Bab 125
Asta menekan amarahnya dan pulang ke kediaman Costan.
Alfa baru berhasil membujuk kedua bocah itu untuk tidur, dan mencuri sedikit waktu
untuk bermain game sambil berbaring di sofa.
Tidak lama kemudian dia melihat kakaknya pulang dengan wajah dingin, bahkan mata
tajamnya itu terasa lebih dingin daripada biasanya.
Dan itu membuat Alfa bergidik ngeri.
“Kak kamu bukankah kamu mengatakan akan tinggal beberapa hari di rumah sakit?” Alfa
memberanikan diri untuk bertanya : Kenapa sudah pulang
-Divakar oleh serigala
Serigala’ Sengala apa: Alfa yang mendengarnya merasa kebingungan, namun tidak lupa
untuk menandak keudak-adilan: “Kak, serigala brengsek mana yang berani mencakarmu,
saya pasti akan membunuhnya.”
Alfa kamu berani menyentuhnya’ Mata tajam Asta menjadi gelap dan tatapan matanya
penuh derigan peringatan Coba saja.”
Dan saat itulah Alfa akhirnya tersadar.
Sudah dvakar dan disakiti namun masih dilindungi dengan keras, mana mungkin serigala
yang buza dumpai di kebun binatang
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Scann Semara sergaia yang udak tahu bertenma kasih itu. Alfa tidak bisa memikirkan
szpapun yang bisa membuat kakaknya yang selalu bersikap dingin ini merasa tertekan.
Alta rrzwa zaring
Tidak berani, udak berani Kak, saya hanya bercanda saja kok.”
Sana sana torek dirumah dua hari ini, bagaimana keadaan Oliver dan Olivia!” Asta
membuka Ka r th burrya dan bertanya
a In WELL
u rutan baik-baik saja, hanya mereka terus ribut ingin bertemu Samara.” Alfa yang this wa
Lingung memijal pilipisnya, Saya tidak bisa menahan mereka sendirian,
. Laura rintrantuku penuhan mereka, kalau udak dua bocah itu pasti akan kabur ke
Ada se
uklanan dan manaju ke kamar anaknya
da se
p
r eferuar berwarna biru dan murah mula Ohver sudah terlelap hingga Scha ya dah
beratura. Ovi pun tidak jauh berbeda, etang Laki mungilnya sudah keluar
dari dekapan selimut.
Kalau hanya melihat wajah mereka, bisa dibilang mereka tidur dengan nyenyak.
Namun kalau dilihat dari posisi tidur mereka yang telentang….sangat kacau.
Saat Asta melihat sepasang anaknya yang terlelap, dia tidak bisa tidak teringat pada
adegan wanita mungil yang terlelap itu.
Cara tidur kedua anak ini memiliki tingkat kemiripan 80% dengan cara tidur wanita itu.
Setelah meluruskan kembali kaki dan tangan mungil anaknya dan memasukkannya
kembali kedalam selimut, Asta berbalik pergi dari kamar mereka.
Dia kembali ke kamarnya sendiri, dan menyalakan sebatang rokok.
Dalam lubuk hati Samara, Samara masih belum percaya padanya.
Mungkin….luka yang pernah dialaminya terlalu dalam, sehingga dia tidak bisa dengan
mudahnya mempercayai orang lain.
Hal inilah yang membuat dia tidak berani membeberkan rahasia terdalam wanita itu, dia
takut hal itu akan melukainya.
Di tengah asap rokok yang mengepul, mata tajam pria itu dilintasi cahaya yang dalam dan
tegas.
Dia bersedia mencurahkan kesabaran seumur hidupnya….untuk dia.
Sejak terakhir kali Asta pergi, dia tidak pernah terlihat lagi di kamar rumah sakit selama
beberapa hari.
Kalau mengabaikan perasaan sedikit kehilangan didalam hatinya, Samara bisa dibilang
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmelewati hari tanpa beban.
Hari dimana dia keluar dari rumah sakit.
Yang menjemputnya pulang dari rumah sakit adalah Oliver dan Olivia, serta Alfa.
Oliver memasuki kamar pasien dengan seikat bunga mawar merah ditangannya, dan saat
melihat Samara, dia menyodorkan tangannya : “Wanita, ini adalah pemberianku
kepadamu, tidak boleh menolak…”
Hidup selama dua puluh lima tahun, Samara belum pernah menerima bunga mawar dari
siapapun
Melihat wajah ternbem didepannya yang merona merah, dia tidak bisa menahan
senyumannya : “Kenapa menolak: Oliver, Terima kasih ya.”
Oliver sangat gembira, namun karena takut Samara mengetahui perhitungan dalam
hatinya, tangan kecilnya segera menghalangi sudut bibirnya yang terangkal.
“Kamu juga tidak perlu terlalu merasa berterima kasih padaku, saya….saya hanya
membelinya karena kebetulan lewat.”
“Benar….Oliver benar-benar kebetulan lewat, jadi dia memintaku untuk berhenti dipinggir
jalan selama setengah jam…” Alfa mengungkapkan kekurangan ceritanya dengan kejam.
“Paman!”
Oliver panik dan terdesak karena rahasianya dibeberkan.
“Kalau kamu tidak pandai bicara, bisa tidak kamu tidak usah berbicara! Kamu… kamu
sudah mempermalukanku!”