We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Bab 78
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 78

$15 BONUS

Suasana di dalam kamar menjadi sangat tegang, bahkan udara pun terasa membeku.

Menghadapi situasi yang seolah–olah akan terjadi peperangan, Hansen buru–buru berbicara untuk

mengakhiri ketegangan tersebut, “Pak Harvey, yang penting Nyonya baik–baik saja, ini adalah hal

yang membahagiakan.”

Harvey mengalihkan pandangannya dari Selena, seakan–akan Harvey tidak mau memboroskan

sepatah kata pun untuk berbicara dengan Selena lagi. Harvey pun kemudian berbalik badan tanpa

menunjukkan ekspresi di wajahnya,

“Jagalah sikapmu.”

Selena mencoba menahan diri, tetapi akhirnya amarahnya sudah tidak dapat terbendung lagi,

1. 1.

Melihat pria sombong yang selalu merasa bahwa dirinya yang paling benar itu, Selana pun

membanting bubur yang ada di tangannya.

“Dasar pria berengsek!”

Jelas–jelas yang mengejarnya saat itu adalah Harvey, Harvey juga yang ingin menikahinya, Yang

begitu posesif hingga membuat dia menyerahkan segalanya juga Harvey–lah orangnya.

Sekarang setelah Harvey menyakiti dirinya hingga seperti ini, Harvey malah masih berani mengatakan

bahwa Selena berpura–pura?

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Bubur itu menghantam punggung Harvey, campuran butiran nasi dan kuah pun mengalir turun

mengotori setelan jas mewah itu.

Harvey menatapnya dengan tatapan dingin, sorot matanya terlihat begitu marah.

Dia pun berjalan cepat menghampiri Selena. Melihat hal ini, Hansen merasa seperti ada petasan. yang

dinyalakan dan akan segera meledak!

Hansen dengan cepat mengulurkan tangan untuk mencegat Harvey, lalu berujar dengan wajah yang

cemas, “Pak Harvey, tangan Nyonya licin. Nyonya, katakanlah sesuatu.”

Selena masih bersikeras, lalu berkata dengan ekspresi dingin, “Tanganku licin.”

Hansen menghela napas lega dan berkata, “Pak Harvey, Anda juga telah mendengarnya sendiri,

Nyonya…

10

Sebelum Hansen selesai berbicara, Selena menambahkan, “Jika bukan karena tanganku licin, itu

mungkin sudah menghantam kepalamu! Dasar brengsek!”

Hansen tidak bisa berkata apa–apa.

Ini namanya menambahkan minyak ke dalam api.

Harvey mendorong Hansen ke samping, lalu melangkah menghampiri Selena dan berkata viivit

menggertakkan gigi, “Se… le … na!“

Selena yang sudah naik pitam pun mengambil sebotol obat dari keranjang obat di meja samping

tempat tidurnya, lalu dengan cepat mengangkat selimut dan melompat turun dari tempat tidurnya.

Tindakannya sudah seperti pemburu yang sedang bertarung dengan harimau. Dia mengangen

tangannya dan melemparkan botol obat itu ke kepala Harvey sambil berteriak, “Berengsek, aks akan

beradu nyawa denganmu!”

Harvey mengangkat tangannya dan meraih tangan Selena yang lembut, lalu dengan mudah memulas

tangannya ke belakang punggungnya.

Selena berhasil ditundukkan dalam sekejap. Mata Harvey pun terlihat seakan berkabut saat menatap

wanita dalam pelukannya yang wajahnya memerah karena marah itu. Harvey tidak bisa

menggambarkan emosi seperti apa yang ada di dalam hatinya.

Sakit hati yang dirasakannya lebih mendominasi daripada kebencian.

Pada akhirnya, dia menarik napas dalam–dalam dan menenangkan amarah di dadanya.

Harvey melempar Selena kembali ke tempat tidur, lalu menggertakkan gigi dan berkata, “Ingat apa

yang kamu lakukan hari ini! Selama hidup ini, kamu sebaiknya berdoa agar kamu tidak jatuh ke

tanganku!”

Langkah yang diambil Selena seakan–akan telah menginjak ladang ranjau. Harvey pun menahan diri

untuk tidak mencekiknya.

Kata–kata yang dia ucapkan juga benar–benar membuat Selena marah. “Meskipun aku melompat dari

lantai tujuh, aku juga tidak akan meminta pertolongan padamu!” ujar Selena.

Harvey menatapnya dengan tajam, lalu membanting pintu dan pergi, serta meminta semua orang pergi

dari kamar itu.

Chandra mengikutinya sambil bertanya, “Pak Harvey, apakah Anda tidak takut Nyonya akan bunuh diri

lagi?”

Harvey melepas jasnya sambil menatap Chandra dengan serius, lalu berkata, “Orang seperti dia mana

mungkin rela mati? Tidak perlu membuang–buang waktu demi dirinya lagi.”

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Chandra pun mengerutkan kening. Sebagai pengamat, dia bisa melihat lebih jelas bahwa tidak ada

orang yang mau mempertaruhkan nyawanya sendiri.

Orang sehebat apa pun tidak dapat menjamin bahwa melompat dari lantai tujuh tidak akan membuat

dirinya terluka sama sekali. Jika Harvey tidak memeluknya, dan jika bantalan udara Chandra terlambat

diletakkan, Selena pasti sudah mati.

Namun, Harvey telah menyimpulkan bahwa Selena hanya berpura–pura lemah untuk menarik

simpatinya, sehingga dia tidak akan mendengarkan masukan dari orang lain sepatah kata pun.

Hansen memanggil seorang perawat untuk membersihkan kamar Selena. Kemudian, Hansen

meratakan tempat tidur sambil dengan sabar menghibur Selena, “Nyonya, kenapa tidak berbicara

baik–baik? Jangan bersikap terlalu ekstrem. Pak Harvey masih peduli padamu. Tadi malam dia berjaga

di luar sepanjang malam, menurutmu…”

Selena tidak ingin mendengar masukan seperti itu, dia hanya mengajukan sebuah pertanyaan, Dokter

Hansen, mungkinkah laporan pemeriksaan medisku salah?”

Hansen langsung menjawab dengan serius setelah mendengar pertanyaan ini, “Nyonya, kamu boleh

menghina kepribadianku, tetapi kamu tidak boleh menghina profesiku. Yang memeriksa dirimu adalah

para ahli, bagaimana mungkin mereka salah?”

Hansen menghela napas dan berkata, “Tadi malam aku–begitu terkejut ketika mengetahui bahwa sel

darah putihmu serendah itu, aku mengira itu… Oh ya, Nyonya, kamu tidak menjalani pengobatan apa

pun beberapa waktu lalu, ‘kan?”

Dengan statusnya sebagai dokter yang bertanggung jawab, Hansen masih mengajukan satu

pertanyaan lagi.