Bab 459 Selena ingin membantah, tetapi ketika dia berpikir anak itu tidak akan mengerti, dia pun tidak perlu banyak bicara.
Tumbuh dengan aman dan bahagia bagi anak pun sudah cukup, sebab itu yang terpenting.
Tak lama kemudian, Harvest memejamkan matanya. Kepalanya disandarkan di pangkuan Selena, lalu tertidur pulas dengan napas teratur. Di sudut bibirnya, terlihat segaris air liur yang berkilau, Selena mengulurkan tangan untuk mengusap wajah Harvest. Matanya penuh kasih sayang saat mengamatinya.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtSelena sempat membatin, “Aku pun nggak tahu apakah saat lahir nanti, anak dalam perutku akan mirip dengan Harvest tidak, ya? Bagaimanapun juga, mereka tetap anak-anaknya Harvey.” “Seli.” Di malam yang sunyi, suara Harvey terdengar serak dan kasar, memecah keheningan malam.
Raut wajah Selena seketika membeku. Dia tidak mengatakan apa pun, hanya menunggu dengan tenang kata- kata Harvey selanjutnya.
Harvey berdeham. Dia memikirkan kata-katanya dengan baik sebelum diucapkan, “Harvest sangat suka denganmu. Aku tahu kamu juga menyukainya, jadi kamu bisa memperlakukannya seperti anakmu sendiri.” Selena mendengus dingin. “Agatha patah kaki dan nggak bisa mengurus anakmu, sekarang kamu ingin menipu aku untuk mengurus anakmu. Pikiranmu bagus sekali, ya. Siapa bilang aku menyukainya? Pergi sana ke pelukan ayahmu,” tolak Selena panjang lebar. [x] Selena mendorong Harvest yang tidak bersalah ke pelukan Harvey. Untuk membuktikan bahwa dia tidak menyukainya, dia berbicara dengan kasar.
Harvest yang sedang tidur mengedipkan matanya seperti burung kecil yang sukarela memantik api seraya meraih kemeja Harvey.
Di mulutnya masih terdengar bisikan, “Ibu.” Selena merasa bersalah seketika. Dia menghela napas. Apa yang sedang dia lakukan? Bagaimana dia bisa marah kepada anak yang tidak bersalah? Dengan cahaya samar-samar, Harvey menangkap rasa bersalah di wajahnya.
Seli miliknya selalu menjadi orang baik.
Harvey dengan lembut mendorong Harvest ke pelukan Selena. Dia ingin agar Selena bisa lebih lama menemaninya.
J6ek, anak itu selalu akan memangullimu Ibu meskipun kamu menolaknya berkali-kali.” Sewasa mengalihkan sorot matanya, tetapi tidak laul mendorong Harvest. Justru jari-jarinya melingkar kasa ada di pinggang anak itu, lalu memeluknya lebih erat Hanya sala mulutnya masih keras kepala. Ha, aku bukan ibu kandungnya, aku bisa trunya anak sendin.” Sabu kalimat membunuh percakapan.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmHarvey a tak mengatakan apa pun, tetapi dia melihat Selena dengan lembut.
“Seh, aku tahu kamu sangat menyukai anak-anak. Kila masih bisa memiliki anak.” Mendonsaar kalimat itu, entah mengapa Selena merasa punggungnya dingin seketika.
Dia menoleh ke arah Harvey, Wajah Harvey hanya menunjukkan kelembutan, tetapi kasih sayang di matanya seakan-akan ingin menyelimuti dirinya.
Selena mengemyitkan kening dengan tidak senang. Dia membalas dengan tanya, “Menurutmu, setelah semua yang terjadi di antara kita, memangnya aku bisa memaafkanmu? Harvey, sadarlah. Pecahan kaca nggak bisa disatukan kemball, sama seperti waktu yang nggak bisa diputar balik. Pikirmu aku akan tenang tinggal di sisimu, hah?” Pria itu mengulurkan tangannya ke arah sang wanita, ujung jarinya yang ramping membelai alisnya, berusaha untuk menghilangkan kerutan di alisnya.
Suaranya begitu lembut. “Sell, aku berbeda darimu. Apa pun yang kamu lakukan padaku, aku nggak akan pernah menyalahkanmu, sekalipun itu pengkhianatan. Seumur hidupku, aku nggak akan pernah melepaskanmu,” Selena merasakan hawa dingin menusuk tulang belakangnya. Dia menatap Harvey dengan tatapan dingin. Jika sebelumnya dia hanya merasakan firasat, kali ini dia yakin bahwa Harvey sengaja menyindimya.
Apakah dia sudah tahu? Tangan Harvey perlahan bergerak ke punggungnya. Selena merasa ngeri dan hampir melompat.
“Seli, jangan khawatir. Aku nggak akan menyakitimu...” Tatapan matanya penuh kegilaan dan obsesi, tetapi bibir tipisnya sibuk melantunkan kata-kata cinta paling indah di dunia. “Aku mencintaimu. Aku akan selalu mencintaimu apa pun yang terjadi padamu. Aku nggak akan pernah melepaskanmu, bahkan sampai mati.”