Alfa mengantarkan Olivia kembali ke rumah. Sejak berpisah dengan wanita itu, wajah kecil
Olivia terlihat sangat sedih. Olivia merasa tidak senang, dan setelah pulang kerumah dia
bahkan menggelengkan kepala terhadap eskrim kesukaannya, matanya memerah
bagaikan seekor kelinci dan berlari masuk kedalam kamarnya. Alfa terpikirkan raut wajah
dingin dan menyedihkan dari Olivia, bukankah itu jelas-jelas akan membuat kakaknya
memenggalnya! Dia membalikkan badannya perlahan-lahan kearah Asta yang sedang
duduk di sofa. Pria itu mengenakan kemeja hitam dan celana setelan jas, yang membalut
tubuhnya dengan sempurna. Fitur wajahnya sangat indah, seperti seorang dewa,
sepasang mata tajamnya yang gelap bagaikan langit malam, dan dingin sedingin danau
es, membuat orang yang melihatnya bergidik. “Katakan, apa yang kamu lakukan pada
Olivia?” “Kak, demi Tuhan, putri kecil itu tidak mengangguku saja saya sudah sangat
bersyukur! Mana berani saya menganggunya?” Bagaimanapun Alfa juga merupakan Tuan
Muda kedua dari Keluarga Costan, tapi sejak Asta membawa Oliver dan Olivia kerumah
lima tahun lalu, posisinya sebagai tuan muda langsung diturunkan menjadi pengasuh.
Asalkan ada sedikit yang salah pada kedua putra putri kesayangan keluarganya itu, maka
dia yang akan menanggung deritanya, tanpa peduli apapun alasannya! Tapi sebelum itu,
Alfa merasa akan lebih baik kalau dia memberitahukan poin utamanya terlebih dulu. “Kak,
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtada kemajuan pesat, Olivia sudah bisa berbicara.” Mendengar hal itu, mata tajam Asta
menjadi sedikit lebih hangat, dan senyuman tipis terukir di wajahnya. “Apakah
perjalananmu membawa Olivia ke Paris untuk menemui Profesor James untuk berobat
dibilang berhasil?” “Bukan, bukan, benar-benar bukan seperti itu.” Alfa menggelengkan
kepalanya : “Saya juga bukannya tidak tahu tentang permasalahan psikologis Olivia dulu.
Profesor James hanyalah melakukan perawatan rutin pada Olivia kali ini, dan tidak jauh
berbeda dengan pengobatan-pengobatan sebelumnya.” “Lalu apa yang membuahkan
hasil ini?” “Kak, hari ini Olivia bertemu dengan seorang wanita berkisar 20 tahunan di
bandara. Olivia sangat menyukainya, dan terus memanggilnya ibu. Dan saat dia berpisah
dengannya, tatapan sedihnya itu bahkan tidak pernah terlihat sebelumnya, aduh,
matanya yang bulat dan besar itu basah dan terus menitikkan air mata!” Alfa teringat
dengan kejadian tadi siang, dan masih merasa aneh. Saat Asta membawa kedua bayi
kembar itu kerumah, dia tidak memberitahukan kepada orang lain siapa ibunya, tapi
didalam hati Keluarga Costan tahu dengan jelas kalau ibu dari kedua anak ini adalah Nona
Muda dari Keluarga Wijaya, Samantha. Putri kecil itu saja tidak memanggil ibu pada ibu
kandungnya sendiri, kenapa malah meneriaki seorang wanita asing sebagai ibunya? Asta
memicingkan matanya dan merasa sama bingungnya : “Bagaimana wanita itu?” “Wanita
itu sangat jelek, wajahnya penuh dengan bintik-bintik.” Alfa mencoba mengingatnya
dengan keras : “Figur wajahnya juga biasa-biasa saja, sangat tidak berkesan.” “Alfa, siapa
yang menanyakan padamu dia cantik atau jelek?” Alfa : “……” Asta berkata dengan serius
: “Alfa, karena kamu sudah tahu kalau wanita itu sangat istimewa bagi Olivia, kenapa
kamu tidak mengutus seseorang untuk memeriksanya?” Entah kenapa, perasaan Asta
memberitahunya kalau wanita yang biasa itu adalah orang yang dapat menyembuhkan
afasia yang diidap Olivia. Setelah diingatkan oleh Asta, Alfa juga memukuli pahanya
sendiri dengan penyesalan. “Astaga! Kenapa saya malah melupakan hal sepenting ini!
Sekarang juga saya akan mengutus seseorang untuk memeriksanya.” …… Di kamar di
lantai dua. Putra kesayangan dari Keluarga Costan sedang meraut pensil warna untuk
Olivia. Menyandang status cucu tertua di Keluarga Costan, Oliver, sebenarnya lebih
dimanjakan dibandingkan dengan adiknya Olivia. Namun, sifat manja yang ditunjukkan
oleh Oliver hanya untuk diperlihatkan kepada orang luar, dia sebenarnya adalah kakak
yang sangat protektif pada adiknya. Olivia meraih pensil warna yang baru diraut oleh
Oliver, dan menggambar seorang wanita diatas kertas. Wanita ini ramping, dengan hidung
pesek dan bibir tebal, dan bintik-bintik di seluruh wajahnya, tapi Olivia selalu tersenyum
saat dia menggambar wanita ini. Dia tidak berhenti disana, dia bahkan menggambar
garis-garis kuning di samping wanita jelek itu seolah wanita itu bercahaya. Setelah dia
selelsai menggambar, Olivia menambahkan satu kata diatas kepala wanita jelek itu — Ibu.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmOliver menatapnya dengan penuh keraguan : “Ibu?” Olivia tersenyum dan
menganggukkan kepalanya. “Apa kamu menggambar wanita yang diceritakan Ayah
kepada kita?” Oliver bertanya walaupun dia merasa wanita yang digambar itu tidak mirip
sama sekali. Meskipun dia dan adiknya tidak menyukai Samantha, tapi tidak bisa
dipungkiri kalau ibu mereka memiliki wajah yang terbilang cantik, tidak ada bintik-bintik di
wajahnya. Dan saat Oliver membahas Samantha, sudut bibir Olivia langsung turun,
wajahnya terlihat sedih dan mulai menggelengkan kepalanya seperti mainan. Bagaimana
Samantha bisa dibandingkan dengan wanita yang digambarnya ini? “Bukan dia, lalu
siapa?” Olivia ingin berbagi perasaan bertemu ibu dengan kakaknya, tapi saat dia
membuka mulutnya, tidak ada suara yang keluar. Menyadari kalau dia tidak bisa
menemukan cara untuk berkomunikasi, Olivia sedikit putus asa. Namun, Olivia meraih
gambar yang digambarnya dan memeluknya seperti memeluk seorang bayi. Melihat
adiknya begitu menyukai wanita jelek itu, Oliver juga menjadi penasaran, sebenarnya
pesona istimewa apa yang dimiliki wanita itu sampai-sampai adiknya begitu terobsesi
padanya? …… Pada saat itu. “Hachiu—–” Samara yang baru melepaskan topeng jeleknya
tiba-tiba bersin dengan kuat. “Pasti ada orang yang sedang merindukanku kan?”
Sedangkan Javier yang duduk didepan komputer dan mengetik diatas keyboardnya
sedang melirik isi sebuah email. “Ibu, memang ada orang yang mencarimu! Dia bersedia
membayar 100 miliar agar kamu mau membantunya!”