Bab 127 Dia Telah Mengecewakannya
Vivin tak tahan lagi sampai memalingkan kepalanya ke samping. Saat dia melakukannya, Wajah tampannya Finno menoleh ke
arahnya, sehingga membuat Vivin kaget untuk sesaat.
Dari sudut itu, ia dengan jelas bisa melihat betapa lentik dan tebalnya bulu mata Finno. Ditainbah lagi dengan mata hitamnya
persis seperti batu obsidian. Paras Finno yang tampan sudah pasti akan membuat para wanita, termasuk Vivin, menjadi tersipu.
Vivin mengamati betapa perhatiannya Finno saat merawat lukanya, Vivin tak bisa menahan lagi untuk tidak bertanya, “Finno,
bolehkah aku bertanya sesuatu?”
Finno tetap fokus mengoleskan obat pada luka Vivin, tanpa mengangkat wajahnya dia menjawab, “Tanya apa?”
“Tentang si pemilik kalung... apakah dia mantan pacarmu?” Vivin menarik nafas panjang sebelum bertanya.
Finno membeku sejenak sebelum melanjutkan gerakannya dan mejawab, “Ya.”
Yang membuat Vivin terkejut, pria itu tidak menghindari topik pembicaraan ini. Dan itu membuatnya merasa sedikit lega, dia jadi
tak sabar untuk bertanya lagi. “Kamu sangat mencintainya, bukan?”
Finno akhirnya menoleh dan bertemu pandang dengan mata Vivin.
Bola matanya yang hitam terlihat sangat dalam dan kosong di mata Vivin. Dia hanya dapat mendengarnya mengatakan dengan
tenang. “Vivin, kenapa kamu bertanya tentang hal ini?”
Vivin langsung menyesali sudah mengajukan pertanyaan itu dan merasa bahwa ia sudah melampaui batas. Vivin menjawab
dengan lembut, “Oh, tidak. Hanya saja aku selalu memperhatikan setiap saat kamu melihat kalung itu ekspresimu berubah jadi
sangat menyedihkan.”
Vivin.
Di saat Vivin berpikir kalau Finno mungkin sudah tak ingin melanjutkan pembicaraan itu lagi, pria itu berkata.
“Aku telah mengecewakannya.”
Vivin terdiam sejenak sebelum kembali tersadar. Apa maksudnya bahwa dia telah mengecewakan Eva? Tidak. Itu tidak
mungkin.
Vivin menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menjernihkan pikirannya dan tidak menjawab, Sepertinya, percakapan itu harus
dihentikan sampai di sini saja.
Sementara itu, di dalam rumah kediaman keluarga Normando, Tuan Besar Normando sudah
1/3
bersiap untuk tidur dan memang sudah seharusnya orang tua membutuhkan lebih banyak istirahat.
Di sisi lain, Marthin masih di ruang kerjanya bersama dengan seorang pria yang berdiri membungkuk di depannya. Karena pria
itu berada di balik bayangan, jadi wajahnya tidak begitu. jelas terlihat.
“Apa kamu yakin dengan ini?” Wajah Marthin suram dan terlihat geram. “Maksudmu, si lumpuh Finno sudah melakukan hal itu
dengan istri barunya?”
“Sangat yakin,” orang yang berada di depan meja kerja itu menjawab dengan serius dan menambahkan. “Tuan Besar Normando
sudah mengetahui masalah ini. Saya sudah menyelidiki dengan sangat hati-hati dan saya yakin bahwa itu benar-benar terjadi.”
“Sialan!” Marthin memukul mejanya dengan penuh kemarahan. Dengan luapan kemarahan di matanya, dia berseru. “Jadi itu
artinya, jika semuanya berjalan lancar, wanita yang dipanggil Vivin itu sedang mengandung anaknya si lumpuh Finno?”
“Secara teort, begitulah keadaannya,” orang yang ada di depan meja kerja itu menjawab dengan
sopan.
sejenak, dia lalu berkata, “Bagaimana kalau begini saja, besok aku akan pergi bersama Finno dan kamu harus menghabisi
wanita itu. Vivin.”
Si pria yang ada di depannya mengernyit dan bertanya, “Pak Normando, kenapa anda tidak langsung saja menghabisi Finno?”
“Kamu kira aku tak memikirkan hal itu?” Marthin menyeringai. “Namun seperti yang kau tahu, si kakek tua itu memperlakukan
Finno seperti hartanya yang paling berharga. Ketika kasus penculikan sepuluh tahun yang lalu, dia telah menyusuri setiap sudut
kota untuk menemukannya. Itulah mengapa untuk sekarang kita tak bisa melakukan apa-apa kepada Finno. Berbeda dengan
Vivin, dia hanyalah orang luar. Meskipun ayahku mendapati kita sebagai pelakunya, dia tak bisa melakukan apapun pada kita.”
“Baiklah, saya mengerti.”
“Oh, ada satu lagi.” Marthin tiba-tiba teringat sesuatu seiring dengan wajahnya yang semakin sinis. “Fabian tidak boleh sampai
mengetahui rencana kita.”
Dengan berkedip, pria itu menjawab, “Siap.”
“Kamu boleh pergi sekarang.”
“Baik, Pak Normando.”
Keesokan harinya, Vivin menerima sebuah pesan singkat dari Finno tak lama setelah dia sampai di kantor majalah.
Finno memberitahukan bahwa dia melakukan perjalanan bisnis hari ini dan mengingatkannya
2/3
untuk mengganti perbannya dan agar ia memperhatikan dirinya sendiri.
Vivin membalas: Baiklah. Lalu, dia mulai sibuk dengan pekerjaannya.
Karena tenggat waktu untuk penerbitan baru majalah akan segera berakhir, setiap orang di kantor dalam keadaan panik dan
bekerja lembur agar dapat memenuhi target.
Vivin adalah orang terakhir yang meninggalkan kantor dan saat itu sudah tengah malam. Kebetulan, ada sebuah konser yang
diadakan di gedung sebelah kantor majalah, sehingga kondisi jalanan sangat macet dan sangat sulit untuk mendapatkan taksi.
Sementara itu, rekan kerjanya sedang berdiskusi tentang cara yang lebih mudah untuk menuju ke tempat parkir. Dan juga, Vivin
tidak dapat menjawab saat rekan kerjanya menanyakan di mana ia tinggal..