Bab 1979 Tertembak
Keduanya berjalan ke luar bandara, hendak naik taksi.
Di saat itu, terdengar suara anak-anak, “Kakak!”
Dewi menoleh, anak yang barusan lagi. Dia memeluk sebuah boneka dan duduk dengan patuh di atas bola batu.
“Adik, kita bertemu lagi!”
Dewi menyapa anak itu.
“Kakak, namaku Tania. Siapa nama Kakak?”
Tania melihatnya sambil tersenyum manis.
“Namaku Dewi.” Dewi tersenyum melihatnya, “Mana Papamu?”
“Papa sedang ambil mobil, aku disuruh tunggu di sini.” Tania sangat patuh.
Dewi dan Bibi Lauren saling memandang, merasa ada yang tidak beres.
Kalau pria itu sungguh pergi mengambil mobil, seharusnya ia membawa anaknya bersamanya. Ini adalah jalur
taksi, mobil pribadi tidak bisa masuk ke sini, kenapa dia menyuruh anaknya menunggu di sini?
Mungkinkah terjadi sesuatu?
“Taksinya sudah datang, ayo kita pergi.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Bibi Lauren tidak mau menambah masalah, dia menarik Dewi masuk ke dalam taksi.
“Kakak sudah mau pergi?”
Tania melihat Dewi dengan berat hati.
“lya.” Dewi melihat Tania duduk di atas bola batu seorang diri, dia sedikit tidak tega, “Tania, kamu sendirian
menunggu Papamu di sini, apa takut?”
Tania menganggukkan kepalanya, dalam sekejap matanya menjadi merah ....
Dewi melihat tampangnya yang kasihan, hatinya pun tertekan, lalu dia membuat sebuah keputusan, “Jangan
takut, Kakak temani kamu.”
“Benarkah? Terima kasih, Kakak.”
1/2
Tania sangat gembira, dia buru-buru menghampirinya dan menggandeng tangan Dewi.
“Dewi!” Bibi Lauren berniat menghalangi Dewi.
“Bibi Lauren, tidak apa-apa, aku temani anak ini dulu. Tunggu Papanya datang, kita segera naik taksi.” Kata Dewi
pelan.
Bibi Lauren sangat tidak berdaya, ia terpaksa ikut menemani dan menunggu.
Tania memperkenalkan bonekanya pada Dewi, juga bilang bahwa dia punya permen yang enak, ada di saku
Papanya. Tunggu Papanya kembali, dia akan mengambil permennya dan memberikannya pada Dewi.
Dewi gembira dan mengucapkan terima kasih. Melihat rambut Tania basah karena keringat, dia jongkok untuk
mengepang rambutnya, bahkan menyobek tali pakaiannya untuk mengikat kepangannya.
Tania mengeluarkan cermin kecil, melihat kepang yang sudah selesai dibuat, dia tersenyum
manis.
Sejak meninggalkan rumah, dia tidak pernah mengepang rambut lagi.
Keduanya bercanda tawa, sangat gembira.
Bibi Lauren melihat sekitar, tidak terlihat bayangan pria itu.
Di pintu masuk bandara ada banyak orang lalu-lalang, tenang seperti biasanya, tapi dia selalu. merasa ada yang
tidak beres....
Pada saat itu, tiba-tiba ada yang berteriak, “Tania!”
“Papa!” Tania berbalik, Papanya segera kemari dari tengah kerumunan. Tania dengan gembira berkata pada
Dewi, “Kakak, Papaku sudah kembali!”
“Baguslah kalau begitu.” Dewi berdiri dan berbicara serius dengan pria itu, “Pak, Tania masih kecil. Mohon
jangan tinggalkan dia sendirian, itu sangat berbahaya.”
Pria itu melihatnya, tidak bicara, menggandeng Tania, lalu pergi.
“Kamu...."”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
Dewi masih ingin mengatakan sesuatu, tapi dia malah mendapati tangan kanan pria ini sedikit tidak beres. Meski
dia memasukkan tangannya ke dalam saku celana, berusaha menutupinya, tapi emosi yang perlahan meluap
malah memperlihatkan lukanya.
“Jangan ikut campur, ayo kita pergi!”
Bibi Lauren juga menyadarinya, dia menarik tangan Dewi dan bersiap untuk pergi.
2/3
Saat itu, Dewi menyadari di tengah kerumunan ada beberapa orang berpakaian hitam dan memakai masker
hitam, mereka berjalan ke arah ayah Tania dengan langkah cepat, dengan satu tangan disembunyikan di dalam
lengan baju....
Dewi berbalik, ingin mengingatkan pria itu.
Di saat itu juga, tiba-tiba Tania melepas tangan Papanya, mengambil beberapa permen, berbalik dan berlari ke
arah Dewi, “Kakak, permen ini untukmu!”
“Tania ...."”
Pria itu buru-buru menarik Tania, tapi sudah terlambat.
“Dor, dor, dor, dor!”
Tiba-tiba terdengar suara tembakan, semuanya mengarah pada pria itu.
Tania yang malang tanpa sengaja menghalangi satu tembakan untuk ayahnya, tubuhnya yang kecil terbaring di
genangan darah....