Ruang Untukmu
Bab 233
“Tadi itu mobil sport seharga beberapa milyar! Jika membuat gara–gara sampai menggores mobilnya, aku pasti
akan kehilangan mobil baru dan tabunganku semua,” jawab Tasya, yang sadar akan risikonya.
Elan lebih tidak bisa berkata–kata lagi. “Sialan. Kamu menyetir sepatutnya saja. Aku yang akan mengganti rugi jika
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.” Wajahnya kesal sebelum bertanya pada perempuan yang ada di dalam mobil
apakah dia sudah lupa siapa yang tengah duduk di sebelahnya.
Oh, ya Tuhan, aku ini orang yang akan memastikan semua hal akan selalu berjalan lancar untuknya. Apakah dia
benar–benar sudah lupa siapa yang sedang duduk di sebelahnya saat ini?
“Ada apa? Kamu takut menjadi penumpang di mobilku?” Tasya tertawa penuh ironi.
Meskipun merasa tidak berdaya dengan sikap mengemudi perempuan ini yang belum lancar benar, entah
mengapa Elan merasa senang karena tidak ada yang pernah membuatnya merasa relaks untuk sesaat lamanya. Di
saat berhenti di lampu merah, Tasya menoleh padanya, “Pak Elan, ada kotak tisu yang mereka berikan sebagai
hadiah. Bisa tolong ambilkan dua lembar tisu untukku? Terima kasih.”
Elan kemudian mengambil kotak tisu dan memberikan dua lembar tisu pada perempuan itu. Dengan keringat
mengucur di dahi, Tasya langsung meraih tisu itu dan menyeka dahinya sementara si laki–laki tertawa menyaksikan
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtwatak asli Tasya yang sangat jarang terlihat ini.
Tidak lama setelah itu, dengan hati–hati Tasya mengendarai mobilnya ke lantai parkir bawah tanah di Jewelia. Di
bawah arahan Elan, dia berhasil memarkirkan mobilnya di area VIP, yang merupakan salah satu tempat di mana
Elan biasa memarkir mobilnya.
“Mulai sekarang ini akan menjadi tempat parkir mobilmu,” ucap Elan sambil membuka pintu mobil dan melangkah
ke luar.
Saat keluar dari mobil, Tasya mulai merasakan ketegangan pada punggung dan bahunya, kakinya juga terasa
sedikit keram. Oleh karena itu, dia memutar–mutar bahunya ke kiri dan kanan untuk mengendurkan otot–otot
lengannya, sambil melakukan gerakan menendang agar melemaskan ketegangan kakinya. Di sisi lain,
Elan, yang melihatnya, hanya bisa berpaling ke arah lain sambil dan terkekeh, berusaha untuk tidak membuat Tasya
malu karena melihat dirinya tertawa.
Sesaat setelah lift tiba di lantai enam, Tasya ke luar dan melihat kembali ke laki–laki yang ada di belakangnya, dan
tidak sengaja bertemu pandang. Dalam sekejap, jantungnya berdegup kencang dan memutuskan untuk segera
beranjak dari sana. Lalu, dia masuk ke dalam ruang kantor Felly dan memberitahu bahwa dia sudah mengambil
mobilnya. Dan juga, dia mengundang Felly, bersama beberapa asisten lain, untuk makan siang esok hari,
merayakan kehadiran mobil barunya. Beberapa saat kemudian, Tasya kembali ke kantornya sebelum Alisa masuk
dengan sikap bermusuhan. “Di mana konsepnya, Tasya?”
“Aku sudah mengatakan pada Felly mengenai hal itu, dan diizinkan untuk menyerahkannya besok.”
“Itu namanya menunda–nunda. Kamu memanfaatkan kekuasaanmu karena berpikir memiliki hak untuk
melakukannya.” Alisa menopang dagu dengan
lengannya bersandar di atas meja, sambil menyindir Tasya. “Jangan pernah berpikir kamu bisa memenangkan
segalanya dengan cara menggoda Presdir Elan dan mengambil hatinya.”
“Yah, memang dibutuhkan banyak hal untuk menjadi pemenang. Kamu tahu itu? Jadi, aku tidak merasa
kemampuanku ini bisa digeser olehmu dengan cara apapun!” Tasya menyilangkan lengan, dan menyangkal kata–
kata Alisa.
“Perempuan sejati tidak akan pernah bergantung pada seorang laki–laki untuk menggapai kesuksesan. Kamu
memalukan semua perempuan!” Alisa mengejek Tasya.
“Jaga mulutmu, kawan! Lebih baik tunjukkan rasa hormatmu padaku.” Tasya berdiri dan menatap tajam Alisa.
“Jika ingin dihormati oleh orang lain, seharusnya kamu pastikan dulu dirimu sudah bersikap dengan baik. Semua
orang di kantor tahu Pak Elan sudah punya kekasih, tetapi kamu tidak berhenti menggelayutinya setiap hari.
Apakah kamu sadar telah terlihat seperti perempuan menjijikan di mataku, Tasya?” Alisa menatap Tasya dengan
sikap sinis, dan matanya penuh akan rasa iri dan cemburu.
Di sisi lain, Tasya tahu bagaimana hubungan Alisa dengan Elan dipandang sebagai bahan olok–olok di kantornya,
tetapi hanya dia yang tahu bahwa dia tidak melakukan apapun untuk merayu Elan. Oleh karena itu, dia tidak punya
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmpilihan kecuali bertahan dengan segala kesalahpahaman dan penghinaan yang orang orang tujukan padanya.
“Enyah dari pandanganku! Aku harus bekerja.” Tasya langsung memotong cekcok itu, Alisa pun pergi dengan puas.
Lagipula, dia hanya mampir ke ruang kantor Tasya
untuk membuatnya jengkel, dan mencoba mengacak–acak perasaannya.
Kemudian, Tasya menelepon Omar lima belas menit sebelum pulang kerja dan membicarakan tentang ke mana
mereka akan menuju untuk makan malam bersama nanti.
“Tasya, aku sudah mengambil cuti untuk nanti sore, jadi aku sudah siap untuk pergi kapanpun.”
“Begitu? Aku akan menjemputmu kalau begitu karena mobil sudah kuambil.” Tasya mengejek dirinya sendiri. “Yah,
beginilah, jika kamu tidak takut membiarkan sopir baru ini untuk menyopirimu.”
“Tidak masalah, aku cukup berani. Aku akan ke kantormu sekarang.”
“Baiklah. Aku tunggu.” Tasya tersenyum dan menutup teleponnya.
Tak lama setelah Omar tiba, Tasya turun ke lantai parkir bawah tanah bersamanya. Lalu, Omar duduk di bangku
penumpang di depan ketika Tasya memasang mode hands–free di ponselnya dan menyalakan musik. Setelah
bersama Elan untuk pertama kalinya, sekarang dia merasa tidak terlalu gugup untuk mengemudi mobilnya lagi,
dan tidak memerhatikan kenyataan bahwa hari sudah melewati jam padat lalu lintas. Oleh karena itu, perjalanan
mengemudinya sangat lancar sampai akhirnya tiba di sekolah anaknya.
Previous Chapter
Next Chapter