Bab 147
“Om Elan sangat sibuk. Jangan menyita waktunya lagi, ya?” Tasya menasihati Jodi.
Namun, hal yang membuatnya cemas, Elan malah menggendong Jodi, “Aku tidak sibuk. Kita bisa terus bermain.”
“Hore!” seru Jodi.
Anak yang bahagia melingkarkan lengannya di leher Elan sebelum berbalik untuk berkata pada ibunya, “Ayo
bermain bersama, Ma!”
Meskipun wanita itu kesal, dia hanya menghela napas sebagai tanggapan, “Aku akan jalan–jalan kalau begitu.
Sampai jumpa sebentar lagi.”
Berharap kalau latihan ringan akan membantu pencernaannya, Tasya berjalan–jalan di sekitar lingkungan mereka.
Waktunya sudah menunjukkan pukul 9 begitu saja dan dia kembali ke area kebugaran untuk melihat putranya di
ayunan kali ini. Mengingat Elan masih mendorong Jodi, wanita itu hanya bisa mendekati mereka dan
memerintahkan, “Ayo pulang dan mandi, Jodi. Besok kamu masih sekolah!”
Mendengar ketegasan dari suara ibunya, Jodi mengangguk patuh, “Baiklah, ayo pulang!”
Tasya melirik Elan, “Kenapa kamu tidak pulang terlebih dahulu?”
“Kunci mobilku masih ada di tempatmu, belum lagi aku ingin minum air juga,” kata pria itu mengisyaratkan kembali
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtke apartemennya.
Di saat itulah, Tasya mengerutkan kening. Wanita itu mengira kalau si pria bisa pergi sekarang juga! Begitu mereka
kembali ke apartemen, Tasya melihat tubuh putranya yang berkeringat dan memutuskan kalau dia harus segera
dimandikan. Jadi, dia memberi tahu Elan, yang sedang minum segelas air di sofanya, “Aku akan mengajak Jodi
untuk mandi. Tutup saja pintunya kalau
kamu pergi.”
“Baik!” seru pria itu dengan mengangguk.
Dengan begitu, Tasya membawa putranya ke kamar mandi. Ketika mereka keluar dari kamar mandi setelah mandi,
dia menemukan Elan masih duduk di sofa. Wanita yang tercengang itu kemudian bertanya, “Kamu belum pergi?”
“Aku ingin beristirahat sebentar lagi,” kata Elan yang berbaring dengan malas di sofanya, tidak berniat untuk pergi.
“Yah, Jodi harus tidur, jadi kamu bisa pergi setelah kamu beristirahat dengan cukup!” si wanita memberi tahu.
Dia memanggil paksa Jodi untuk pergi ke kamar tidurnya, membuat si anak laki–laki naik ke tempat tidurnya, dan
memberikan putranya buku cerita. Lalu, Tasya berkata, “Bacalah sendiri dengan tenang sebentar. Kamu tidak
boleh mencari Om Elan lagi. Dia harus pulang, ya?”
“Baiklah.”
Meskipun Jodi jelas tidak senang tentang hal itu, anak itu tidak berani menentang karena dia takut dimarahi.
Setelah membelai rambut Jodi dan memberinya kecupan selamat tidur, Tasya berdiri dari tempat tidur Jodi dan
meninggalkan kamar Jodi. Ketika si wanita keluar dari kamar anaknya dan menemukan kalau Elan tidak lagi ada di
sofanya, wanita itu akhirnya merasa lega. Pria itu akhirnya pergi juga!
Mengingat kalau pakaian kotor putranya masih ada di kamar mandi dan ingin melemparnya ke mesin cuci, dia
memutar kenop pintu kamar mandi untuk masuk ke kamar mandi. Namun, tepat ketika dia melangkah dengan satu
kaki, dia menyadari kalau ada seorang pria berdiri di depan toiletnya, sedang buang air kecil ...
“Ahhh!” Tasya berteriak, dia sangat terkejut sampai–sampai dia membenturkan kepalanya ke kusen pintu sebelum
membanting pintunya lagi dengan wajah merah.
Ya ampun! Bukan saja Elan masih belum pergi, tetapi Tasya baru saja melihatnya melakukan sesuatu yang sangat
memalukan. Meskipun punggung pria itu membelakanginya, wanita itu tidak bisa menahan diri untuk tidak merona
tatkala pikirannya menjadi kosong. Di saat itulah, pria itu berjalan keluar dari kamar mandi dan meliriknya, duduk di
sofa dan memegangi kepalanya.
Dengan khawatir, si pria bertanya dengan lembut, “Sakit tidak?”
“K–Kenapa kamu masih di sini?” tanya Tasya yang benar–benar jengkel.
“Apa kamu benar–benar mau aku pergi separah itu?“||
Setelah mengatakan itu, pria itu bergerak menuju area sofa hanya agar Tasya menggerakkan kepalanya saat
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmelihatnya.
Kemudian, wanita itu memperingatkan, “Jangan sentuh aku.”
Pria itu membungkuk. Di bawah cahaya lampu, wajahnya sangat tampan. Berpikir kalau Elan akan menciumnya,
matanya melebar memperingatkan di saat pria itu hanya mengambil ponsel miliknya di sebelah Tasya sebelum pria
itu berdiri tegap.
“Apakah kamu pikir aku ingin menciummu?” tanya pria itu sambil menyeringai.
Tatkala Tasya melihat ponsel di tangan Elan, wajah wanita memerah karena malu, “Pergi sendiri sana!”
Elan tiba–tiba membungkuk untuk meraih rahangnya dan lalu menempelkan bibirnya ke bibir Tasya. Sebelum
wanita itu bisa bereaksi, pria sudah menegapkan posturnya dan pergi ke pintu depan.
“Beraninya kau!”
“Anggap saja itu hukuman karena kamu mengintipku!” jawab si pria tanpa menoleh ke belakang.
“Aku tidak melihat apa–apa,” protes Tasya dengan marah.
Baru saja tiba di pintu, Elan berbalik dan menatap si wanita dengan tatapan menggoda, “Benar? Kurasa kamu tidak
menyesalinya?
Previous Chapter
Next Chapter