Ruang Untukmu
Bab 1063
“Dia bisa mengurusnya,” jawab Rendra acuh. Jelas, dia agak cemburu ketika Raisa mencemaskan asistennya.
Dia menoleh dan menatap Raisa, dan lengannya yang panjang tiba–tiba diulur melewati dadanya, sehingga
mengagetkan Raisa. Lalu, ketika melihatnya menarik dan memasang sabuk pengaman untuknya, hati Raisa terasa
menghangat karena rasa aman yang dia berikan.
Raisa mengerutkan bibirnya sambil menatap pemandangan di luar jendela. Tiba–tiba, dia teringat sesuatu dan
menatap laki–laki di sebelahnya. “Apakah kamu ada di mobil saat saya keluar dan menerima telepon darimu tadi?”
Mata Rendra menyipit. Kemudian dia sedikit mengangguk, tidak menyangkal ucapannya.
“Kamu…” Raisa langsung tersipu. Dia teringat dirinya mencabuti daun–daun untuk melampiaskan emosinya.
Apakah dia menyaksikan itu semua? Memalukan sekali.
Dengan kesal, dia berbalik dan menatap ke luar jendela, tetapi tanpa sadar wajahnya memerah.
Diam–diam Rendra menatapnya selama beberapa saat. Ketika tatapan matanya tertuju pada tangan Raisa yang
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtberada di atas lututnya, Rendra segera meraih dan menggenggamnya.
Terkejut dengan perlakuan darinya, Raisa secara instink mencoba melepaskan tangannya, tetapi Rendra tetap
menggenggam dengan erat, tidak memberi celah untuknya. Jantung Raisa berdebar–debar, tetapi tidak berani
memaksa melepaskan diri. Lagipula ada dua pengawal duduk di depan, dia harus menjaga martabatnya sebagai
wakil presiden.
Oleh karena itu, dia pun pasrah, membiarkan tangannya ada dalam genggaman kuatnya. Kehangatan telapak
tangan Rendra mengalir ke punggung tangannya, sekaligus juga ke lubuk hatinya. Dia merasa seakan sedang
bersembunyi dari seluruh dunia dan diam–diam membawa emosi yang penuh gairah tetapi tidak diterima.
Jika dia bukan wakil presiden dan hanya seorang pebisnis biasa, atau bahkan bekerja seperti orang–orang pada
umumnya, mungkin mereka tidak perlu memikirkan apa kata orang sebelum melakukan sesuatu. Namun, dengan
latar belakangnya sebagai sosok terpandang, noda kecil pada dirinya akan bisa membesar tak terkira. Bahkan jika
tidak ada hubungan darah, hubungan mereka masih tabu karena Raisa dibesarkan sebagai putri baptis dari garis
Starla. Jika ada yang menggunakan hal ini untuk menyalahkan Rendra karena tidak bermoral, maka semua yang
telah diraih akan lenyap.
Mana mungkin Raisa mengambil risiko menghancurkan semua yang dimiliki Rendra? Dia terlalu tidak berharga dan
tidak berarti untuk menghancurkan laki–laki luar biasa seperti dirinya!
Ketika sedang perang batin dengan diri sendiri, tangannya pun berkeringat. Sambil berpikir bahwa ini adalah
kesempatan bagus untuk lepas dari genggamannya, Raisa menarik tangannya saat Rendra tidak memerhatikan
dan menekankannya pada dadanya, tidak memberi kesempatan dia memegang tangannya lagi.
Sorot mata Rendra terpaku padanya, dan dadanya terasa nyeri. Gadis ini benar–benar menghindar darinya.
Tak lama, sang pengawal membawa mereka ke vila Rendra.
Raisa berkata pada Rendra, “Bisakah saya meminta pengawalmu untuk mengantar saya ke rumah
teman?”
Rendra, yang hendak turun dari mobil, terpaku sejenak sebelum menoleh dan berkata, “Mereka sibuk.”
“Hanya setengah jam perjalanan,” Raisa memohon.
“Tidak. Sekarang, turunlah.” Rendra tidak mau membiarkannya pergi.
Kemudian, Raisa turun dengan lesu dan menyaksikan pengawal melaju keluar gerbang besi sementara dia berdiri
di taman yang sepi dengan tatapan kosong.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmKetika baru berjalan beberapa langkah dan menyadari bahwa perempuan itu tidak mengikutinya, Rendra menoleh
ke belakang dan melihatnya. Kemudian, dia pun berbalik, dan mengulurkan lengannya yang panjang untuk meraih
pergelangan tangan Raisa dan membawanya ke dalam
vila.
Entah mengapa, Raisa merasa sakit sekujur tubuhnya. Kedua matanya berkaca–kaca saat berusaha melawannya.
“Tidak bisakah kamu menghargai saya sebentar saja?”
Rendra menatapnya. “Hargai apa?”
“Kenapa kamu sangat yakin kalau saya akan menyukaimu kembali hanya karena kamu menyukai saya? Apakah
kamu sepercaya diri seperti itu?” Raisa mengangkat wajahnya dengan gejolak emosi di hatinya, dan matanya mulai
memerah.
Bibir Rendra berkedut. Meskipun cara dia memandangi Raisa masih lembut, sorot matanya tetap tajam dan muram
seakan tertutup lapisan debu.
Napas Raisa tersekat di kerongkongan saat kesulitan untuk mengabaikan emosi yang melintas di mata Rendra. Dia
menunduk dan berkata, “Mari jalani hidup dengan hubungan awal kita saja! Bagaimanapun juga, kamu adalah Om
saya. Kamu adalah wakil presiden berpangkat tinggi sementara saya hanya rakyat biasa. Tidak akan ada… apapun
di antara kita berdua.”