Ruang Untukmu
Bab 882
“Ya, kami sedang menunggu undangan pernikahan Raditya.”
Sambil mendengarkan bawahannya, Raditya tidak berniat menjelaskan banyak hal. Namun, dia tidak bisa fokus
memikirkan segala yang berhubungan dengan pekerjaan sekarang. Sebaliknya, dia terus teringat-ingat apa yang
terjadi di sofa sebelumnya. Dia bertanya-tanya apakah Anita selalu mengambil inisiatif untuk menggoda pria.
Saat itu, ponselnya berdering. Ketika dia melirik nomor yang menghubunginya, dia mengulurkan tangan untuk
menjawab telepon itu, “Halo!”
“Raditya, ini saya, Ani.” Suara seorang wanita pemalu terdengar di ujung telepon. “Saya sangat merindukanmu,
jadi saya meminta nomor pribadimu pada kakekmu. Apa saya mengganggumu?”
Raditya berdiri dan berjalan menuju pintu ruang konferensi. Ketika dia keluar, dia menjawab, “Maaf, Nona Maldino.
Saat ini saya sedang dalam misi. Kita bisa bicara lagi setelah saya
kembali.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Kenapa kamu selalu memanggil saya Nona Maldino?! Sekarang saya ini adalah tunanganmu!
Kamu bisa memanggil saya Ann atau Ani.”
“Sekarang ini bukan waktu yang tepat untuk mengobrol.”
“Oh! Benarkah? Apa kamu sangat sibuk? Bolehkah saya mengiriminkanmu pesan teks nanti? Kamu tidak perlu
langsung membalasnya. Balaslah ketika kamu punya waktu. Saya benar-benar ingin bicara denganmu. Ini nomor
saya. Jang lupa untuk menyimpan nomor saya!” Begitu Ani mengucapkan serangkaian kalimat itu dengan suaranya
yang memikat, dia mengaku, “Raditya, saya menyukaimu dan sangat merindukanmu.”
Setelah itu, dia menutup telepon dengan malu-malu.
Raditya menghela napas. Pernikahannya dengan Ani bukanlah pernikahan yang dia inginkan. Hanya saja dia tidak
bisa menolak pernikahan itu di depan kakeknya. Dia tahu bahwa setelah misinya saat ini selesai, dia akan kembali
dan membatalkan pertunangannya dengan Ani.
Terlebih lagi, Ani adalah sepupu Anita.
Sementara itu, Anita tidak bisa tidur nyenyak tadi malam. Setelah membaca buku sebentar, dia berbaring di sofa.
Raditya tidak kembali ke ruang konferensi. Dia berdiri di luar pintu sebentar dan mengingat bahwa ada dokumen
yang lupa dia ambil.
Ketika dia kembali ke kamar dan mengulurkan tangan untuk membuka pintu, dia melihat ada seorang wanita yang
tidur di sofa. Dia tidak mengenakkan apa pun untuk membuat tubuhnya tetap hangat. Karena sekarang awal
musim hujan, sangat mudah sekali masuk angin.
Raditya mengambil selimut kecil dari tempat tidurnya dan menyelimuti tubuh Anita sambil berjalan menuju rak
buku, dia mencoba mencari dokumen yang telah diletakkan di sana malam sebelumnya.
Setelah dia mengambil dokumen itu dan hendak pergi, dia mendengar erangan menyedihkan seorang wanita.
Raditya melirik Anita yang sedang berbaring telentang di sofa dan melihat Anita mengerutkan kening dan butiran
kecil keringat mengalir dari dahinya.
Apa dia mimpi buruk?
Raditya berjongkok di samping Anita dan menyipitkan mata untuk memeriksanya.
Anita mengalami mimpi buruk. Setelah kecelakaan mobil ibunya, dia mulai sering mengalami mimpi buruk. Bahkan
di siang hari, mimpi buruk itu akan masuk ke dalam mimpinya setelah dia tertidur.
Saat ini, dia sedang berlari di hutan. Ada tembakan yang terus menerus. Sebuah pesawat nirawak yang melayang
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmdi atas kepalanya memberinya rasa penindasan yang luar biasa, seolah- olah ada niat membunuh yang kuat yang
terjerat dengannya. Meskipun dia telah berlari dengan sekuat tenaga dan terengah-engah, aura pembunuh itu
masih membayangi dirinya.
Dia berlari dan terus berlari.
Tepat ketika dia berpikir untuk melarikan diri dari pemburuan itu dan melarikan diri dari hutan, dia melihat deretan
pria dengan wajah tertutup di depannya. Mereka sedang menjepit seorang pria dengan tangan mereka. Pria itu
terluka dan ditekan ke tanah, dan kemudian Anita melihat wajah Raditya.
Dia sedang ditindas oleh seorang pria dengan pistol yang mengarah ke kepalanya. Pada saat yang sama, si
pembunuh itu juga menertawakannya dengan kejam.
Adegan dalam mimpi itu membuat wajah Anita meringis kesakitan saat tidur. Tangannya terkepal, dan dia mulai
bergumam, “Jangan bunuh dia… jangan bunuh dia…”
Sanubarinya merasakan tarikan yang kuat. Mimpi apa dia sebenarnya? Tubuhnya gemetar seolah–olah dia
menderita semacam siksaan yang luar biasa.
“Anita, bangunlah,” Raditya memanggil Anita dengan lembut dan mencoba membangunkannya dari mimpi
buruknya itu.
Namun, bibir merah Anita yang gemetaran itu memanggil sebuah nama, “Raditya… Lari! Lari!”
Setelah dia selesai berbicara, tangannya berusaha untuk menggenggam sesuatu.