Bab 955
49%8
10 mutiara
“Ani, tidakkalı kamu marah karena hal itu?” tanya Anita sambil menatap Ani.
Ani menggeleng penuh pengertian. “Saya tidak maralı. Saya sudah senang selama dia melihat pesan saya. Isi
pesan saya tentang perasaan saya saja. Saya takut mengganggunya, tapi tak tahan untuk ingin berbincang
dengannya.”
Anita merentangkan tangannya dan membelai kepala Ani sambil memandanginya dengan penuh simpatik. Sayang
sekali perasaan seperti itu tidak ditanggapi. Dia berharap Raditya memberi jawaban atas pesan Ani secepatnya dan
bukan membiarkan perempuan ini berharap kosong. Tidakkah Raditya ingin memutus pertunangan mereka? Bila
benar dia tidak mencintai Ani, boleh saja, dan berhentilah menertawakan pengorbanyannya, pikir Anita kesal.
Tak lama kemudian, Ani berkata dengan tatapan cemburu, “Anita, saya sangat cemburu padamu yang dapat
melihatnya. Kalau saja saya juga dikarantina bersamamu saat itu. Dengan begitu, saya bisa selalu bersamanya.“
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtJantung Anita berhenti berdegup. Dia pun ingin kembali ke hari pertunangan Ani. Kalau saja saya tahu bahwa
Raditya adalah tunangan Ani. Dengan begitu, apa yang telah terjadi setelah itu tidak akan pernah terjadi. Dia sadar
bahwa dialah penyebab semua tragedi di antara mereka. “Jangan cemburu pada saya. Tempat itu tertutup, jadi
kamu tidak akan betah tinggal di sana.”
“Jadi, bagaimana kamu bisa tahan melalui hari–hari di sana?”
‘Saya mengisi waktu dengan membaca.” Anita mengerucutkan bibirnya, tak berani menatap mata Ani.
“Asalkan dapat melihatnya, saya pasti bahagia walaupun merasa bosan di sana. Sayang sekali saya tidak tahu
bahwa dia yang melindungi kamu saat itu. Kalau saja tahu sebelumnya, saya akan pergi bersamamu apapun yang
terjadi,” ujar Ani dengan penuh penyesalan.
Diam–diam Anita melenguh. Takdir macam apakah yang mengikat Raditya dan saya bersama?!
Mereka sampai di restoran.
Ketika Wisnu melihat cucu tertuanya telah kembali dengan selamat, wajahnya terlihat sumringah. “Akhirnya kamu
kembali, Anita.”
“Saya sudah kembali, Kakek,” Anita berkata sambil menghampirinya
“Senang sekali kamu telah kembali. Akhirnya, pikiran kita pun tenang sekarang.”
Anita menyapa bibi dan pamannya. “Hai, Paman Mardani dan Bibi Henida.”
“Hai, Anital Kamu terlihat semakin cantik. Kamu tidak hadir pada makan malam pertunangan waktu itu. Coba
da diinast innst voulah dua talum spist ita bertemu terakhir
Anita malu memandangi mereka. Kemudian, Guntur bertanya, “Ayah, apakah keluarga Laksmana akan hadir Juga?”
Anita menoleh dan menatap Wisnu dengan wajah panik. Apa? Apakah keluarga Laksmana akan hadir juga?
Wisnu menggeleng. “Panji berkata bahwa cucunya belum kembali. Kita masih bisa bertemu lagi lain kali.”
Ketika mendengar penjelasan itu, hati Anita kembali tenang. Dia benar–benar tidak ingin bertemu dengan Raditya
pada acara seperti ini. Dia tidak tahu sama sekali bagaimana harus menghadapinya.
Dalam ruang privat yang mewah, setiap orang berbincang tentang apa yang telah terjadi pada Anita kali ini.
Darwanti juga mengalami kecelakaan karena insiden ini. Bila tidak beruntung lolos dari lubang maut, akibatnya
sungguh tak terbayangkan.
Saat menatap Darwanti, Anita menyadari tak ada yang lebih membahagiakan dirinya selain berkumpul dengan
seluruh anggota keluarga. Walaupun harus mengakhiri hubungan singkat itu, kehangatan keluarganya telah
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmengisi ruang kosong dalam hatinya.
Henida, apakah tanggal pernikahan Ani telah ditentukan? Kapan akan dilangsungkan? Katakan yaa, sehingga saya
bisa mempersiapkan hadiah perkawinan untuknya,” Darwanti bertanya sambil tersenyum.
Henida Malik, ibu Ani, adalah dosen di sebuah universitas. Dia dan suaminya, Mardani, menekuni karir di bidang
pengajaran dan kini tengah memusatkan pikiran pada pernikahan Ani. Dia menjawab sambil tersenyum. “Mereka
sudah bertunangan, tetapi kami meminta Keluarga Laksmana untuk menentukan tanggal
pernikahan. Raditya sangat sibuk.”
Anita menunduk sambil meneguk teh dalam cangkir yang dipegangnya. Jelas terlihat dari cara Henida menyebut
Raditya bahwa dia telah memperlakukannya sebagai menantu.
Menangkap bahwa keluarganya sudah mulai berbicara tentang pernikahannya, Ani tidak bisa lain kecuali tersipu
malu. Sosok Raditya yang tinggi melintas dalam pikirannya. Betapa saya mengharapkan dia hadir saat
inil
Wisnu tertawa kecil. “Saya akan berbicara dengan Panji dalam beberapa hari ke depan agar pernikahan segera
dilangsungkan.”
Anita meneguk minumannya dan tersedak tak sengaja karena linglung. Cepat–cepat dia menutup mulutnya dan
terbatuk beberapa kali di bawah meja. Mengetahui hal itu, Darwanti segera mengulurkan tangan dan menepuk–
nepuk punggung Anita.