“Huah….” Saat Samara terbangun, sekujur tubuhnya terasa seperti akan runtuh. Dibawah
selimut itu tubuhnya tidak terbalut sehelai benangpun, kulit putih mulusnya dihiasi
dengan bekas cupang yang lumayan banyak sehingga dia sendiri tidak berani melihatnya
langsung. Apa yang terjadi? Tiba-tiba, pemandangan indah yang terjadi tadi malam
diputar ulang dalam benaknya. Dia memasuki kamar dalam kondisi tidak sadarkan diri,
dan dimainkan oleh seorang pria asing dengan gila-gilaan sepanjang malam. Suaranya
sudah serak karena terus menangis, tapi pria itu sama sekali tidak bergeming dan terus
memperkosanya. Samara mengganti pakaiannya, dan menahan kedua kakinya yang
masih lemas, dia turun dari tempat tidur dan berniat menemukan bajingan yang merebut
keperawanannya. Tapi dia sama sekali tidak melihat sosok pria itu diseluruh kamar suite,
dan hanya menemukan sebuah anting-anting salib dari perak di atas ranjang. Apa dia
meninggalkannya disini? Samara menyimpan anting itu kedalam kantongnya, dan hendak
pergi. Pintu suite hotel ditendang oleh seseorang hingga terbuka, seorang pria paruh baya
berusia sekitar 50 tahun, Heru Wijaya, masuk dengan wajah penuh amarah,
dibelakangnya diikuti oleh adik kembarnya Samara, Samantha. “Ayah, Samantha…..”
Samara terkejut, dan wajahnya memucat. Heru jengkel dan langsung mencaci maki
Samara : “Kamu tidak pulang semalaman dan membuat kami mengira kalau kamu
mengalami sesuatu, tidak tahunya kamu malah sibuk bercumbu dengan pria di hotel!”
Samantha juga terlihat marah dan berkata : “Kak Samara, kamu sangat keterlaluan kali
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtini! Ayah, Tante Emma, dan saya sibuk mencarimu semalaman, kami sudah hampir gila!”
Samara terus menggelengkan kepalanya. “Tidak, saya tidak.” “Kamu sebenarnya masih
punya urat malu atau tidak! Lihat apa yang ada di lengan dan lehermu itu? Masih berani
mengatakan tidak!” “Ayah, saya dijebak, saya juga tidak tahu kenapa bisa seperti ini.”
Heru melihat Samara yang masih berani membantahnya, meraih sebuah asbak yang ada
disampingnya dan melemparkannya ke arahnya. “Piang—–” Samara tidak sempat
mengelak, dan keningnya seketika terluka dan darah terus bercucuran hingga seluruh
wajahnya. “Samara, saya baru saja menyetujui permasalahan pernikahanmu dengan Pak
Budi, sekarang kamu malah melakukan hal memalukan seperti ini! Sekarang tubuhmu
sudah kotor, bagaimana saya bisa menjelaskan hal ini pada Pak Budi?” Samara
membelalakan matanya seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengar : “Budi itu
sudah hampir berumur 60 tahun! Sudah 3 istrinya yang meninggal, dan kamu mau saya
menikah dengannya?” “Kenapa? Menikah dengannya masih termasuk menyusahkanmu?!
