Ruang Untukmu
Bab 864
Saat rambutnya melayang-layang tertiup angin kencang hingga menutupi wajahnya, Anita sampai harus
menghalau angin dengan tangannya dan menyipitkan mata untuk melihat siapa yang ada di sana. Ketika angin
akhirnya berhenti berhembus, Raditya membuka pintu dan keluar dari kokpit, dan terlihat oleh perempuan itu.
Mengenakan kaos dengan motif yang menyerupai baju tentara, dia tampak seperti laki-laki yang sangat kuat dan
gagah dengan aura mengintimidasi.
Dengan senyum lebar dan cerah di wajahnya, Anita menatap Raditya yang juga tengah memandanginya sambil
membawa koper di tangannya. Pada detik itu, baling-baling helikopter mulai berputar dengan cepat, dan perlahan-
lahan bergerak naik ke udara, menghasilkan pusaran angin kencang yang membuat rambut Anita acak-acakan.
Dengan cepat dia merapikannya, sedikit memiringkan kepalanya dan berlari ke arah laki- laki itu sambil tersenyum.
“Akhirnya kamu kembali!”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtSementara itu, Raditya merasa jantungnya berdebar-debar, melihat senyumnya dalam cahaya senja. Apakah dia
begitu menanti–nantikan kepulangan saya selama ini? Perempuan itu membawa buku di tangan, matahari senja
menerpa wajahnya, dan rambutnya yang panjang terurai sampai ke pinggang. Di saat yang sama, kulitnya yang
putih mulus hanya membuatnya terlihat semakin cantik.
Setelah itu, Raditya mengangguk padanya dan terus berjalan sambil membawa koper, seakan enggan
menyapanya. Melihat reaksinya yang datar, Anita tertegun menyadari betapa dinginnya dia. Saya datang jauh- jauh
ke sini untuk menyambutnya, tetapi dia terlihat tidak masalah sama sekali meninggalkan saya sendiri di sini.
Apakah dia begitu membenci saya? Memikirkan hal itu, Anita teringat saat melempar lipstik tidak lama sebelum
memaksanya untuk membawa dirinya ke tempat di mana dia berada sekarang untuk menjaga dirinya. Menyadari
masalah yang dibawanya dan telah merepotkan dia, Anita akhirnya tahu alasan Raditya membencinya, yang sama
sekali tidak membuatnya heran. Namun, pikiran untuk memancing perhatian Raditya melintas dalam benaknya
ketika melihatnya berjalan menjauh. Tak lama kemudian, dia mengerang kesakitan. “Aduh!” Dia mengusap-usap
pergelangan kakinya, pura-pura terlihat seakan baru saja terlikir.
Mendengar erangannya, Raditya, yang sudah melangkahkan kaki jauh di depan, menoleh ke belakang dan melihat
Anita meringkuk di tanah. Dia kemudian menaruh koper, berjalan menghampiri, dan berdiri di depannya sambil
bertanya khawatir. “Kamu baik-baik saja?”
“Pergelangan kaki saya belum pulih total… Tak sengaja saya membuatnya semakin sakit karena baru saja
menginjak batu.” Anita menggigit bibirnya, menatap laki-laki itu dengan sikap memelas. “Maukah kamu
menggendong saya?”
Saat Raditya menatapnya selama beberapa detik, wajah Anita bersemu merah. Di saat yang sama, dia berpikir
jangan-jangan laki-laki ini bisa mengetahui kalau dia sedang berbohong. Astaga! Sepertinya akting saya buruk
sekali. Dia tidak akan percaya pada saya, bukan? Namun, saat hendak berdiri, laki-laki itu tiba-tiba mengulurkan
lengannya dan membopongnya. Ketika itu, mata Anita terlihat tersenyum, terkejut dengan reaksi Raditya yang mau
menggendongnya padahal telah menganggap dia selalu membencinya.
Meninggalkan kopernya di belakang, Raditya menggendong Anita menuju kamarnya sehingga menarik perhatian
banyak orang di sepanjang jalan. Walaupun Anita membenamkan wajahnya ke dalam pelukannya, laki-laki itu
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmengabaikan ekspresinya dan tetap menggendongnya sampai ke depan pintu sebelum akhirnya menurunkannya.
“Kembalilah ke kamarmu.” Laki-laki itu berkata, kemudian berbalik dan pergi.
“Terima kasih!” ucap Anita. Setelah membuka pintu, dia masuk ke dalam kamar dengan puas, wajahnya merona
karena hanya bisa mendengar suara dengung di dalam kepalanya. Kemudian dia menunduk, memikirkan aktingnya
tadi. Sial. Apakah saya berhasil atau hanya beruntung?Saat itu pergelangan kaki kiri yang terkilir, tetapi saya malah
mengosok-gosok yang sebelah kanan ketika berbohong tadi. Bagaimana
1/2
mungkin Raditya tidak menyadari hal itu? Jika ya, dia pasti sudah menangkap kebohongan saya. Dalam sekejap,
rasa malu bergejolak di dalam dirinya karena meyakini seharusnya Raditya bisa menyadari apa yang salah dengan
menimbang betapa dia adalah orang yang sangat cerdik. Mengapa dia masih mau menanggapi saya? Dia bahkan
tidak keberatan menggendong saya. Anita menutupi wajahnya dengan selimut sambil merasakan keinginan untuk
bertanya pada Raditya, ingin tahu apakah dia tahu kalau dirinya sudah berakting, pura-pura sakit.
Setelah menahan rasa penasaran sampai setelah makan malam, Anita memanfaatkan kesempatan
mengembalikan buku Raditya dan mengentuk pintu kamarnya. Begitu pintu terbuka, laki-laki itu sedang
mengenakan pakaian kasual, laptopnya terlihat di meja, yang menunjukkan bahwa dia tengah bekerja.