu tampil tenang dalam bekerja, tetapi begitu bersemangat untuk segera menggendong anak
perempuannya ketika suster menyerahkan bayi itu padanya. Dengan hati- hati dia menggendong bayinya dan
memandanginya dengan segenap cinta. Bayi itu tengah tidur setelah menangis lama. Hati Raditya meleleh.
“Bagaimana keadaan istri saya?”
“Dia sedang beristirahat. Kamu belum boleh menengoknya saat ini.” Suster menyampaikan apa yang dikatakan
Anita untuknya.
Raditya tertegun. Dia ingin sekali segera masuk ke dalam, tetapi karena Anita yang memerintah, dia sabar
menunggu sampai istrinya selesai beristirahat.
Anita merasa beban berat sudah terangkat dari bahunya setelah melahirkan. Rasanya seperti dia baru saja
menyelesaikan tugasnya. Darwanti ada di sisinya, menangis. Hati dan perasaannya tercurah untuk Anita, dan Anita
malah harus juga menghiburnya.