Bisa menikah dengannya adalah keberuntunganmu.” Heru meraih tangan Samantha, dan
wajahnya terlihat penuh kebencian : “Untung saja kamu dan Samantha hanya memiliki
wajah yang sama, dan memiliki sikap dan kepribadian yang bertolak belakang! Kamu
sudah mencoreng nama Keluarga Wijaya dengan sikapmu ini!” Samantha melirik Samara
dengan jijik : “Ayah, jangan lupa, dia kan tumbuh besar di kampung!” Heru menatapnya
dengan dingin, dan Samatha juga tidak memperdulikan luka di keningnya. Huh! Ini adalah
ayah kandungnya, dan saudari kandungnya! Kening Samara masih terus mencucurkan
darah, tapi hatinya, sudah mati rasa. …… Sepuluh bulan kemudian. Di apartemen Samara
yang terletak di pinggiran kota. Diiringi dengan suara tangisan bayi “Uwaa..uwaa—-”, dua
bayi dilahirkan dengan lancar. Samantha menggendong dua bayi yang masih berlumuran
darah dan menatap Samara yang masih lemas di tempat tidurnya. “Kembalikan…anakku
padaku….” Samara berkata dengan wajah pucatnya dan masih berusaha keras untuk
mengangkat tubuhnya. “Kembalikan padamu? Apa kamu sanggup menghidupi sepasang
bayi kembar ini?” “Saya adalah kakakmu…kakak kandungmu!” Samara menatap wajah
Samantha yang terlihat percis dengan dirinya : “Kenapa…Kenapa kamu ingin
menjebakku?” “Wanita itu…adalah ibumu! Bukan ibuku! Saat dia disuruh memilih satu
diantara dua, dia memilihmu, dan meninggalkanku dirumah yang dipenuhi dengan
serigala, singa, dan macan tutul, meninggalkanku untuk menghadapi seluruh anggota
Keluarga Wijaya seorang diri! Pada saat saya menderita, dimana kamu yang katanya
kakakku ini?!” Samantha tertawa, dengan mengerikan. “Samara, wajah ini hanya boleh
ada satu di dunia, dan itu adalah wajahku, Samantha!” “Apa yang mau kamu lakukan?”
“Membunuhmu!” Samantha menuangkan bensin yang sudah dia siapkan keseluruh sudut
ruangan, dan menyalakan korek lalu melemparkannya ke lantai, dan pergi dengan
membawa dua bayi kembar itu. Dibelakangnya, api yang bertemu dengan bensin mulai
menjalar dan membakar seisi apartemen. Samantha berjalan keluar dari apartemen,
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmelirik lautan api di belakangnya, lalu melirik kearah dua bayi kembar yang menangis
dalam gendongannya. Sepuluh bulan yang lalu, dia kembali ke hotel dan ingin
menghancurkan bukti kalau Samara dijebak, dan bertemu dengan Asta. Dan dia baru
menyadari kalau orang yang meniduri Samara malam itu bukanlah bajingan yang
diutusnya, tapi malah Asta yang bisa membalikkan langit bagaikan membalikkan telapak
tangannya. Dalam keterkejutannya, dia juga segera membuat keputusan, dia ingin Asta
berpikir kalau wanita yang menggunakan tubuhnya untuk memuaskannya malam itu
adalah dirinya! Bagaimanapun dia dan Samara adalah kembar identik, mereka terlihat
sama percis, asalkan Samara menghilang dari dunia ini, maka tidak ada lagi orang yang
mengetahui rahasianya. Dan kedua bayi kembar ini, akan menjadi alat yang berguna
untuk mendekati Asta nantinya. “Siapa yang menyuruh kalian menangis! Kalau kalian
bukan anaknya Asta, kalian juga pasti sudah kubunuh.” Setelah jeda sesaat, Samantha
melanjutkan : “Tapi dengan dukungan kalian, cepat atau lambat, saya pasti akan masuk
kedalam Keluarga Costan.” Dan saat Samantha tenggelam dalam imajinasinya, dia tidak
tahu kalau Samara berusaha sekuat tenaganya dan sudah berhasil melarikan diri dari
jendela. Dia bergerak dengan susah payah. Tiba-tiba, rasa sakit yang familiar kembali
terasa dari bagian bawah tubuhnya, seperti suara anak kucing yang menangis. Ternyata,
dia tidak hanya mengandung dua bayi kembar…. Samara menggendong bayi ketiga dan
keempatnya dengan tangan yang gemetar. Demi kedua bayinya, dia harus bertahan tidak
peduli betapa sulitnya. Samara menggertakkan giginya, dan ada kebencian yang
mandarah daging dalam tatapannya. “Saya akan mengambil kembali apa yang kalian
rebut dari ku, satu per satu….”