We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bab 748
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Ruang Untukmu

Bab 748

“Selamat beristirahat. Kamu pasti sangat lelah,” Bimo memperlihatkan perhatiannya.

“Oke. Kalau begitu saya serahkan berbagai hal ini kepadamu.” Saat itu, jam menunjukkan pukul lima pagi dan yang

diinginkan Elan hanya pulang ke rumah.

Angin malam musim panas cukup menyejukkan dan mobil SUV berwarna hitam berjalan melewati gerbang sebuah

villa mewah. Elan berusaha sebisa mungkin untuk tidak membuat suara saat dia memegang jaketnya dan berjalan

menaiki anak tangga. Dia memutuskan untuk tidak masuk ke kamar utama, maka dia langsung ke kamar tamu

untuk beristirahat dan tidak mengganggu Tasya.

Namun, sesampainya di ruang tamu lantai dua, mata Arya menangkap sosok ramping yang sedang tertidur dengan

pipi menempel bantal di bawah lampu temaram. Perempuan itu tampak seperti menjaga posisi menunggu tetapi

akhirnya tertidur,

Menyaksikannya, Elan merasakan hatinya berdenyut, lalu perlahan meletakkan jaketnya dan berjalan ke arahnya.

Dia menyelimuti tubuh itu dengan selimut yang tergelincir ke lantai dan merasa sedih saat menyentuh tangannya

yang dingin.

Tepat ketika itu Tasya tersentak bangun karena sentuhan lembut Elan. Dia kemudian membuka matanya lebar-

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

lebar. Begitu melihat sosok yang sangat dirindukan, Tasya merentangkan lengannya dan memeluknya.

“Akhirnya kamu kembali.”

Elan berjongkok dan menatapnya sedikit memarahi, “Mengapa tidak tidur di kamar? Kamu bisa

terkena flu di sini.”

Setelah menebak-nebak ada kemungkinan Elan akan pulang malam ini, Tasya tidak bisa tidur tenang. Dia baru saja

tertidur kurang dari satu jam yang lalu. Oleh karena itu dia tidak takut terkena flu. Dia sangat khawatir bila dirinya

bukan yang pertama tahu bila Elan sudah pulang.

Mata indah Tasya mendarat di wajah Elan yang belum bercukur, yang entah mengapa tetap terlihat tampan.

Kelihatan seperti usai berlari-lari tanpa mengenal lelah selama beberapa hari belakangan ini.

“Masuklah ke kamar dan mandilah. Matamu merah.” Tasya menjulurkan tangannya untuk membantu Elan menuju

ke kamar tidur utama.

Walaupun tidak merasa lelah sama sekali, Elan tidak berkeberatan melakukan apapun yang dia katakan selama

tindakannya membuat Tasya tenang.

“Luna baru saja menjalani pembedahan dan saya sudah menghancurkan segalanya, maka kamu tidak perlu

khawatir akan apapun,” jelasnya dengan suara rendah.

Mendengar hal itu, Tasya menghela napas kecil. Dia kesal Luna dan keluarganya menggunakan cara kotor untuk

berkomplot melawannya. Suatu saat nanti, dia tidak akan membiarkan keluarga itu hidup dengan mudah dan

tenang.

Untuk Elan, dia ingin mandi dan bercukur. Dia cukup lama menghabiskan waktu untuk mandi karena habis

meregang nyawa orang saat di luar negeri. Dia khawatir ada sisa noda darah pada tubuhnya, maka dia

memastikan dirinya bersih.

Timnya telah menangani insiden di luar negeri dengan baik dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.

Tasya berbaring di atas tempat tidur sofa dan melirik ke arah kamar mandi dan dengan sabar menunggu suaminya

keluar.

Sepuluh menit kemudian, dia melihatnya keluar dengan handuk melilit pinggangnya dan tidak menutupi

pandangannya sama sekali karena menganggumi postur tubuhnya yang tegap. Rambutnya yang gelap sedikit tak

beraturan dan terpancar aura kesederhanaan yang lembut darinya.

Kemudian Elan menyingkap selimut dan menyelinap masuk ke dalamnya, lalu menarik Tasya ke dalam pelukannya

agar tertidur.

“Ayo kita tidur.” Elan memberi kecupan di rambutnya.

Kulit Tasya menempel dengan kulitnya sehingga bisa mencium aroma sabun dari tubuhnya. Aromanya seperti

memiliki efek hipnotis dan dalam waktu sangat singkat, dia tertidur dalam pelukannya.

Pipi Elan menekan kening Tasya dan pada akhirnya dia bisa menutup matanya dengan tenang dan ringan dan

tertidur.

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Sekitar pukul 8 pagi, Elan bangun lalu pergi ke kamar Jodi. Dia memandangi sosok menggemaskan pemuda cilik

yang terbaring di tempat tidur itu sebelum melepas senyum penuh kebahagiaan saat mengamatinya sambil duduk

di tepi ranjang.

Kebetulan sudah saatnya Jodi bangun. Seketika membuka matanya, dia melihat Elan dan melompat dengan riang

gembira. “Papa!”

Elan menjulurkan tangannya untuk menggendong Jodi dan mencium aroma susu yang berasal dari wangi tubuh

Jodi. Elan membopongnya. “Apakah kamu rindu saat Papa pergi?”

“Tentu saja, saya sangat merindukan Papa!” Jodi mengangguk-angguk.

Elan mengecup kening Jodi dan mengusap-usap kepala bocah itu. Perasaan kasih sayang antara ayah dan anak itu

jelas terasa di seluruh kamar.

Bagi Elan, terlepas dari banyaknya pertumpahan darah yang dialaminya di luar, jiwanya tampak mengalami

peremajaan dengan kehangatan yang dia rasakan seketika pulang ke rumah. Semua

yang dia lakukan terutama untuk memberikan kedamaian, dan juga hidup yang aman untuk orang-orang yang

dicintainya.

Di dalam apartemen, Salsa sayup-sayup mendengar suara dering ponselnya, membuatnya meraih ponsel itu dan

menjawab dengan keadaan mengantuk, “Halo, ini Salsa.”

“Salsa, buka pintunya sebentar. Saya baru saja berbelanja dan akan memasak khusus untukmu.”