Bab 382 Tidak hanya penampilannya yang berbeda, bahkan kepribadiannya pun bertolak belakang dengan Harvest Irwin.
Mata gadis kecil itu dipenuhi rasa benci pada Selena. Meski anak itu masih kecil, dia tahu segalanya. z Jena buru-buru berkata, “Maaf, Nona Selena. Shearly Ini anaknya tertutup dan nggak terlalu suka kalau orang asing mendekatinya.” Selena sudah menarik tangannya kembali. Dia tidak akan melampiaskan kebenciannya terhadap Agatha pada si gadis kecil. Lagi pula, Shearly sangat membencinya, jadi dia tidak perlu memaksakan diri untuk mendekat.
Hubungan antar manusia memang aneh, contohnya Harvest Irwin. Meskipun dia juga anak Agatha, tetapi Selena merasa akrab saat pertama kali melihatnya.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Nggak apa-apa, dia cuma anak-anak. Tapi, kamu sendiri gimana?” balas Selena dengan pertanyaan.
Selena melihat ke arah kaki Jena. “Apa kakimu baik-baik saja?” Saat berada di atas kapal, George Lane pernah menembaknya.
Jena tersenyum tipis. “Terima kasih atas perhatian Nona Selena. Pelurunya nggak melukai bagian vital kok. Lagi pula, saya sudah istirahat selama beberapa bulan. Meski saraf yang terluka masih perlu pemulihan secara bertahap, saat ini nggak mengganggu aktivitas saya dalam mengasuh anak-anak,” jelasnya.
Tampaknya George masih menyisakan belas kasihan. Jika tidak, kakinya mungkin sudah tidak bisa digunakan lagi. [x] “Syukurlah kalau baik-baik saja.” Selena menurunkan Harvest dari gendongannya. Harvest sudah tumbuh besar dan terasa berat saat digendong.
Satu-satunya kebiasaan yang tidak berubah, dia masih suka’meneteskan air liur.
Selena mencubit lembut hidung kecilnya. “Bocah kecil, lihat air liurmu.” Harvest menyeringai, memperlihatkan gigi putihnya dan lesung pipi di pipi kirinya.
Sebelumnya tidak kelihatan begitu jelas, tetapi kali ini Selena bisa melihatnya dengan jelas. Dia merasa aneh.
Jelas-jelas Harvey dan Agatha tidak punya lesung pipi, bagaimana anak ini bisa memilikinya? Tiba-tiba, wajah Sean Bennett terlintas di benaknya. Saat dia tersenyum, ada lesung pipi di pipi kirinya.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmSelena menggelengkan kepalanya. Apa yang sedang dia pikirkan? Mungkin diwariskan secara turun-temurun.
+15 BONUS “Bu, ayo main bola.” Harvest memeluk bola kuning kecil di tangannya, bola yang sama dengan yang dulu dia mainkan bersama Selena.
Jena meletakkan Shearly di sola dan mulai mengganti popoknya. Dia menjelaskan sambil tersenyum, Di rumah, Tuan Muda Harvest suka main bola dengan saya. Setiap kali dia nggak senang, dia akan peluk bola kuning kecil ini dan merajuk. Bahkan, dia harus menaruh bola itu di sisinya waktu tidur. Hari ini, ketika saya merapikan barang-barangnya, dia terus memeluk bolanya.” Mendengar perkataan itu, hati Selena diliputi rasa sesal. Dia teringat kembali menuju malam ketika dia menggunakan bola kuning untuk memancing anak itu keluar dan hampir saja melompat ke laut bersama Harvest.
Akan tetapi, bocah itu sama sekali tidak tahu tentang semua ini. Dia hanya tahu bahwa dia senang bisa bertemu lagi dengan Selens Kedua matanya yang berbinar, penuh dengan sosok Selena.
Selena mencium keningnya. “Dasar anak bodoh,” ucap Selena.
Harvest menggenggam erat baju Selena dengan tangan mungilnya. Kepalanya masih bersandar di dada. Selena, tampak sangat patuh.
Jena tercengang, sampai-sampai dia buka suara, “Saya belum pernah melihat Tuan Muda Harvest semanja ini.” “Bukannya dia seperti ini di rumah?” tanya Selena.
Jena menggelengkan kepalanya. “Nggak sama sekali. Tuan Muda Harvest tumbuh lebih baik daripada Nona Kecil dan dia juga pintar. Dia sudah bisa memanggil Ayah saat usianya baru beberapa bulan. Nyonya setiap hari membujuk Tuan Muda Harvest buat manggil Ibu, tapi sampai sekarang Tuan Muda Harvest nggak pernah sekalipun memanggilnya begitu.” Selena terkejut mendengar hal itu. “Bukannya dia memanggil semua orang dengan sebutan ‘Ibu‘?” Jena tersenyum. “Nona Selena, nih, bercanda saja. Tuan Muda Harvest itu anak yang cerdas. Sejak beberapa hari setelah dia lahir, saya yang merawatnya. Sejak dia bisa bicara, dia memanggil saya Bibi Jena. Setengah tahun yang lalu, dia sesekali akan bergumam Ibu dan menyebutnya saat tidur, tapi dia nggak mau memanggil Nyonya secara langsung. Setiap kali dia coba, Nyonya marah sampai mukanya pucat pasi.”