Bab 124
Samara memikirkannya untuk beberapa saat, dan masih tidak bisa mengingatnya, jadi dia
menyerah.
Dan kelihatannya, walaupun dia pernah bertemu dengan Borris paling juga sekedar
berpapasan saja.
Kalau tidak, dia tidak mungkin merasa wajahnya familiar namun tidak bisa mengingat
siapa dirinya.
Dan saat Samara sedang larut dalam pikirannya, Wilson membawa makanan yang
dipesan khusus dari Metroluxe.
Saat kotak makanan itu dibuka, ada aroma wangi dan menggoda yang membuat cacing
rakus di dalam perutnya bergejolak.
Ada ikan ada udang, ringan dan bergizi.
Samara mengangkat sumpitnya dan saat dia hendak mengambil sepotong ikan,
sumpitnya diambil oleh Asta.
“Asta, kamu....”
“Siapa yang mengizinkanmu mengambilnya?” mata tajam Asta meliriknya dan berkata
dengan santai : “Lihat.”
Samara melebarkan mata coklatnya dengan tidak percaya, apa Asta bisa lebih brengsek
lagi? Tidak mengizinkannya yang sedang terluka ini untuk makan udang dan ikan saja
sudah cukup, sekarang malah menyuruhnya melihat dia memakan itu?
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
“Wilson, kamu sudah boleh pulang, lalu bawa juga dokumen yang ada diatas sofa itu.”
“Baik, Tuan….”
Wilson membawa dokumen itu dan pergi, Asta meletakkan kotak makanan di atas meja di
samping sofa dan mulai mengambil ikan dan udang yang ada didalamnya.
Samara juga udak bodoh, dia tidak bisa memakannya untuk apa melihat orang menikmati
makanan itu, dia berbalik dan mencari didalam aplikasi ponselnya dan mulai
membaca.
Dan saat inembaca hingga bab ke 10, dia mendengar suara rendah dan mempesona dari
pria yang ada di belakangnya.
**Sekarang sudah boleh makan.”
Ара?
Samara sedikit tidak percaya pada pendengarannya, namun saat dia berbalik, dia
mendapati udang dan ikan didalam kotak itu sudah dibersihkan.
Dua belas ekor udang sudah dikupas kulitnya, tersusun dengan rapi dan siap dimakan
dengan
sedikit kecap.
Ikan kakap putih juga sudah dilucuti semua tulangnya, menyisakan daging ikan yang
berwarna putih salju, bahkan sedikit duri kecil pun tidak ada.
Ini.....
Membuat jantung Samara berdetak kencang.
Perasaan diperhatikan secara ekstrim ini belum pernah dia rasakan sebelumnya, dan ini
membuat dia sedikit bingung.
“Tidak mau makan?” Asta mengernyitkan keningnya dan berkata : “Apa perlu saya yang
menyuapimu?”
“Ti...tidak usah.”
Samara segera mengangkat sumpitnya, mengambil seekor udang dan memasukkannya
kedalam mulutnya.
Bahkan kotoran hitam yang ada dipunggung udang juga sudah diangkat dan dibersihkan,
dan membuat rasanya terasa manis dan segar juga renyah.
Saat Samara mendongak, tatapan matanya langsung bertemu dengan tatapan Asta.
Dengan tangan yang diletakkan di pelipisnya, dia menatapnya dengan mata tajamnya
yang penuh dengan kelembutan dan memanjakan, ini membuat jantung Samara berdetak
kencang tanpa terkendali.
Sosok pria ini...selalu dapat digambarkan dengan dua kata ‘luar biasa‘.
Ditatap olehnya dengan tatapan yang begitu menggoda, wanita mana pun tidak akan bisa
menolak.
Perasaan ini.....
Seperti saat dia makan udang, sedangkan Asta sedang memakannya.
“Asta.” Samara menelan seekor udang yang sedang dimulutnya lalu berkata :
“Itu....bagaimana kalau saya mengenalkan seorang wanita padamu?”
Sarnara tidak ingin terlibat dengannya, dan dia juga tidak mau Asta menghabiskan waktu
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmuntuknya.
Dia dan Asta, merupakan dua orang dari dunia yang berbeda, mereka tidak mungkin bisa
bersama
“Latar belakang wanita itu mungkin sedikit rendah dibandingkan denganmu, namun
penampilannya cantik dan karakternya juga sangat baik.....”
Samara belum sempat menyelesaikan perkataannya namun wajah Asta sudah berubah
menjadi muram dan langsung memotong perkataannya : “Menurutmu, apakah saya tipe
pria yang
kekurangan wanita?”
Iya?
Bukan?
Samara tidak tahu harus menjawab apa, jadi dia hanya menatap Asta untuk sesaat.
“Kamu tidak perlu memberi isyarat padaku.” Mata tajam Asta menatapnya sejenak : “Saya
belum mencapai titik dimana saya menginginkan siapa saja, saat ini siapa yang
kuinginkan, saya rasa kamu sendiri paling tahu.”
Suhu tubuh Asta seolah turun beberapa derajat, setelah berkata dia bangkit berdiri dan
meninggalkan kamar pasien.
Samara menatap punggungnya, dan sudut bibirnya sedikit terangkat.
Yang dia inginkan, tidak mungkin diberikannya, dan tidak bisa diberikannya.
Lautan api lima tahun lalu....seolah sudah membakar habis semua yang dimilikinya,
termasuk kemampuannya untuk percaya pada orang lain.
Mungkin.....seumur hidup ini dia tidak akan bisa mencintai siapapun lagi.