Bab 855
Anita tiba–tiba teringat akan sesuatu. Ani mengatakan bahwa dirinya sudah bertunangan. Saya jadi ingin tahu
seperti apa tunangannya. Mereka tumbuh besar bersama, tentu Ani akan menceritakan segala tentang hidupnya
dengannya.
Seseorang mengetuk pintu, lalu dia membukanya dan mendapati Raditya sedang berdiri di depan pintu. Dia
berkata, “Kemasi barang–barangmu. Kita akan pergi sepuluh menit lagi.“
“Sepuluh menit?” Terlalu pendek waktunyal
“Kamu hanya punya waktu selama itu. Kamu tetap akan pergi bersama kami meskipun belum selesai berkemas,”
ucap Raditya dengan tegas.
Anita berkedip. Saya merasa seperti tentara sekarang. Dia mengangguk. “Baiklah. Saya akan bersiap sebaik
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtmungkin.” Kemudian dia mengambil tas dan mengemas semua barang berharganya. Dia juga mengemas pakaian
dan sepatu, tentu saja, kemudian menatap cermin dan mengikat rambutnya. Lalu dia melihat jam lagi. Tersisa dua
menit. Dia membuka pintu dan bergegas keluar dengan membawa tasnya. Yang menyambutnya adalah tiga mobil
off–road di samping lapangan basket. Sungguh misterius.
Anita menghampiri, Teddy dengan ramah membuka pintu untuknya. “Silakan masuk, Nona Maldino.”
Anita menatap ke dalam, dan tampak sudah ada seseorang di dalam sana – Raditya. Anita langsung masuk ke
dalam mobil tanpa ragu. Setelah di dalam, dia tidak memasang sabuk pengamannya, dan Raditya menatapnya.
“Pasang sabuk pengamanmu.”
Anita mematuhi kata–katanya. Teddy juga kemudian masuk ke dalam mobil dan berbalik. “Saya dapat kabar bagus
untukmu, Nona Maldino. Darma ditangkap.”
Anita menatapnya dengan terkejut. “Bagaimana kamu bisa tahu?”
“Teman saya mengetahui kalau dia terlibat dalam prostitusi, lalu kami melaporkannya.”
Anita merasa lebih baik dan lega setelah mendengarnya. “Terima kasih sudah membantu.”
“Tidak masalah.” Teddy senang melihatnya senang.
Mobil melaju keluar dari pintu gerbang baja menuju jalan raya, yang masih jauh di depan. Anita menatap ke luar
jendela. Dia menebak–nebak ke mana mereka akan membawanya, tetapi memutuskan untuk tidak bertanya. Tidak
penting. Mereka bisa membawanya ke ujung dunia sekalipun, dia tidak akan perduli.
“Mau permen, Nona Maldino?” Teddy membalik badan dan memberikan lolipop.
Mata Anita berbinar–binar, dan mengambilnya. “Terima kasih.”
“Pak Raditya mau jugakah?” Teddy bertanya pada Raditya. Dia sejak tadi belum bersuara.
“Tidak.” Raditya menolak.
Anita memerhatikan kalau Teddy masih menyimpan satu lolipop di tangan, jadi diambilnya dengan riang. “Untuk
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmsaya saja.” Dia mengambil permen itu sambil menatap Raditya. Laki–laki itu masih diam saja. Ini akan menjadi
perjalanan yang membosankan. Anita menduga mereka akan berhenti untuk makan, tetapi tim terus
melanjutkan perjalanan. Hanya ada roti dan air di dalam mobil, dan mereka hanya akan berhenti untuk bertukar
sopir. Anita merasa tersiksa, lama–lama mengantuk. Kepalanya bergoyang–goyang saat mencoba untuk tidur,
membuatnya merasa tidak nyaman dan pusing. Akhirnya, dia memohon, “Bolehkah saya bersandar padamu, Pak
Laksmana?”
Raditya menatap perempuan yang tengah mengantuk itu dan membenarkan posisinya. Anita menggeser ke
tengah dan bersandar ke pundaknya, dan dalam beberapa detik, terjatuh tidur.
Teddy menoleh ke belakang dan menatap Raditya, ‘Bagus, Pak Raditya‘.
Perjalanan telah menghabiskan waktu lebih dari sepuluh jam, dan akhirnya sampai di pegunungan. Mereka terus
berjalan entah untuk berapa jauh, dan saat ini, ribuan bintang sudah berkedip–kedip di langit. Anita terbangun
karena guncangan mobil. Dia menatap ke luar, hari sudah malam. Akhirnya dia menangkap sinar dari puncak
gunung, tetapi hanya bersinar redup. Mobil melaju ke gunung, kemudian masuk ke dalam gua rahasia. Gerbang
masuknya tidak besar, tetapi di dalamnya tidak sesederhana kelihatannya. Penuh dengan alat–alat berteknologi
canggih, persis seperti lembaga rahasia pemerintahan yang dia tonton di film.