Bab 464
“Biar saya saja, Tasya!” ujar Elsa. Dia yang biasanya memanggil Tasya dengan nama lengkapnya, tiba–tiba
menawarkan bantuan. Elsa tidak berani bertindak tidak sopan pada Tasya karena ada Elan di situ. Dia ingin
menberikan kesan yang baik pada Elan.
Setelah Tasya memberikan teko teh pada Elsa, dia duduk di samping Elan dan mengambil segenggam buah ceri
dan memberikannya pada Elan. “Ini, makanlah”
Elan mengambil satu buah ceri dan memakannya. Tasya pun juga memakan buah itu sambi menatap Elan. Entah
kenapa, bagi Tasya, sikap Elan benar–benar elegan meskipun dia sedang makan buah ceri.
Bagaimana mungkin seorang laki–laki bisa terlihat begitu elegan dalam melakukan semua hal? pikir Tasya.
Elan terus memakan buah ceri yang ada di tangan Tasya sampai tidak tersisa satupun. Jadi, Tasya pun mengambil
segenggam buah ceri lagi untuk dimakan bersama.
Sedangkan Elsa yang duduk di seberang mereka sedang menyeduh teh sambil melihat kemesraan mereka berdua.
Rasanya Elsa ingin mati saat melihat mereka berdua.
Elan hanya akan menunjukkan sikap ramahnya saat dia bersama Tasya. Kalau perempuan lain yang mendekatinya,
dia pasti akan kembali pada sosoknya yang dingin.
“Saya yang membeli buah cerinya! Rasanya enak, kan, Tasya?” tanya Elsa tiba–tiba. Dia seolah ingin memberitahu
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtmereka kalau dirinya juga ada di ruangan itu.
Mendengar pertanyaan Elsa, Tasya pun menjawab, “Lumayan.” Setelah itu, dia berhenti memakan buah cerinya.
Kini dia mengambil dua buah jeruk dan mengupasnya. Sedangkan Elan hanya makan buah jeruk yang sudah Tasya
kupas.
Dia bersikap seolah buah yang dia ambil dari tangan Tasya rasanya jauh lebih manis.
“Silahkan diminum tehnya.” ujar Elsa sambil menyajikan segelas teh pada Elan. Setelah Elan menerima secangkir
teh itu, dia menyesapnya sedikit dan beralih ke Tasya lagi.
“Saya mau jeruk lagi,” gumamnya.
Tasya pun mengambil dua buah jeruk dan mengupasnya untuk Elan. Saat Tasya sedang mengupas buahnya, tiba–
tiba Elan mengambil dua jeruk dan menyuapkan ke mulut Tasya.
Awalnya Tasya terkejut, tapi tak lama dia bisa merasakan manisnya buah jeruk dalam
mulutnya. Elsa hanya bisa melihat kemesraan dua orang ini.
“Rasanya enak?” tanya Elan pada Tasya dan Tasya menganggukkan kepalanya.
Saat itu, Tasya bergumam. “Rasanya enak.”
Elan pun mengupas buah jeruk lainnya dan menyuapkannya pada Tasya. Saat itu, mulut Tasya sudah penuh dengan
buah jeruk yang manis.
Elsa mulai merasa kesal saat dia melihat keduanya. Tak peduli seberapa cantik dandanannya, ‘Elan sama sekali
tidak menatapnya.
Karena Elsa mulai merasa tidak nyaman saat berada di ruangan itu, dia beranjak dari kursi dan bergumam,
“Hmm... Saya akan pergi ke dapur dulu.”
Tasya dan Elan tidak membalas perkataan Elsa. Tasya terus menyuapi Elan dengan buah jeruk yang sudah dia
kupas.
Karena tahu Tasya sengaja melakukannya, Elan menggigit separuh dari buah jeruk itu dan menyuapkannya ke
dalam mulut tasya.
Seketika wajah Tasya memerah semerah tomat. Dia sama sekali tidak bisa menang kalau mencoba untuk
menggoda Elan. Tapi, buah jeruk yang diberi Elan rasanya memang sangat manis.
“Apakah jeruk yang tadi saya gigit rasanya enak?” bisik Elan ke telinga Tasya. Itu membuat wajah Tasya merona.
Elsa, yang baru saja masuk ke dapur, terlihat jelas kalau dia sedang kesal saat berdiri di samping Ibunya. Bibirnya
cemberut. Pingkan hanya bisa melihatnya dengan rasa kasihan.
Tak berapa lama, Frans pun kembali bersama Jodi. Dia tidak hanya membelikan susu untuk Jodi, tapi dia juga
membawa sebuah mainan robot mahal.
Saat Tasya melihatnya, dia bertanya dengan tegas, “Jodi, apa kamu merengek pada Kakek untuk dibelikan
mainan?”
“Tidak,” ujar Jodi cemberut. “Kakek yang ingin membelikannya untuk saya.”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmFrans segera membenarkan perkataan cucunya. “Ayah yang membelikannya untuk Jodi. Dia tidak merengek minta
dibelikan apapun. Wajar, kan, kalau membeli hadiah untuk anak–anak di hari Natal?”
Elan yang tadinya asyik bermain–main dengan Tasya, seketika duduk tegak dan memasang ekspresi wajah serius.
Frans pun duduk dan menuangkan teh ke cangkir Elan. Dia berkata dengan ramah,
“Silahkan diminum tehnya, Pak Elan.”
“Pak Frans, Anda bisa memanggil saya dengan nama saja,” ujar Elan sambil tersenyum.
“Baiklah kalau begitu. Elan!” ujar Frans dengan ramah. Sebenarnya, dia sudah menganggap Elan sebagai
menantunya.
Saat Elan dan Frans berbincang, Tasya mengajak Jodi duduk di sampingnya untuk makan buah. Saat itulah Frans
baru sadar betapa Elan dan Jodi sangat mirip. Elan
terlihat persis seperti ayah kandung Jodi.
Frans belum pernah bertanya langsung pada Tasya tentang identitas Ayah Jodi. Dia juga tidak berani untuk
melakukannya. Dia selalu menyesali kejadian lima tahun lalu saat dia salah paham dengannya.
Previous Chapter
Next Chapter