Bab 198
Setelah Samara menelan pil obat, lalu meletakkan botol porselen putih itu di atas meja
samping tempat tidur.
“Rendaman obat yang seperti hari ini masih perlu dilakukan selama 3 hari, dan setiap hari
harus berendam selama 2 jam, setelah berendam dalam setengah jam minum sebutir,
dalam seminggu akan sembuh total.”
Widopo mengambil botol porselen putih lalu mengeluarkan sebutir pil putih, dan
menelannya.
Keterampilan medis gadis ini sangat baik sekali.
Rasa nyeri di paru-paru selama bertahun-tahun, sudah hilang setengahnya.
Dia, ternyata memang tidak membohonginya.
Samara membereskan kotak medisnya, menggantungkannya di badan lalu melirik Widopo
sekali.
“Tidak sengaja menguping pembicaraanmu dengan sekretarismu, saya berhutang
padamu, sekarang saya menyembuhkanmu, jadi kita impas.”
Samara sengaja tidak mengucapkan sampai jumpa, karena dia tidak ingin berjumpa
dengan Widopo lagi.
Pria ini…
Sifatnya terlalu curigaan.
Cukup sekali saja menyinggungnya, jika kembali menyinggungnya, Samara takut
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtkehilangan nyawa.
Samara berbalik pergi, tapi baru saja berjalan beberapa langkah, pandangannya
mendadak menjadi buram, seluruh tubuhnya terjerembab kebelakang
Pada saat bersamaan.
Widopo melompat turun dari tempat tidur, merangkul Samara yang
pingsan ke dalam pelukannya.
Samara mengenakan pakaian yang basah, suhu tubuh sedikit rendah, sepasang matanya
terpejam erat.
Melihat Widopo merangkul Samara, Kiky maju bermaksud mengambil alih Samara, “Tuan
Muda, saya saja yang membopongnya…
“Tidak usah.” Widopo menolak dengan suara dalam, melirik Kiky sekejap, “Cari satu setel
busana wanita, lalu kirimkan ke kamar sayap timur.”
“Tuan Muda, kamar sayap itu…”
Widopo berkata tidak sabar: “Kiky, sejak kapan kamu mulai tidak mengerti ucapanku?”
Kiky tidak berani lagi bersuara, segera mencari pembantu untuk mencarikan busana yang
cocok untuk Samara.
Widopo membungkukkan badannya sedikit, lalu membopong Samara, selangkah demi
selangkah menuju kamar sayap timur.
Sesampai di kamar sayap.
Widopo meletakkan Samara dengan ringan di atas tempat tidur.
Dia tidak pergi, tetapi malah berlutut dengan satu kaki di depan ranjang, menatap wanita
yang tertidur.
Dia sudah pernah berjumpa dengan berbagai wanita, yang lemah lembut atau yang lucu
manja, tapi tidak pernah bertemu dengan wanita yang tidak rendah hati juga tidak
sombong, wanita yang berani diam-diam bersaing dengannya.
Yang paling penting adalah…
Dia berhasil menyembuhkan dia yang masih ingin hidup.
Ujung jari Widopo menyentuhs hidung Samara, lalu sentuhan turun perlahan …
Bagaimana caranya membalas budi Samara?
Ketika ujung jarinya turun sampai ke bagian bawah dagu, mendadak Widopo menemukan
kulit yang terkelupas.
TILE
Tanpa ragu sedikitpun, Widopo mengupas kulit tersebut dengan jemari, dan seluruh
topeng wajah yang dikenakan Samara langsung terkoyak.
Dan saat itu juga—
Sebuah wajah kecil yang putih mulus terpampang di hadapan Widopo.
Bulu matanya tergetar ringan seperti kepakan sayap kupu-kupu, hidung yang indah, lalu
bibir kecilnya yang merah alami, dan kulitnya yang sangat mulus, bagaikan batu giok
berkualitas tinggi.
Widopo menggenggam erat topeng wajah di tangannya, hatinya tergetar.
Dia mengira Samara hanya memiliki sepasang mata yang indah, tidak menyangka
wajahnya mengenakan sebuah topeng wajah?
Bibir Widopo terangkat membentuk sebuah senyuman.
Perasaan ini seperti tiba-tiba berhasil menemukan sebuah batu giok murni yang langka.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmTuhan tidak hanya memberikanku kesempatan untuk hidup, tapi juga mengirim harta
seperti ini untuknya.
LL
“Tok tok—”
Kiky mengetuk pintu dari luar.
Mendadak Widopo menjadi egois, tidak ingin wajah asli wanita ini terlihat orang lain,
meskipun orang itu adalah bawahan yang paling dekat dengannya.
“Taruh saja bajunya di depan pintu, tanpa seizinku, siapapun tidak boleh masuk.”
“Baik,”
Samara tidur sangat lelah,
Walaupun air obat tersebut memang digunakan untuk berendam, tetapi air itu tetaplah
obat.
Di dalam tubuh Widopo terdapat hawa dingin, tidak masalah jika dikeluarkan, tapi dia
adalah orang yang sehat, berendam selama 2 jam, badannya tentu saja akan terasa
kosong juga.
Ketika melakukan akupunktur, Samara berusaha menguatkan diri, tapi akhir tidak dapat
menahannya juga.
Ketika Samara membuka mata, tatapannya beradu dengan sepasang mata Widopo yang
sukar ditebak.
“Sudah bangun?”
“Berapa lama saya tertidur?” Samara setengah terduduk.
“Tiga jam.”
“Maaf sudah mengganggu.” Samara menarik selimut lalu turun dari tempat tidur,
“Sekarang saya akan pergi.”