Bab 1096 Sakitnya Perpisahan
Raisa memperhatikan bagaimana mata Rendra berbinar geli sekaligus senang, meskipun secara tidak langsung dia
sedang mengancam Raisa. Apa dia berharap kalau saya lupa hadiahnya, jadi dia punya alasan untuk mencari
masalah?
Bayangan sosok Rendra yang sedang melakukan push–up tadi terlintas di benaknya. Seketika wajahnya merona
dan jantungnya berdegup begitu kencang. Terkadang benaknya penuh dengan banyak hal, pikiran kotor tentang
Rendra sejak mereka resmi menjalin kasih.
Setelah sarapan, Raisa menerima telepon dari Ibunya yang memintanya untuk segera pulang. Mungkin terlalu malu
karena saya ada di rumah Rendra, pikir Raisa sambil tersenyum malu–malu. Dia tak bisa membayangkan
bagaimana reaksi orang tuanya kalau mereka tahu tentang hubungannya dengan Rendra.
Lalu, Raisa mengemas hadiah yang dia dapat kemarin malam. Saat dia melihat jam, dia hanya bisa merasa sedih
karena waktu berlalu begitu cepat. Saat itu sudah hampir pukul 11 pagi, dan dia tidak suka kalau dia tidak bisa
menghabiskan waktu bersama Rendra. Kenapa waktu tidak berjalan lambat saja? Saat Raisa melihat seorang
pelayan datang membawakan nampan berisi secangkir teh, dia segera menawarkan diri, “Sini. Biar saya saja!”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtPelayan itu tersenyum dan memberikan nampan pada Raisa. Lalu, Raisa berbalik dan berjalan menuju ruang
tempat Rendra kerja.
Dia mengetuk pintu dan laki–laki itu membalas dari balik pintu, “Masuklah.”
Saat Raisa mendengar suara serak Rendra, dia segera membuka pintu. Rendra sedang membaca- baca dokumen
dan saat dia mengangkat kepalanya dan melihat Raisa membawakannya teh, sebuah senyum tersungging di
bibirnya. “Kamu pasti haus! Minum teh dulu,” ujar Raisa sambil meletakkan nampan di hadapan Rendra.
Rendra meletakkan dokumennya dan meraih cangkir teh itu, lalu menyesapnya. Setelah itu, dia mengulurkan
tangannya dan menarik Raisa ke pangkuannya. Raisa membenamkan dirinya. dalam pelukan dan membenamkan
kepalanya di pundak Rendra, membiarkan rasa nyaman memenuhi dirinya.
“Tak tega meninggalkan saya, ya?” goda Rendra, sambil menepuk pundak Raisa perlahan.
Raisa yang tak lagi malu saat ada di dekat Rendra, menganggukkan kepalanya dengan murung dan mengiyakan.
“Kalau kamu merindukan saya, kirimkan pesan saja, dan saya akan datang,” janji Rendra dengan lirih.
Raisa beranjak dari pangkuan Rendra dan memutuskan untuk membiarkan Rendra sibuk dengan pekerjaannya.
“Bekerjalah dengan baik. Jangan biarkan saya mengganggumu. Saya akan minta Emir mengantar saya.”
“Saya bisa mengantarmu,” Rendra bersikeras karena dia ingin mengantar Raisa pulang secara langsung.
Raisa seketika menggelengkan kepalanya. “Tidak, anti iring–iringan mobilmu akan jadi perhatian banyak orang.”
“Baiklah kalau begitu. Saya akan makan siang bersamamu setelah ini.” Setelah itu, Rendra menandatangani
dokumennya dengan begitu elegan.
Melihat itu, mata Raisa berbinar dan dia langsung mengambil selembar kertas dan berkata pada Rendra, “Saya
mau tanda tanganmu, ya.”
Raisa menatap Rendra seolah dia adalah selebritas kesukaannya. Sambil tersenyum, Rendra mengambil pena dan
menandatangani kertas itu. Raisa menatap tanda tangan yang indah itu dan tertawa, lalu berkata, “Saya janji akan
menjaga ini selamanya.” Raisa merasa dia bisa jadi penggemar pertama yang memiliki tanda tangan Wakil Presdir
di kertas biasa, bukan dokumen pekerjaan!
Biarkan saya menikmati momen ini, pikir Raisa sambil meninggalkan ruang kerja itu dengan tanda tangan Rendra
di tangannya.
Saat tiba waktu makan siang, pelayan menyiapkan jamuan, tapi Raisa tidak lapar. Dia terus memikirkan betapa
sulitnya bagi mereka untuk bertemu kalau dia pergi kali ini.
“Makanlah. Kamu tidak boleh pulang ke rumah dalam keadaan kurus, atau nanti orang tuamu akan
menganggapnya sebagai tindak kekerasan,” ujar Rendra dengan ramah sambil meletakkan. makanan di piring
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmRaisa.
Raisa tergagap dan berkata, “Jangan khawatirkan itu. Saya yakin mereka lebih khawatir kalau saya merepotkanmu
di sini.”
Senyum Rendra semakin semringah. Raisa sama sekali bukan sesuatu yang merepotkan kecuali dia menghitung
saat dirinya harus mandi dengan air dingin karena Raisa tinggal di sini. Kalau terjadi sesuatu, Raisa adalah
penyebab kenapa dia terkena flu padahal selama bertahun–tahun dia cukup sehat.
Tak lama setelah mereka selesai makan, Emir datang. Raisa tampak terluka. Dia ingin tetap di sana, tapi dia juga
merindukan orang tuanya. Pada akhirnya, sekitar pukul 1.30 siang, dia masuk ke mobil Emir.
Rendra secara langsung mengantarnya sampai ke pintu mobil, tapi karena ada Emir di sana, dia tidak mengatakan
banyak hal. “Ingatlah, jaga dirimu baik–baik.”
“Kamu juga,” balas Raisa. Tatapannya terpaku pada Rendra.
Rendra menutup pintu mobil untuk Raisa setelah Raisa duduk di kursi belakang. Emir
menyalakan mobil, tapi dia tidak langsung menginjak pedal gas, karena khawatir kalau masih ada hal lain yang
ingin Rendra katakan pada Raisa.
Tapi, Emir terkejut saat Rendra berbalik dan melihat keduanya sama sekali tak banyak bicara dan
hanya saling bertatapan dengan mata penuh rasa sakit karena harus berpisah.