Bab 1062
Raisa, yang tidak menyadari bahwa ada seorang laki–laki tengah memerhatikan semua yang dilakukannya saat itu,
mengangkat kepalanya tanpa berkata–kata, dan menghela napas sebelum menoleh ke pohon kecil di sebelahnya
dan mencabuti dedaunannya hanya untuk melampiaskan. emosinya.
Ketika laki–laki di dalam mobil melihat tingkah–lakunya, ujung mulutnya pun membentuk senyuman. Beginikah cara
dia melampiaskan emosinya? Kekanak–kanakan sekali. Hanya setelah mencabuti semua daun Raisa kembali ke
ruang privat. Begitu mendorong pintu, dia melihat Valencia berbaring di atas meja dan bergegas mendekatinya.
“Bagaimana perasaanmu, Nona
Permadi?”
“Raisa, saya akan antar kamu pulang! Kepala saya sangat pusing.” Valencià memang minum begitu banyak, dan
merasa tidak enak badan saat itu.
“Oke. Tunggu sebentar. Saya akan antar kamu pulang setelah menyelesaikan tagihannya.” Selesai bicara, Raisa
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtpergi untuk membayar.
Selesai membayar, Raisa kembali ke ruang dan mengambil tas Valencia. Kemudian dia membantunya untuk berdiri.
Karena masih sanggup untuk berjalan, keduanya pergi dengan setengah tubuh Valencia bersandar pada Raisa.
Raisa kesulitan membopong perempuan yang tengah mabuk itu, dan karena dia berjalan terhuyung–huyung, begitu
mereka meninggalkan gerbang restoran dan menuju ke tempat parkir, Raisa tiba–tiba tersandung kaki Valencia.
Sebelum sempat berteriak, Raisa sudah terkapar di tanah sambil membopong Valencia. Langsung. saja, dia merasa
lututnya nyeri, mungkin karena terluka saat terjatuh. Tepat ketika hendak bangun untuk membantu Valencia, tiba–
tiba dia mendengar suara pintu mobil, kepalanya pun mendongak.
Begitu melihat sosok tampan dan tinggi berjalan ke arah mereka membelakangi lampu mobil, Raisa merasa
jantungnya berdebar kencang dan mata cantiknya membelalak. Itu dia? Kenapa dia ada di sini? Tiba–tiba dia ingat
ada mobil yang baru saja terpakir di sini. Apakah selama ini dia menunggu di mobil? Sembari memikirkannya, dia
rasanya ingin menyembunyikan diri di dalam lubang.
“Apakah kamu baik–baik saja, Nona Permadi?” Emir datang untuk membantu Valencia bangkit.
Di hadapan Raisa, telapak tangan besar dengan sendi yang menonjol terjulur saat Rendra membantunya untuk
berdiri. Terkejut, Raisa terduduk di tanah dan menatap telapak tangan itu. Lalu, tanpa menyambutnya, dia
berusaha bangkit dengan mendorong dirinya sendiri, sementara Rendra menatapnya sungguh–sungguh dengan
tatapan kuat.
Kemudian, tiba–tiba ada tangan yang melingkar di punggung Rendra. Rupanya tangan Valencia. Dia sudah sadar
dari mabuknya. Dia menepis tangan Emir untuk memeluk Rendra tanpa peduli dengan sekitar.
“Rendra… Akhirnya kamu datang… Saya sudah menunggumu lama…”
Emir langsung berdiri di sampingnya dan berkata, “Nona Permadi, saya antar kamu pulang!”
Alis Rendra mengernyit saat melepas genggaman erat tangan Valencia dengan tangannya yang
besar. Dia kemudian berbalik dan memegang pundaknya, tidak membiarkan Valencia untuk mendekat dengannya.
“Valencia, kamu mabuk. Pulang dan beristirahatlah.” Suara tegasnya menggema.
“Saya tidak mau… Saya tidak mau ke mana–mana. Saya hanya ingin memelukmu…” Selesai bicara, Valencia
berusaha menggenggam tangan Rendra lagi, ingin kembali ke dalam dekapannya, tetapi Emir langsung berdiri di
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmdepan Rendra. Karena matanya tertutup sejak tadi, Valencia tidak menyadari bahwa dia tengah memeluk pinggang
Emir. Dia bahkan membenamkan wajahnya di dada Emir.
“Rendra, saya sangat menyukaimu. Bisakah kamu tidak memperlakukan saya dengan dingin…”
Tepat ketika Raisa menyaksikan adegan itu dari samping, sebuah tangan besar yang arogan menariknya ke arah
mobil. Dia segera memutar kepalanya dan melihat pada Emir dan Valencia dengan perasaan khawatir sampai dia
tiba–tiba ingat kalau tas Valencia masih ada di tangannya. Dengan begitu, dia langsung melepaskan genggaman
tangan Rendra dan menyerahkan tas itu pada Emir. Dan setelah itu dia kembali ke mobil.
Rendra sendiri yang membukakan pintu mobil untuknya, dan ketika itu, Raisa baru saja akan menoleh ke belakang
ketika terdengar suara rendahnya. “Kenapa kamu tidak masuk?”
Raisa masih kebingungan, bahkan menjadi tidak senang. “Apa yang kamu lihat?”
Tangan Rendra yang besar dan agresif mendarat di bagian belakang kepala Raisa saat mendorongnya masuk ke
bangku belakang dengan sedikit tak sabar. Begitu Raisa duduk, Rendra pun masuk ke dalam mobil dan berkata
pada pengawal di kursi pengemudi, “Jalan.”
“Bagaimana dengan Emir?” tanya Raisa khawatir. Bagaimanapun juga, rasanya tidak baik meninggalkannya sendiri
menghadapi situasi seperti ini.