Bab 860
8,69%1
5 mutiara
Syukurlah, Anita jatuh ke atas rerumputan yang lembut dan tidak mengalami luka dalam. Dia menangkupkan
tangannya ke sekitar pergelangan kaki sambil memelototi laki–laki yang membuatnya terkejut setengah mati.
“Bisakah kamu tidak memanggil saya seperti itu? Kamu membuat saya takut setengah mati!”
Raditya juga merasa kesal pada dirinya sendiri. Saat melihat Anita bergelantung penuh bahaya di tebing batu itu,
satu–satunya yang terpikirkan olehnya hanyalah menghentikannya agar tidak memanjat ke atas, dan tidak pernah
terpikir bahwa teriakannya akan mengejutkannya sampai terjatuh.
Raditya membungkuk untuk memeriksa pergelangan kaki Anita.
“Aduh… Sakit…” Pergelangan kaki kiri Anita terkilir.
“Berhentilah ke sana kemari untuk hal yang tidak penting. Kamu harus sadar dengan kemampuanmu sendiri.”
Raditya mengernyit. Dia marah karena Anita berusaha melakukan hal yang berbahaya. Bagaimanapun juga, dia
sudah berjanji untuk menjaga dan mengembalikannya dengan selamat kepada orang tuanya setelah semuanya
selesai.
“Percaya atau tidak, tetapi saya yakin saya bisa memanjat sampai ke puncaknya. Berhentilah meremehkan saya,
oke?” Anita sangat percaya diri. Jika saja Raditya tidak mengejutkannya, pasti sekarang dia sudah berhasil
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtmemanjat sampai ke puncak.
Anita kemudian membersihkan rumput yang menempel di pakaiannya. Ada beberapa helai rumput yang
menempel di rambutnya, tetapi tidak bisa dilihatnya. Namun, Raditya bisa melihat jelas, tetapi ragu tidak tahu
apakah harus mengambilnya atau tidak.
Akan tetapi, memang terlihat cukup aneh ada beberapa helai rumput kering menempel di rambutnya, maka
dengan baik hati Raditya memutuskan untuk membersihkan rambutnya dari rumput kering.
“Apa yang kamu lakukan?” Anita menatapnya dengan penuh waspada. Tidak ada siapa–siapa di sekitar mereka,
bagaimana kalau dia mencoba melakukan hal buruk terhadapnya?
Raditya mengabaikan pertanyaannya. Dengan tenang dia mengambil tumput kering dari rambutnya dan
menunjukkan kepadanya sebelum membuangnya.
Anita seketika merona merah. Astaga! Apa yang tadi saya bayangkan? Raditya memancarkan sikap acuh tak acuh
dan batasan diri, maka tentunya dia bukanlah laki–laki yang akan menyerang perempun begitu saja. Rupanya
dirinya telah berpikir berlebihan.
Anita juga bertanya–tanya apakah laki–laki ini sudah memiliki kekasih. Sepertinya dia sudah mencapai usia di mana
sudah harus menikah.
Meskipun sangat ingin mengetahuinya, dia memutuskan untuk tidak menanyakannya. Dia
bahkan sangat mungkin tidak akan merespon pertanyaannya.
“Saya terkilir. Bisakah kamu membantu saya bangun? Tentu saja, saya tidak keberatan menerima tawaran untuk
digendong di punggung,” ucap Anita pada Raditya.
Raditya meliriknya sebelum berjongkok di depan Anita. Dia tidak berkeberatan untuk
menggendongnya.
Jantung Anita berdebar kencang. Dia benar–benar mau menggendong saya? Setelah mengamati punggungnya
yang lebar dan bidang, dia pun naik ke atasnya dengan sedikit malu dan melingkarkan lengannya ke leher Raditya.
Perlahan Raditya berdiri dengan Anita bergantung di punggungnya seperti koala.
Ini adalah punggung terkuat yang pernah dia naiki selama ini.
“Kenapa kamu mencari saya?” tanya Anita penasaran. Apakah karena khawatir dengan keselamatannya?
“Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan padamu.” Raditya merasa sedikit canggung dengan tubuh gadis itu berada
di punggungnya. Ini pertama kalinya dia menggendong seorang
perempuan sebelumnya, dia hanya menggendong teman sesama militernya dan anak buahnya.
–
Dia sangat ringan, tubuhnya juga terasa sangat lembut. Inderanya menguat saat begitu dekat dengannya.
“Apa yang ingin kamu tanyakan pada saya?”
“Kita bicarakan nanti saat tiba di sana.”
Anita merasa bosan lagi. Tiba–tiba, dia melihat pohon zaitun putih liar dengan beberapa buah Zaitun matang yang
tergantung di dahannya, lalu segera berkata, “Raditya, ada pohon zaitun putih liar di sana. Cepat petikkan
beberapa untuk saya!”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmRaditya menoleh dan melihat buah yang matang di pohon saat Anita terus merengek, “Cepat petikkan beberapa
buah untuk saya! Rasanya lezat sekali! Tadi pagi Teddy sudah memetikkan beberapa buah untuk saya tetapi masih
belum puas!”
Akhirnya, Raditya menurunkannya dan memetikkan beberapa buah untuknya. Jantung Anita terasa sedikit hangat.
Dia memang selalu terlihat dingin dan menjaga jarak sepanjang waktu, tetapi setiap kali Anita memintanya untuk
melakukan sesuatu untuknya, dia tidak pernah membantah ataupun mencoba membujuknya.
Dia teringat akan Darma, yang selalu berkata manis, tetapi kini saat Anita memikirkannya, seorang laki–laki seperti
Raditya yang selalu diam dan melakukan semua yang diminta benar- benar jauh lebih bisa diandalkan. Laki–laki
seperti Darma penuh kepalsuan, maka mengapa dia bisa begitu buta pada saat itu?
Cukup mudah bagi Raditya untuk memetik beberapa buah zaitun matang untuknya. Saat dia
memberikan buah itu kepadanya, Anita melihat ada sungai jernih yang mengalir di dekatnya dan meminta,
“Bisakah kamu membantu saya mencuci dulu buah–buahan ini?”
Raditya tidak mengeluh menerima permintaan darinya yang tampak tidak ada habisnya itu. Dia kemudian pergi
mencuci buah–buahan dan menyerahkan kembali kepadanya.
Anita mengambil buah–buah itu darinya dan kembali naik ke punggungnya. Dia bersandar di punggungnya sambil
memakan buah zaitun putih dan mendengarkan kicauan burung. Entah bagaimana, semuanya terasa sangat
romantis baginya.