Bab 165
“Desainer itu baik sekali. Dia membagikan bunga mawar yang harganya mahal pada semua karyawan.”
Mendengar hal itu, Elan berhenti sejenak dengan ekspresici wajahnya yang tampan berubah drastis. Kemudian, dia
berjalan ke arca kerja karyawan dan melihat setiap vas di meja para stal kantor dihiasi mawar merah, Berdasarkan
pengamatannya, bunga di vas mereka adalalı mawar impor yang dia petik dengan hati–hati di toko bunga
sebelumn rapal pagi tadi. Dia sudah membagikan mawar dariku padahal baru melihatnya sekilas?
Tatapan matanya terlihat dingin dan kesal. Pria itu pun berbalik olan kembali ke ruang rapat. Kemudian, dia
membuka pintu dan berteriak para seorang wanita di dalam, “Tasya, temui saya di ruangan.” Setelah mengatakan
itu, dia melanjutkan, “Sekarang juga.”
Nada suaranya membuat semua orang di ruangan menjadi tegang sambil menoleh ke wanita yang namanya baru
saja disebut oleh Elan. Mereka bertanya–tanya dalam hati, Sebesar apa kesalahannya kali ini? Kenapa Pak Elan
bicara dengan nada suara memerintah seperti itu?
Tasya tersentak. Dia pun bergegas merapikan barang–barangnya dan bangun. Kemudian, dia keluar ruangan dan
menutup pintu ruang rapat, “Pak Elan, apa ada masalah mendesak?”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Ayo bicara di ruanganku,” katanya dengan gigi terkatup sambil berjalan menuju lift.
Tasya kebingungan melihatnya. Apa aku menyinggung perasaannya? Apa ini karena menyarankan toko kuc? Tetapi
aku tidak memaksa. Semuanya bergantung pada keputusannya!
Di dalam lift, Tasya bisa merasakan getaran ketegangan yang tercipta. Dia pun melirik pria bertubuh tinggi yang
sedang menyilangkan tangan di dada tepat di sebelahnya. Pria itu sepertinya sangat marah.
“Bagaimana perutmu? Apa sudah lebih baik?” Dia menggunakan kesempatan untuk mengekspresikan
kekhawatirannya.
Namun, Elan mengabaikan pertanyaannya. Saat pintu lift terbuka, dia
langsung melangkahkan kaki jenjangnya keluar. Tasya pun mengekor di belakangnya dengan perasaan canggung.
Begitu memasuki ruangan Elan, Tasya melihat pria itu tiba–tiba berbalik. Tubuhnya yang tinggi dan tegap berjalan
makin mendekat. Tasya mundur selangkah karena takut, tetapi punggungnya sudah menyentuh pintu. Namun, Elan
menguncinya dengan kedua tangan di samping pundak Tasya dan menawan wanita itu di pintu.
“Tasya Merian, sebegitunya kamu tidak suka bunga dariku? Kenapa kamu malah membagikannya ke orang lain
begitu saja?” Mata Elan yang dalam dan hitam terlihat seolah terbakar api kemarahan.
Mendengar itu, mata Tasya refleks mengerjap. Oh, jadi dia marah soal itu!
“Kamu mengirimkan banyak bunga, tetapi aku tidak tahu cara merawatnya. Jadi, aku bagikan saja ke staf lainnya.
Itu jauh lebih baik daripada membiarkan bunga layu, ‘kan?” Tasya berpikir keras untuk mencari alasan,
tetapi sepertinya tidak cukup.
“Aku memetik setiap tangkai mawar itu sendiri. Beraninya kamu menyia nyiakan usahaku seperti itu?” Napas Elan
yang hangat menyapu wajah Tasya. Pria itu terlihat sangat marah sampai–sampai Tasya terlihat seperti akan
ditelan hidup–hidup.
Tidak lama kemudian, dia melancarkan aksinya. Dia membungkukkan tubuhnya dan menggigit Tasya tepat di
bawah tulang selangka di balik kemejanya.
Tasya sedang lengah pada saat itu. Jadi, dia berteriak kesakitan dan terkejut. “Ah!”
Setelah menggigit wanita itu, Elan menatap Tasya lekat sambil cemberut. “Ini cuma hukuman kecil. Aku tidak akan
melepaskanmu semudah ini kalau kamu tidak menghargai hadiah dariku lagi.”
Tasya lalu mendorong pria itu dan menjawab dengan percaya diri, “Aku bisa memberimu buket bunga juga sebagai
ganti rugi!”
“Mungkin kamu bisa mengirimiku buket bunga, tetapi apa kamu bisa ganti rugi atas usahaku untuk buket itu?”
tanya Elan dengan suara serak dan ekspresinya terlihat sedikit kesal.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmTasya tenggelam dalam pikirannya sendiri untuk sesaat, lalu mendorong Elan ke samping. “Kamu tahu aku tidak
menghargai hadiah darimu. Jadi, berhenti mengirimkan apa pun mulai sekarang. Kalau kamu terus memberi
hadiah, kamu pasti marah lagi kalau hadiahmu kubuang.”
Elan sontak mundur dua langkah seraya memberikan tatapan tajam pada Tasya dengan matanya yang dalam dan
gelap. Alisnya berkerut dan tampaknya perasaannya terluka oleh kata–kata wanita itu.
Tasya melihat tatapannya dan dia langsung sadar kalau kata–katanya terlalu pedas. Dia pun buru–buru meminta
maaf. “Maaf. Aku minta maaf kalau kata–kataku menyakitimu.”
Seketika, tatapan dingin Elan digantikan oleh secercah kehangatan. Namun, dia tetap mempertahankan nada
suaranya yang menuntut saat berkata, “Tasya, aku tidak mau lagi usahaku dibuang seperti sampah.”
Tasya agak terkejut mendengarnya. Dia lalu membuka pintu dan menjawab, “Kalau begitu, sebaiknya jangan kirim
hadiah apa pun. Aku akan
tetap membuang apa pun yang kamu berikan.”
Pria itu ditinggalkan sendirian di ruangan. Dia berdiri dan wajah tampannya menunjukkan ekspresi seolah–olah baru
saja kalah. Dia diam untuk beberapa saat sebelum berjalan mendekati jendela besar. Tubuhnya yang tinggi dan
tegap memancarkan aura kesepian saat bermandikan cahaya senja.
Previous Chapter
Next Chapter