Ruang Untukmu
Bab 372
Elan meraih kerah baju Roy, menutup matanya, dan terengah-engah, “Sakit sekali!”
“Bagaimana bila kita ke rumah sakit saja?” Roy begitu cemas melihat keadaannya. Inilah pertama kalinya ia
melihat Elan begitu lemah.
“Antar aku ke rumah Tasya.” Dokter dan resep yang mereka tuliskan tidak dapat menyembuhkan Elan. Nyatanya,
hanya Tasya yang dapat memulihkan kesehatannya.
“Jangan ditunda lagi. Bapak harus ke rumah sakit kali ini,” Roy memaksa dengan gugup.
“Aku tahu pasti keadaan tubuhku sendiri.” Elan menutup matanya dan memerintah, “Bawa aku ke sana.”
Apakah Romi akan makan bersama atau datang ke rumah Tasya dengan cara mengantar dia dan Jodi pulang? Atau
ia mencoba mengambil kesempatan memanfaatkan Tasya?
Dia seorang laki-laki, tentu saja mengerti jalan pikiran laki-laki lain. Terlebih lagi, ia pun berlaku seperti itu di masa
lalu.
Oleh karena itu, ia harus menjauhkan Romi dari Tasya, bahkan bila akan dibenci oleh Tasya sekalipun.
Karena tidak berhasil membujuknya, Roy hanya bisa menjalankan mobil dan diam-diam berharap Tasya tidak akan
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtmelakukan lagi sesuatu yang dapat memprovokasi Elan.
Setelah Tasya dan Jodi masuk ke dalam mobil, Romi bertanya, “Nona Merian, aku antar ke rumah atau mengambil
mobilmu di kantor?”
“Antar ke rumah saja!” Karena besok adalah akhir pekan, Tasya merasa tidak memerlukan mobil, dan tidak ingin
bolak-balik bersama Jodi.
Mendengar jawabannya, Romi bersenang hati. Dengan cepat ia memikirkan alasan untuk bisa masuk ke dalam
rumahnya.
“Ngomong-ngomong, kamu tadi meninggalkan ponsel di mobil. Pak Prapanca meneleponmu.” Romi pura-pura
teringat akan panggilan telepon itu.
“Apa katanya?” Tasya bertanya sambil mengernyitkan wajah.
“Ia tidak berkata apapun secara rinci. Mungkin karena aku yang mengangkat telepon, ia terdengar kurang
berkenan. Ia langsung menutup telepon,” dengan sengaja Romi menjelaskan Elan sebagai orang yang dingin.
Tasya kenal betul Elan, dan memang dia akan bersikap seperti itu.
Sesampainya di area perumahan tempat Tasya tinggal, Romi tiba-tiba bertanya, “Nona Merian, bolehkah aku
menggunakan kamar kecilnya? Sesuatu agak mendesak.”
Tentu saja, tidak enak untuk menolaknya, Tasya pun mengangguk. “Ya, silakan!”
“Jodi, beratkah tasmu? Mari kubantu?” dengan cepat Romi mencoba menjalin pertemanan dengan Jodi, dan ingin
merebut hatinya.
Responnya, Jodi menggeleng ringan dan menjawab, “Tidak. Aku bisa membawanya sendiri.”
Walaupun masih belia, Jodi bisa menangkap bahwa Romi tengah berusaha menarik hati ibunya. Bukan berarti ia
tidak menyukainya, tetapi hanya ada satu-satu laki-laki yang berkualitas untuk menjadi ayah masa depannya, dan
dia adalah Elan.
“Kamu anak hebat, Jodi,” puji Romi.
Sesaat kemudian, Tasya menghentikan langkah. Ketika memasuki halaman rumah, mereka melihat ada dua sosok
tengah duduk di bangku beton – Elan dan Roy.
“Om Elan!” tiba-tiba Jodi meronta melepaskan pegangan tangannya pada Tasya dan berlari menghampiri Elan.
Di saat yang sama, Romi menjadi kaku. Sama sekali ia tidak menduga akan bertemu Elan di sini.
“Jodi, aku tidak bisa menggendongmu saat ini karena sedang sakit,” kata Elan.
“Sakit? Apakah sudah minum obat?” Jodi bertanya penuh perhatian.
“Ya. Sudah.”
Roy, yang berdiri di samping Elan, membungkuk dan bertanya pada Jodi. “Bagaimana kalau kita ke taman bermain,
Jodi? Biarkan Mama dan Om Elan berbicara dulu.”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmMendengar itu, Jodi pun berpikir diam-diam, karena Om Elan ada di sini, Pak Wijaya tentu akan
segera pergi!
“Oke, ayo!” Jodi mengangguk. Ia ingin menciptakan kesempatan bagi Mama dan Om Elan.
Melihat Roy membawa anaknya menjauh, Tasya beralih pada Romi. “Pak Wijaya, ayo, silakan masuk ke rumahku!”
Elan langsung mengernyitkan alis mendengar ajakan Tasya pada Romi. Ternyata perempuan ini membawa laki-laki
lain ke dalam rumahnya!
“Tak apa, Nona Merian.” Romi tiba-uba kecut dan tidak ingin menyinggung Elan.
Tasya paham bahwa Romi sudah tak tahan ingin buang air kecil. Terlebih lagi, ia tengah terancam oleh kehadiran
Elan, jadi segera saja Tasya meraih tangannya dan mengajaknya masuk ke rumah sambil menenangkannya, “Kamu
tidak perlu merasa takut untuk masuk ke dalam rumahku.”
Jantung Romi berhenti sejenak, tapi tidak diingkari bahwa tindakan Tasya ini sudah membuat hatinya berbunga-
bunga. Ia mengangguk dan memohon maaf, “Maafkan, sudah merepotkan.”
Previous Chapter
Next Chapter